Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makna Hijrah bagi Fitrah Manusia, Selamat Tahun Baru Hijriyah 1440

10 September 2018   12:04 Diperbarui: 10 September 2018   12:38 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
aceh.tribunnews.com

Sudah sepantasnya kita bersyukur memuji Tuhan Yang Maha Esa, Allah Swt. Karena kita telah dilahirkan sebagai manusia. Coba bayangkan jika kita terlahir sebagai hewan, tumbuh-tumbuhan atau jin, atau apapun makhluk lain selain manusia. Tentu saja kita tidak dapat menikmati kehidupan ini sebagaimana kita rasakan sekarang.

Oleh karena Allah telah lahirkan kita sebagai manusia, maka ini merupakan anugerah yang sangat besar. Makhluk yang Dia siapkan dan ciptakan sebagai pengelola bumi ini dengan segala isinya. Sehingga Dia sempurnakan manusia itu dengan dua kelebihan utama yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya.

Dua kelebihan tersebut dapat menjadikan manusia bisa lebih mulia daripada malaikat, meskipun juga bisa lebih rendah derajatnya dari hewan. Apakah itu? Ya, kedua hal itu adalah akal dan nafsu. Akal dan nafsu ini merupakan potensi yang Allah anugerahkan hanya kepada manusia.

Melalui kedua potensi tersebut, manusia diharapkan menjadi makhluk yang lebih mulia daripada malaikat. Tidak boleh manusia justru lebih rendah derajatnya dari hewan karena hewan tidak diberikan akal, mereka hanya memiliki nafsu. Sehingga hewan tidak pernah memiliki pikiran atau tidak pernah berpikir sebelum berbuat sesuatu, karena memang tidak dianugerahi akal.

Dengan akal itu pula manusia diharapkan dapat memikirkan ayat-ayat Allah Swt dan mengakui Ke-Esaan-Nya serta kekuasaan Nya. Sehingga manusia bisa sampai pada tujuan penciptaan dirinya,yaitu mengabdi kepada Allah Swt. Itulah sejatinya fitrah manusia.

Namun kenyataannya banyak manusia yang lupa pada tujuan hidup dan tujuan penciptaan dirinya. Mereka kehilangan arah saat menjalani kehidupan dunianya. Mereka gagal memaknai fitrahnya. Sehingga manusia banyak yang terjerumus dalam kehidupan yang yang bertolak belakang dengan maksud Tuhan menciptakan mereka.

Disebabkan oleh nafsu yang tidak sanggup dikontrol dengan baik, membuat seseorang mudah melakukan perbuatan-perbuatan yang membawa ia kepada posisi derajat paling rendah dari hewan. 

Hawa nafsu yang tidak diilhami dengan akal dan iman yang baik serta benar, menyebabkan mereka terjerembab dalam lembah kehinaan akibat perilaku buruk yang dilakukan dalam kehidupannya. 

Fenomena ini sudah terjadi dimana-mana sekarang ini. Tidak hanya dilingkungan umum bahkan dalam ruang lingkup pada sebuah keluarga kecil sekalipun sudah sangat mudah kita temukan. 

Seorang ayah tega memperkosa anak kandungnya sendiri, seorang istri tidak segan-segan membantu suaminya berbuat bejat didepan matanya sendiri dengan perempuan lain, bahkan baru-baru ini ada sebuah keluarga yang terlibat secara sadar membuat sebuah video porno secara profesional. 

Mengapa hal itu bisa terjadi? Tidak lain, karena mereka telah dikuasai oleh hawa nafsu yang ditunggangi oleh iblis. Mereka seakan lupa bahwa iblis merupakan musuh yang nyata bagi manusia.

Maka pada momentum 1 Hijriyah 1440, marilah kita kembali kepada fitrah kita sebagai manusia. Mahkluk istimewa yang sengaja diciptakan oleh Allah Swt untuk menjadi pemimpin dimuka bumi. 

Kita diamanahkan oleh pemilik alam semesta untuk menjaga, merawat, dan memakmurkan bumi ini. Jangan rusak alam ini dengan perilaku buruk kita. Bimbinglah hawa nafsu agar dia memahami ayat-ayat Allah, mengakui kekuasaan Nya,  dan tidak berbuat mungkar atas perintah Nya.

Sebagaimana makna dari hijrah itu sendiri adalah kembali, maka kembalilah ke asal penciptaan kita. Manusia terlahir dalam keadaan suci, bersih dan tanpa dosa. Seorang bayi tidak pernah memiliki dendam dan rasa benci kepada siapapun saat ia dilahirkan, seorang anak yang dilahirkan tidak pernah memiliki harta yang banyak, tidak memiliki gelar, tidak memiliki apa-apa. 

Namun ketika kita sudah dewasa mengapa muncul rasa benci kepada orang lain? Mengapa ada dendam? Mengapa kemudian hidup menjadi penuh dengan noda dan dosa? Jawabannya, sekali lagi hawa nafsulah penyebabnya.

Lalu bagaimana agar hawa nafsu dapat dikendalikan? Ada beberapa hal yang mungkin perlu diketahui agar kita mampu menguasai dan mengendalikan hawa nafsu diri kita sendiri.

Pertama; sadarilah bahwa kita merupakan manusia, makhluk Allah yang berbeda dengan makhluk lain. Manusia sangat istimewa dihadapan Allah Swt. Oleh karena itu, maka jangan rendahkan diri kita dengan menentang perintah Allah Swt. Terimalah dengan ikhlas bahwa kita diciptakan sebagai "wakil" Tuhan dimuka bumi. Banyak tugas yang diemban oleh manusia dan semua itu suatu saat akan dimintai pertanggungjwaban.

Kedua; didiklah hawa nafsu dengan kebaikan. Perlu dicatat, dalam proses penciptaan hawa nafsu oleh Allah Swt mengalami beberapa peristiwa. Yang peristiwa tersebut pada ujungnya adalah bahwa hawa nafsu sangat sulit tunduk kepada perintah penciptnya yakni Allah Swt. Sampai-sampai Allah kekang nafsu ini dengan membiarkan ia kelaparan hingga batas tertentu, baru kemudian ia tunduk kepada perintah Allah Swt.

Artinya apa? Bahwa begitulah karakteristik hawa nafsu sudah sejak awal penciptaannya. Ia sangat sulit untuk ditundukkan. Hawa nafsu bahkan berani menentang Allah Swt sekalipun. Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa hawa nafsu itu hanya bisa ditundukkan dengan membiarkannya lapar, sebab itu perintah berpuasa adalah kaitannya dengan upaya menundukkan hawa nafsu tersebut.

Kalau begitu apakah hawa nafsu ini harus dihilangkan dari manusia? Tentu tidak, justru hawa nafsu itu merupakan bagian dari fitrah penciptaan manusia. Bahkan hawa nafsu itu sendiri merupakan potensi. 

Jikalau potensi itu dapat digunakan dan diarahkan dengan baik, maka akan menjadi sebagai sebuah kekuatan, menjadi energi untuk mencapai sesuatu yang baik. Misalnya keinginan kuat untuk bisa berhaji, berbuat baik, dan kemauan untuk mau belajar pada jenjang lebih tinggi lagi. Nah semua itu adalah dorongan hawa nafsu yang sudah terarah dengan baik.

Bahkan nanti di hari kebangkitan, justru Allah memanggil manusia dengan sebuah sebutan "ya aiyuhal muthmainnah... ". Panggilan tersebut digunakan untuk menunjukkan kelompok manusia yang memiliki hawa nafsu yang baik, beriman dan bertaqwa. Maka mereka mendapatkan julukan "wahai jiwa-jiwa yang tenang".

Begitulah jika seseorang mau berhijrah, ia akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk kembali ke jalan lurus. Ia akan berjuang agar hari kematiannya dilalui dengan catatan amal yang baik. Itulah makna hijrah bagi manusia yang masih menginginkan perjumpaan dengan Tuhannya di hari esok.

Oleh sebab itu saudaraku, marilah sekarang kita memulai untuk berhijrah. Ayo tinggalkan segala sikap, perbuatan, dan perkataan yang membuat kita semakin jauh dari kebaikan. Introspeksi diri agar kita melihat segala kekurangan yang selama ini tidak kita akui. 

Sehingga kita selalu merasa diri lebih baik, lebih hebat, lebih jago, mungkin kita mengklaim kitalah segalanya. Sedangkan orang lain selalu lebih rendah dari kita, mereka tidak lebih hebat dari kita.

Sadarilah, itu merupakan sikap yang bertentangan dengan fitrah. Manusia itu dilahirkan pada kondisi 'miskin', tidak memiliki apa-apa, bahkan untuk keluar dari perut seorang ibupun membutuhkan pertolongan orang lain, perlu bidan, perlu dokter. Lalu mengapa engkau tidak melihat betapa lemahnya dirimu.

Terakhir, melalui tulisan singkat dan sederhana ini dan sebagai hamba Tuhan yang penuh kekurangan dan kehinaan.Saya mencoba untuk berbagi keresahan yang ada dalam batin ini. Semoga tulisan ini bermafaat kiranya bagi diri ini dan saudara-saudaraku semua. Aminn

Berani Hijrah Itu Baik

Salam.[]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun