Ibarat sedang naik pesawat, saat ini perekonomian Indonesia sedang memasuki cuaca buruk. Ancaman turbelensi ekonomi nasional sedang terjadi. Kegoncangan ekonomi Indonesia akibat adanya sentimen global yang berdampak negatif terhadap nilai tukar rupiah yang sudah menembus level psikologis Rp15.000 per dolar Amerika Serikat.
Terpuruknya nilai tukar rupiah yang sangat dalam tersebut telah menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat dan menjadi isu yang paling banyak dibicarakan, baik di dunia maya maupun dunia nyata. Karena sepanjang tahun 2000, inilah yang terparah.Â
Bahkan di media sosial ramai dipenuhi dengan meme lucu-lucu dan jenaka, ada yang bernada menyindir, ada pula yang bernada meratap. Namun tidak sedikit pula yang merasa optimis dan berpandangan bahwa bahwa dibalik pelemahan rupiah ada hikmah yang belum terungkap. Seperti halnya pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengatakan pelemahan rupiah positif bagi pendapatan Indonesia.
Memiliki pandangan positif saja terhadap kondisi ekonomi Indonesia saat ini memang tidak cukup untuk membantu meningkatkan nilai tukar rupiah. Kita perlu melakukan sejumlah tindakan nyata untuk mengimbangi sikap positif tersebut. Selain harus berpikir strategis. Sikap positif memang sedikit dapat menolong diri kita sendiri terhadap rasa cemas yang mungkin muncul secara berlebihan.
Dari kondisi ekonomi yang ada sekarang ini banyak masyarakat Indonesia yang merasa was-was. Mereka terlalu membayangkan seperti apa yang pernah terjadi pada tahun 1997/1998. Saat itu perekonomian Indonesia hancur karena dihantam krisis keuangan dan lalu membesar menjadi krisis ekonomi.
Badai krisis yang bermula datangnya belahan Asia kemudian menyapu nusantara dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar bahkan mencapai Rp 21.000. Bunga pasar naik membubung tinggi, harga-harga bergejolak tanpa kendali, inflasi mencapai 300 persen lebih. Benar-benar ekonomi nasional chaos.
Akibatnya, terdampak pada krisis sosial masyarakat dan berujung kepada krisis politik. Pemerintahan orde baru yang berkuasa saat itu tidak mampu lagi mengendalikan gelombang demonstrasi yang meminta Soeharto meletakkan jabatan sebagai Presiden Indonesia. Dan sejarah kemudian menuliskan Soeharto yang telah memerintah selama 32 tahun itupun harus rela mundur dari kursi kekuasaannya.
Begitulah reka ulang pikiran yang ada dalam benak masyarakat. Rasanya jika membayangkan situasi saat itu, 260 juta lebih rakyat Indonesia sekarang ini tidak mau lagi kembali ke sejarah kelam perekonomian. Namun apakah krisis seperti itu akan terjadi kembali di Indonesia? Apakah Indonesia mampu menghadapi ancaman krisis yang sudah lebih dahulu menghantam Turki, Argentina dan Venezuela?
Menurut Kwik Kian Gie dan para ahli ekonomi mengatakan, Indonesia tidak akan mengalami krisis seperti yang dialami pada tahun 1998. Kwik mengungkapkan "rupiah terus melemah bukan sesuatu yang baru, dan kondisi melemahnya rupiah di tahun 1998 berbeda dengan tahun 2018".
"sejak tahun 1970 hingga sekarang nilai tukar rupiah terus menurun, jadi tidak ada yang aneh dengan hal itu" Kata Kwik Kian Gie. (wow.tribunnews.com, 7/9/2018)
Memang, saat ini sebagian besar perusahaan mulai menghitung ulang bisnisnya setelah melihat rupiah bagaikan "suster ngesot" yang terseok-seok. Bahkan menurut Sandy Baskoro dalam artikelnya, perusahaan sekelas Pertamina pun siap merevisi asumsi nilai tukar rupiah dari posisi semula 13.800 per dolar AS.
Merespon situasi perekonomian dan nilai tukar rupiah yang semakin fluktuatif, pemerintah pun mengambil beberapa langkah strategis sebagai langkah antisipasi, diantaranya kebijakan membatasi atau mengurangi impor, menggenjot ekspor, kebijakan menaikkan tarif, seruan menggunakan produk dalam negeri, sampai kebijakan ekstrim lainnya. Namun semua kebijakan tersebut kesannya hanya untuk kepentingan sesaat atau bersifat jangka pendek.
Padahal berbicara perekonomian negara, haruslah memperkuat aspek fundamental dalam jangka panjang. Salah satu pilar penting fundamental ekonomi adalah kestabilan nilai tukar rupiah. Termasuk kebijakan utang negara yang harus mengedepankan prinsip prudential.
Inilah mestinya menjadi visi pemerintah siapapun yang berkuasa. Jadikan mata uang rupiah lebih perkasa terhadap mata uang global, bukan hanya terhadap dolar AS, tetapi juga mata uang negara-negara lainnya yang memiliki pengaruh kuat terhadap perekonomian nasional.
Pemikiran Luhut Binsar Panjaitan (LPB) agar negara ini produktif menghasilkan dolar AS adalah suatu keniscayaan. Namun sepanjang transaksi dalam perdagangan global masih dominan menggunakan mata uang USD, maka peran dolar selalu lebih besar. Sehingga mata uang tersebut menjadi sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu ketersediaan dolar dalam bentuk devisa harus mencukupi bahkan selalu surplus dalam neraca dan transaksi berjalan.
Karena penyebab utama merangkak tingginya harga dolar AS terhadap nilai tukar rupiah karena permintaan pasar terhadap mata uang dolar tersebut tinggi dibandingkan dengan suplai.
Namun krena persediaan dolar yang ada tidak seimbang dengan tingkat kebutuhan, maka otomatis harga dolar menjadi naik, begitulah hukum permintaan menjelaskan.
Untuk menekan pergerakan nilai tukar dolar biasanya Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter, selalu melakukan kebijakan operasi pasar atau melakukan injeksi. Melalui intervensi pasar tersebut diharapkan harga dolar dapat dikendalikan pada harga yang wajar. Kebijakan moneter ini tentu saja menggunakan devisa yang ada. Artinya meskipun harga dolar tidak "mengamuk" namun devisa yang kita miliki jadi berkurang.
Dan kebijakan intervensi pasar itu sendiri sudah beberapa kali dilakukan oleh BI. Hingga menggunakan milyaran dolar devisa pada beberapa waktu lalu, dan telah memberikan hasil sesuai ekspektasi saat itu. Namun karena bank sentral Amerika sangat atraktif membuat kebjiakan ekonominya, maka membuat strategi BI tidak memberikan efek positif yang signifikan dalam jangka panjang terhadap nilai tukar rupiah.
Langkah Kecil Melepas Dolar Sangat Berarti Bagi Indonesia
Selain mengandalkan kebijakan pemerintah dalam upaya menurunkan nilai dolar terhadap rupiah. Kita sebagai masyarakat pun seharusnya proaktif juga melakukan berbagai langkah untuk mendukung kerja pemerintah. Langkah tersebut bisa berbentuk kegiatan ekonomi dan maupun non-ekonomi.
Contoh langkah kegiatan ekonomi yang dapat kita lakukan, misalnya kita lebih suka berbelanja produk-produk UKM atau produksi dalam negeri daripada produk impor. Memang ini langkah kecil akan tetapi efeknya terhadap penguatan rupiah sangat positif. Karena dengan mengkonsumsi barang lokal atau produk domestik, maka tidak perlu melakukan impor. Artinya bisa menghemat devisa.
Langkah sederhana lainnya yang mungkin dapat kita lakukan adalah menukarkan dolar yang kita miliki dengan mata uang rupiah. Dengan melepaskan sebanyak-banyaknya dolar ke pasar, maka suplai dolar akan bertambah.
Meskipun ini adalah upaya mendongkrak nilai rupiah dalam jangka pendek, namun jika dengan dibarengi semangat nasionalisme tinggi, maka tindakan kecil ini pun akan mempengaruhi psikologis pelaku pasar. Sehingga akan muncul kepercayaan terhadap rupiah menjadi lebih tinggi.
Oleh karena itu apa yang dilakukan Sandiaga Uno dengan menukarkan dolarnya walaupun hanya 1.000 USD, namun langkah tersebut dinilai sangat efektif untuk mengkempanyekan gerakan cinta rupiah dan upaya penguatan nilai tukar terhadap mata uang asing.
Andai jutaan pejabat dan pengusaha lainnya di negeri ini mengikuti jejak Sandiaga Uno, maka bayangkan ada berapa milyar USD yang akan dilepas ke pasar. Memang hal ini kelihatan sepele, namun dampaknya terhadap penguatan rupiah sangat positif dan signifikan.
Justru yang menjadi persoalan sekarang adalah banyak pejabat tinggi negara ini dan pengusaha yang enggan melepas dolar mereka, karena takut tidak mendapatkan keuntungan besar dalam transaksi bisnisnya. Ataupun para pengusaha juga lebih senang menyimpan dolar daripada rupiah, yang konon katanya nilai rupiah tidak dapat "dipercaya".
Saya rasa pemerintahan Jokowi perlu mempertimbangkan untuk mengeluarkan himbauan kepada seluruh pejabat tinggi negara, pengusaha, perusahaan BUMN, agar melakukan gerakan pelepasan dolar demi menguatkan rupiah. Walaupun kebijakan ini hanya bersifat jangka pendek.
Meskipun maklumat semacam itu memang telah mulai dilakukan oleh Menteri Parawisata Republik Indonesia, dengan mengeluarkan seruan agar masyarakat Indonesia tidak melakukan wisata ke luar negeri untuk sekarang ini. Tetapi jika level menteri yang sampaikan mungkin kurang greget.Â
Sekilas imbauan tersebut seperti sangat mengada-ngada. Tetapi Menteri Parawisata telah melakukan hal yang tepat, jika dikaitkan dengan upaya penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ini bagian dari gerakan moral untuk mengendalikan laju nilai tukar rupiah.
Sehingga jika sebelumnya diminta masyarakat agar tidak panik merespon situasi ekonomi saat ini, seperti yanh dikatakan oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Maka dengan demikian langkah-langkah diatas justru menunjukkan bahwa rakyat Indonesia bersatu padu mengangkat rupiah dari keterpurukan secara sadar dan strategis serta tidak panik. Terbukti!
Salam.[]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H