Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masihkah Kita Memegang Prinsip "Luber Jurdil" Dalam Melaksanakan Pemilu?

11 Oktober 2018   06:42 Diperbarui: 11 Oktober 2018   09:20 15796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hebatnya lagi, pencoblosan belum dilakukan, namun tim kandidat pengusung sudah mengatakan jumlah suara yang akan mereka peroleh. Angkanya sudah dapat disebutkan. Lha bagaimana mereka menghitungnya? Memang angka tersebut masih berupa perkiraan atau taksiran, namun itukan bagian dari gambaran bahwa orang sudah secara terang-terangan menyatakan pilihannya ke publik.

Dengan demikian prinsip Luber Jurdil sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Gejala ini tentu tidak berdiri sendiri, pasti ada sebab akibat. Oleh sebab itu alangkah baiknya jika para kandidat terutama, tim sukses, dan pihak yang sedang berkompetisi tidak memaksakan kehendaknya kepada masyarakat dengan cara-cara yang tidak etis.

Sangat bagus jika ada kesepakatan secara jujur antara para kandidat dan tim untuk tidak menggunakan cara-cara kempanye yang melanggar hukum dan etika. Seperti money politik, kempanye hitam, tidak menyebar hoak, tidak menyalahgunakan kekuasan untuk keuntungan kelompoknya saja, dan sepakat menciptakan suasana damai dan kondusif.

Namun sepakat saja tidak cukup. Harus juga diikuti dengan komitmen tinggi dalam implementasinya. Mulai dari tingkat atas atau elit hingga turun ke bawah. Jangan sampai hanya pencitraan saja atau bahkan sebagai alat kebohongan untuk meraih simpati.

Kalau semua itu dapat diwujudkan, maka kualitas pemilu presiden dan legeslatif tahun depan menjadi lebih produktif dan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dari rakyat.

Salam***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun