Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Antara Strategi Pemasaran dan Harga Nyawa Penumpang

30 Oktober 2018   14:42 Diperbarui: 30 Oktober 2018   15:32 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: m.liputan6.com

Berita jatuhnya Lion Air JT610 dalam dua hari ini membanjiri lini media massa. Baik media konvensional maupun media daring (online). Di media sosial pun tak kalah banyaknya berita, bermacam-macam dan beragam sudut pandang. Begitu pula di media chating seperti WhatSapp, Telegram, dan platform lainnya.

Kontennya juga sangat bervariasi, ada yang sekedar informasi, berita ringan, sampai dramatisasi begitu rupa. Diantara kabar itu juga tidak semua benar dan faktual. Ada yang mengirim ulang berita jatuhnya pesawat Air Asia di Batam dulu, ada yang ngeshare jatuhnya Adam Air sepuluh tahun lalu. Meskipun peristiwa itu benar adanya namun tidak relevan dengan jatuhnya Lion Air JT610 Senin, (29/10).

Masyarakat perlu lebih cerdas dalam menerima dan membagikan berita yang melalui arus alat komunikasi yang dimilikinya. Kehati-hatian sangat diperlukan agar tidak salah mengkonsumsi berita. Periksalah setiap informasi yang datang, baik sumbernya maupun peristiwa yang disajikan. Pastikan bahwa informasi tersebut bukan hoaks.

Terlepas dari itu memang sepatutnya kita berempati kepada korban dan keluarga mereka. (jadi empati kita bukan kepada perusahaan Lion Air). Meskipun ini dikatakan musibah atau kecelakaan. Yang pasti musibah dan kecelakaan Lion Air sering kali karena kelalaian perusahaan dan pelanggaran prosedur yang sering diabaikan.

Kasus hilangnya lion Air JT610 adalah salah satu bukti nyata betapa pihak maskapai diduga telah mengabaikan prosedur standar keamanan penerbangan.

Sebagaimana analisa sejumlah pengamat penerbangan menduga kuat bahwa pesawat Boeing 737 MAX 8 penerbangan Lion Air JT 610 mengalami masalah teknis --yang dialami usai pesawat itu menyelesaikan penerbangan kedua dari terakhirnya pada Minggu 28 Oktober 2018 tujuan Denpasar-Jakarta, demikian seperti dikutip dari BBC,Selasa (30/10/2018). Artinya pesawat ini sebelumnya mengalami kerusakan.

Tapi baiklah, saya tidak punya kapasitas menjelaskan sesuatu yang tidak memiliki kompetensi dibidang tersebut. Biarlah hal itu menjadi urusannya KNKT yang akan melakukan investigasi. Kita tunggu saja tim ini bekerja. Apapun hasil penyelidikan tim ini maka itulah kebenaran yang bisa dipercayai.

Namun karena sudah sering juga pesawat milik maskapai Lion Air terjadi kecelakaan, maka situasi ini menjadi menarik untuk dikaji. (agar tidak mengulangi cerita, saya tidak ajukan informasi tentang berapa banyak kecelakaan pesawat maskapai ini terjadi).

Apakah kecelakaan yang dialami oleh Lion Air ada hubungannya dengan harga tiket murah? Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saputro. F. J at. al menemukan beberapa garis-garis besar yang mewakili kualitas pelayanan maskapai Lion Air diantaranya penanganan bagasi hilang yang tidak jelas, line telepon layanan konsumen yang sering tidak berfungsi, keterlambatan keberangkatan pesawat, dll.

Diantara beberapa buruknya layanan maskapai Lion Air diduga bukan hanya karena persoalan manajemen, misalnya sering terjadi keterlambatan dan penundaan penerbangan. Seperti yang dialami oleh pesawat dengan nomor penerbangan JT610 tersebut sebelum kemudian dinyatakan hilang.

Namun diketahui sebelumnya terjadi keterlambatan dari Denpasar ke Soekarno Hatta hampir 2 jam. Penyebabnya diduga karena pesawat itu mengalami kerusakan di Bandara Ngurah Rai. Seperti dilansir liputan6.com (30/10/2018), pimpinan perusahaan Lion Air membenarkan bahwa burung besi tersebut telah 'mengalami masalah' saat terbang dari Denpasar ke Jakarta.

Layanan yang buruk biasanya sangat berhubungan dengan biaya murah atau pun harga murah. Ditengah persaingan yang sangat ketat dalam industri penerbangan di tanah air, Lion Air dikenal sebagai salah satu maskapai penerbangan dengan harga murah. Sebelumnya pernah ada juga maskapai murah seperti Adam Air, Batavia Air yang juga sering menerbangkan penumpang menemui ajalnya.

Ditambah lagi dengan meningkatnya jumlah masyarakat berpendapatan kelas menengah di Indonesia. Mereka seperti orang kaya baru yang ingin naik pesawat namun dengan harga yang paling murah, (saya juga begitu). Akhirnya Lion Air pun menemukan segmen pasarnya, yaitu kelas menengah ke bawah yang berada di kelas ekonomi.

Nah, karena permintaan pasar terus meningkat, maka strategi pemasaran yang diunggulkan oleh Lion Air adalah harga murah untuk memenangkan persaingan industri. Akibatnya secara bisnis mereka tentu harus sangat efesien agar potensi laba dapat diraih.

Barangkali, premis yang mengatakan harga murah tanpa layanan berkualitas terjadi pada maskapai Lion Air. Sehingga penerapan efesiensi yang ketat berimbas pada sistim pemeliharaan armada dan kapasitas SDM. Dampak buruknya adalah terjadi kecelakaan, failed, kegagalan sistem secara keseluruhan. Termasuk sistim keamanan dan kenyamanan penumpang.

Saya sendiri termasuk orang yang sering menggunakan penerbangan Lion Air. Setiap mau berangkat pasti tingkat stres saya meningkat. Karena memang armada Lion Air sering tidak membuat saya nyaman ketika terbang. Apalagi jika kondisi cuaca buruk, pasti saya selalu berkeringat dingin didalam pesawat. Sehingga saya selalu berharap agar perjalanannya cepat sampai tujuan. Tidak ingin berlama-lama.

Memang pilihan terbang bersama Lion Air karena faktor harga yang relatif murah. Kita sudah tahu jika pelayanan mereka tidak sebaik maskapai lain yang lebih ramah, tepat waktu, aman dan nyaman. Artinya kadang kita mempertaruhkan nyawa kita demi harga tiket murah.

Akan tetapi setelah melihat begitu banyak fakta yang terjadi di sekitar maskapai Lion Air. Kini saya sudah jarang, bahkan tidak lagi memilih terbang bersama Lion Air, meskipun murah. Demi keamanan, kenyamanan, dan keselamatan diri, saya beralih ke maskapai lain yang lebih baik meskipun harga tiket sedikit lebih mahal.

Maka hari ini apakah industri lebih mementingkan strategi pemasarannya yang murah agar dapat memenangkan persaingan atau mempertimbangkan harga nyawa manusia yang menjadi penumpang mereka? Pilih mana?

(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun