'Jika ada kemauan pasti ada jalan' peribahasa itulah pertama kali "diimani" oleh Syafaat (51) Panglima Laot (ketua adat laut) lhok Kuala Cangkoi, Ulee Lheu Kacamatan Meuraxa Kota Banda Aceh untuk mengajak beberapa anggota kelompok nelayan terjun ke dunia budidaya ikan Kerapu.Â
Berawal dari pengalaman pribadinya sebagai nelayan kecil yang hanya memiliki sebuah boat mesin tempel. Dimana setiap hari harus pergi melaut untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Dan kadang-kadang tidak membawa hasil tangkapan. Membuat ia harus berpikir keras bagaimana caranya untuk menutupi biaya kehidupan sehari-hari.Â
Apalagi jika cuaca buruk, angin kencang melandai pantai barat Aceh. Otomatis para nelayan tidak bisa pergi melaut. Kalau sudah seperti itu, maka mereka harus mencari sumber pendapatan dari pekerjaan lain yang bisa mereka lakukan. Ada sebagian dari mereka yang bekerja sebagai buruh bangunan, ada yang berjualan atau berdagang kecil-kecilan. Yang penting asap dapur tetap mengepul.Â
Karena ketidakpastian yang demikian tinggi yang dialami oleh para nelayan yang tergabung dalam organisasinya, termasuk ia sendiri. Maka muncul sebuah ide untuk menciptakan usaha budidaya ikan Kerapu sebagai alternatif sumber pendapatan, selain melaut atau usaha penangkapan ikan.Â
Ide tersebut muncul karena mereka melihat didaerah Kuala Cangkoi, tempat mereka sehari-hari melintasi saat pergi melaut, cocok untuk budidaya ikan. Lalu mereka berpikir, mengapa tidak dimanfaatkan saja potensi yang ada?Â
Lalu ia pun mengadakan rapat dengan beberapa anggota kelompok nelayan. Namun apa yang terjadi? Diluar dugaan, ternyata ide itupun disambut secara positif oleh teman-teman yang lain. Akhirnya mereka sepakat secara bersama-sama untuk mulai membangun usaha budidaya ikan kerapu.Â
Kini usaha budidaya dengan keramba jaring apung sudah berjalan dengan baik. Bahkan telah banyak memberikan keuntungan. Sekiranya dari dulu mereka jeli melihat peluang usaha ini tentu sudah mereka lakukan sejak awal. Sehingga tidak perlu pergi melaut, apalagi resiko usaha penangkapan ikan lebih tinggi daripada budidaya seperti ini.Â
Dengan modal saat pertama kali sangat terbatas dan hanya mampu mengelola beberapa petak saja. Namun sekarang  usaha tersebut telah berkembang. Jumlah keramba pun sudah semakin bertambah seiring meningkatnya keuntungan yang diperoleh.Â
Jika dilihat dari jumlah produksi yang terus naik, dan harga jual yang stabil. Mereka sangat yakin usaha budidaya ikan kerapu keramba jaring apung dapat diperluas hingga beberapa hektar. Saat ini usaha tersebut mengantongi izin dari Pemkot Banda Aceh seluas 2 ha.Â
Rata-rata produksi setiap periodenya mencapai 1-2 ton. Terdiri dari 9 petak keramba. Itupun dilakukan penebaran model rotasi, atau bisa panen setiap bulan walaupun hanya 2 petak kolam saja.Â
Dengan panen sebanyak itu, mereka mendapatkan omzet hingga 15-20 juta rupiah. Setiap masa panen biasanya pembeli langsung mengambil ikan ke kolam. Untuk penentuan harga, mereka memutuskan melalui proses tawar menawar. Dan sistim pembayaran yang selalu disepakati adalah cash and carry atau sistim tunai.Â
Akhirnya nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama di bawah binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Banda Aceh tersebut telah menikmati hasil usaha yang telah dilakukan bersama. Untuk pergi melaut menangkap ikan pun telah jarang mereka lakukan.Â
Inilah yang disebut dengan diversifikasi usaha nelayan. Melalui penciptaan sebuah kegiatan usaha baru, nelayan tidak terlalu bergantung pada penangkapan ikan saja, yang resiko atau ketidakpastiannya lebih tinggi. Apalagi jika musim angin tiba. Sudah pasti nelayan harus menambatkan perahunya dipinggir-pinggir pantai.
Jika demikian kondisinya, maka biasanya nelayan terjebak untuk hutang kepada toke atau juragan. Kalau tidak, bagaimana mungkin mereka bisa memenuhi kebutuhan keluarga sementara pendapatan lain tidak ada.Â
Ini pula yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Kesejahteraan nelayan harus lebih baik dan meningkat. Tidak seperti sekarang ini, nelayan seperti tidak ada yang peduli. Belum lagi kebijakan pemerintah yang aneh-aneh soal kelautan dan perikanan.Â
Semoga kedepan nasib para nelayan kecil di Indonesia menjadi prioritas kebijakan. Sehingga masyarakat pesisir tidak selalu identik dengan kemiskinan, keterbelakangan, terisolir, dan daerah tertinggal. Padahal negara Indonesia luas lautnya 2/3 dari daratan. Tapi kok nasib nelayan dan masyarakat pesisir tidak pernah maju.Â
Salam.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H