Karena begitu pentingnya menyiapkan generasi masa depan yang bersih, jujur, dan memiliki mental anti korupsi. Maka di Politeknik Kutaraja mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi diajarkan kepada seluruh mahasiswanya sejak di semester pertama.
Dengan mengkaitkan pendidikan anti korupsi dengan pembelajaran agama, moral, spritualitas, dan sosial ekonomi menjadikan materi mata kuliah ini semakin kaya. Apalagi dengan menghadirkan instrukstur yang berkompeten, berkomitmen, dalam pemberantasan korupsi.
Dengan begitu para mahasiswa secara langsung mendapatkan pengetahuan yang konkrit dari berbagai kasus yang dibagikan oleh para pengajar. Dengan bersinergi dengan lembaga-lembaga anti korupsi lokal sebagai sumber tenaga pengajar lepas, Â membuat pendidikan anti korupsi diajarkan di Politeknik Kutaraja semakin berbobot dan berkembang.
Tujuan diberikan muatan pelajaran anti korupsi di lingkungan kampus bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Mereka harus mengetahui dampak buruk dari perilaku kejahatan korupsi tersebut, juga perlu mengetahui modul dan model korupsi itu dilakukan oleh oknum-oknum.
Sementara itu, Buku Ajar Pendidikan Anti Korupsi yang diterbitkan oleh Dirjen Dikti berisikan bahan ajar dasar yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Perguruan Tinggi dan Program Studi masing-masing.
Bahan ajar dasar yang dituliskan dalam buku tersebut terdiri dari delapan bab, yaitu: (1) Pengertian Korupsi, (2) Faktor Penyebab Korupsi, (3) Dampak Masif Korupsi, (4) Nilai dan Prinsip Anti Korupsi, (5) Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia, (6) Gerakan, Kerjasama dan Instrumen Internasional Pencegahan Korupsi, (7) Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundang-undangan, dan (8) Peranan Mahasiswa dalam Gerakan Anti Korupsi.
Penyebab korupsi
Jika kita amati fenomena korupsi yang akhir-akhir ini banyak dilakukan oleh oknum-oknum pejabat tinggi, semisal Gubernur, Bupati/Walikota, DPR-RI/D, Kepala Dinas, dan pejabat eselon lainnya di suatu instansi pemerintah bahkan ada juga pelaku korupsi dari kalangan swasta. Maka rasanya muncul banyak pertanyaan. Apa sih yang mendorong mereka melakukan tindak kejahatan ini?
Karena secara pendapatan atau gaji, mereka para pejabat tentu mendapatkan gaji yang lebih besar atau layak bagi dirinya dan keluarga mereka. Dan lagi pula bukan hanya memperoleh gaji yang cukup, juga mendapatkan fasilitas lain dari negara dalam rangka menunjang tugas-tugas.
Jika dibandingkan pegawai rendah non eselon bahkan gajinya sangat rendah, minus fasilitas, akan tetapi mereka tidak melakukan korupsi. Apakah karena tidak ada kesempatan atau tidak memiliki akses terhadap anggaran? Atau memang tidak ada niat? Sebab, kalau alasannya ekonomi justru merekalah pegawai yang berpendapatan rendah. Mestinya merekalah yang harus korupsi.
Namun kenyataannya tidaklah demikian. Lihat saja berita di media. Setiap hari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan oknum koruptor. Dan kebanyakan mereka adalah pejabat tinggi negara, baik di eksekutif maupun legislatif.