Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Erick Thohir dan Jokowi Memainkan Strategi Mencuri Poin di Kandang Lawan

9 September 2018   10:33 Diperbarui: 10 September 2018   07:56 3109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: dok.kompas.com

Erick Thohir resmi ditunjuk sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Pria kelahiran Jakarta, 30 Mei 1970 ini menjabat pimpinan tertinggi dalam struktur tim kampanye pemenangan calon presiden dan calon wakil presiden pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin pada pilpres 2019 mendatang.

Penunjukkan mantan ketua INASGOC pagelaran Asian Games ke-18 yang diadakan di Jakarta-Palembang beberapa waktu lalu telah ramai dibicarakan oleh publik saat Asian Games masih berlangsung. Namun saat itu masih sebatas desas-desus atau isu.

Faktanya bahwa isu tersebut benar adanya. Bahkan Erick Thohir mengaku sudah mendapatkan tawaran menjadi Ketua Tim Kampanye Jokowi-KH Ma'ruf Amin sejak Agustus lalu. "Sejak 20 Agustus," kata Erick di Media Center Tim Kampanye Jokowi-Ma'ruf, Menteng Jakarta, sebagaimana diwartakan oleh Kompas.com, Jumat (8/9/2018).

Seperti telah diketahui oleh masyarakat luas bahwa Erick Thohir merupakan seorang pengusaha Indonesia yang sukses di usia muda, ia berlatar belakang seorang pebisnis murni dari keluarga pengusaha. Dan belum memiliki pengalaman apapun tentang dunia politik. 

Sedangkan di sisi lain, tim yang ia ketuai adalah TKN yang murni politik, dan di dalamnya beranggotakan para politisi multipartai atau koalisi. Sehingga sebagian orang melihat bahwa pilihan Jokowi menunjuk Erick Thohir sabagai "bos" TKN kurang tepat.

Namun Jokowi memiliki pandangan sendiri dengan mengatakan "Ketua TKN tidak harus memiliki latar belakang di bidang politik, karena tugasnya cenderung kepada manajemen dan harmonisasi kerja berbagai unsur dalam tim pemenangan".

Pendapat Jokowi tersebut di atas sudah jelas dan terang benderang mengenai apa sebenarnya peran Erick Thohir didalam TKN. Ia diminta oleh capres petahana untuk mengelola TKN dengan pendekatan manajerial sehingga TKN bisa lebih tampil modern dan profesional. 

Tujuannya supaya TKN menjadi lebih solid. Erick bekerja sebagai seorang professional manager dalam mengorganisasikan, mengatur, menggerakkan, dan memajukan TKN.

Akan tetapi TKN bukanlah sebuah kumpulan para pebisnis apalagi sebagai sebuah perusahaan, mungkin itu menjadi hambatan. Ini adalah pasukan politisi yang sehari-hari berpikir tentang strategi merebut kekuasaan. 

Targetnya pun jelas yaitu untuk memenangkan kontestasi politik, mempertahankan kekuasaan petahana. Tim pemenangan dibentuk untuk target Jokowi menjadi presiden dua periode. Lantas mampukah Erick Thohir mewujudkan keinginan Jokowi? Kita sama-sama nantikan. Karena bagaimanapun pola pikir bisnis dan politik merupakan dua hal yang tidak sama. 

Terlepas dari itu, strategi Jokowi mengangkat Erick Thohir sebagai orang nomor satu di tubuh tim pemenangan dirinya tergolong cerdik. Mengingat lawan politik atau kubu sebelah dengan sangat cerdas pula memilih Sandiaga Uno sebagai cawapres Probowo Subianto. 

Sehingga untuk mengimbangi Sandiaga Uno yang terlihat gesit, muda, energik, dan smart. Lalu Jokowi pun menjatuhkan pilihannya pada Erick Thohir yang sekaligus sahabat Sandiaga Uno yang juga muda, sukses, pengusaha, dan lulusan luar negeri.

Kriteria itu dipertimbangkan untuk mengimbangi Sandiaga Uno dan juga untuk kepentingan menyasar pemilih muda, pemula atau dikenal dengan pemilih millennial. Selain itu karena Jokowi juga memiliki target untuk dapat terpilih lagi sebagai Presiden RI periode 2019-2024.

Kecerdikan Jokowi dalam konteks tersebut patut mendapatkan jempol. Jokowi sangat paham kalau cawapresnya (Ma'aruf Amin) tidak seusia Sandiaga Uno. Dari sisi millennials Jokowi-Ma'ruf Amin tentu tidak masuk kriteria. 

Petahana menyadari kelemahan ini. Nah untuk menutupi "lobang" kelemahan itulah Erick Thohir diharapkan bisa menambalnya dengan berbagai tips dan trik marketing ala pebisnis kreatif yang ia miliki. 

Maka logika Jokowi dengan mengatakan bahwa Ketua TKN tidak harus berlatar belakang politik sangat masuk akal, karena yang diharapkan dari Erick Thohir adalah menyulap pasangan petahana menjadi lebih keren di mata para anak muda sebagaimana kerennya film action Jokowi dan letusan kembang api saat pembukaan Asian Games yang lalu, bukan cara berpolitik praktis.

Jadi salah besar jika publik mengira bahwa Erick Thohir sebagai Ketua TKN akan diminta untuk menyusun strategi politik agar mampu mengungguli strategi politik Prabowo-Sandi. Yang benar adalah strategi politik itu kuncinya ada pada partai koalisi pengusung terutama PDIP. Sedangkan Erick Thohir mengemas jualan politik koalisi sesuai dengan kebutuhan pasar.

Dengan memilih Erick Thohir, publik Indonesia terutama yang kemarin aktif mengikuti perhelatan Asian Games pasti sangat terkesan dengan cara kerjanya sebagai Ketua INASGOC. 

Ia dipuji oleh media karena dianggap sukses meng-organize even akbar tersebut. Meskipun keberhasilan tersebut merupakan kerja tim, peran multistakeholder, TNI, Polri, Gubernur, Volunteer, masyarakat, pemerintah daerah, dan elemen lainya.

Artinya bukan hanya hasil kerja seorang Erick Thohir semata. Namun apa boleh dikata, media terlanjur tidak berimbang dalam memberitakan.

Dari nama besar Erick Thohir dan sukses besar pada Asian Games itulah Jokowi ingin mengambil keuntungan untuk biaya politiknya. Di sini terkesan bahwa Erick Thohir dimanfaatkan untuk kepentingan petahana dan koalisi pendukung. 

Sadar atau tidak, sebenarnya Erick Thohir sudah terperangkap dalam permainan cerdik politik Jokowi. Namun jika ini yang diharapkan oleh Erick Thohir sendiri, maka dia berhasil memperolehnya.

Sebagai catatan pengingat, Jokowi memilih Ma'aruf Amin karena ingin menargetkan suara dari NU dan ummat Islam secara umum. Ma'aruf Amin dianggap sebagai "nabi" ummat Islam Indonesia yang apapun dikatakan oleh Ma'aruf Amin ummat islam akan setuju-setuju saja dan ikut, apalagi waktu itu Ma'aruf Amin menjabat sebagai Rais Am NU dan Ketua MUI. 

Tapi apakah benar ummat Islam akan menerima begitu saja "sabda" Ma'aruf Amin? Jokowi memang cerdik dalam menimbang selera politik. Meskipun keputusan menjadikan Ma'aruf Amin sebagai cawapres menjadi kejutan politik, sebagaimana kejutan juga yang dibuat oleh Prabowo dengan menggandeng Sandiaga Uno bukan UAS.

Tampaknya adu strategi pemenangan antar kedua kubu akan terus berlangsung. Jika diilustrasikan seperti petandingan sepak bola, maka strategi Jokowi menunjuk Erick Thohir memiliki indikasi target bahwa ingin mencuri poin di kandang lawan. Apa maksudnya?

Sederhananya adalah pertama; Jokowi ingin memecah konsentrasi Sandiaga Uno dalam memainkan isu pemilih millennial. Untuk itu Sandiaga kemudian diadu dengan Erick Thohir yang head to head sangat sepadan. Apalagi diketahui bahwa mereka sudah bersahabat sejak lama. Sangat kebetulan ini seperti kita mengadu domba dua sahabat baik yang sebelumnya mereka selalu bersama dalam suka dan duka. 

Strategi ini bagaikan memberi racun kepada musuh namun melalui tangan sahabatnya. Jadi kita akan mengambil keuntungan besar tanpa perlu tangan kita kotor. Apakah dalam politik dibolehkan? Jawabannya sah-sah saja. Beretikakah politik semacam itu? Jawabanya ada di kalian masing-masing.

Kedua; Jokowi ingin memecah konsolidasi suara calon pemilih millennial yang sedang dibangun oleh Sandiaga Uno. Memang tidak dapat dipungkiri kalau nama Sandiaga Uno memiliki tempat tersendiri dihati para anak muda Indonesia.

Bahkan sebelum dirinya terjun ke dunia politik dan sukses menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno sudah sering memberikan kuliah umum dan menghadiri seminar-seminar di kampus-kampus. Sehingga nama Sandiaga Uno sudah sangat dikenal oleh para mahasiswa dan anak muda. 

Apalagi Sandiaga Uno sering dicontohkan sebagai anak muda yang sukses berwirausaha bagi anak-anak muda Indonesia. Artinya memang dia sudah dekat dengan generasi millennial. Belum lagi gaya hidupnya yang sangat dikagumi oleh generasi yang aktif menerapkan pola hidup sehat, berolah raga, dan berprestasi.

Nah, tentu saja hal itu merupakan ancaman bagi kubu Jokowi-Ma'ruf Amin dalam mempertahankan suara pemilih millennial yang sudah mereka miliki, misalnya dari para ahoker, partai PSI, dll. Maka di sinilah Jokowi memainkan seorang Erick Thohir untuk merebut suara calon pemilih millennial dari kubu Sandiaga.

Dengan begitu, Jokowi dan kubunya dapat menggerus suara dari kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan masuk menjadi pemilih dirinya. Mungkinkah? Selalu ada kemungkinan.

Salam.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun