Sejumlah pemuda yang masih menempuh pendidikan di bangku kuliah di sebuah desa di kawasan Aceh Besar tergolong kreatif dan produktif. Dengan kemauan mereka sendiri mau memanfaatkan waktu dan lahan yang ada untuk melakukan kegiatan usaha yang menghasilkan. Pemuda Desa Dham Pulo Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar membudidayakan ikan lele di kolam tanah dan kolam beton. Bahkan dengan aktivitas pemuda desa tersebut, kini kampung mereka dikenal dengan Gampong Lele.
Mengapa Lele?
Salah satu jenis komoditas perikanan darat di Kabupaten Aceh Besar yang paling dominan dan berkembang pesat dalam dua tahun terakhir adalah budidaya (baik pembenihan maupun pembesaran) ikan lele, atau lebih tepatnya ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).Â
Lele dumbo berasal dari benua Afrika. Semula ikan ini diperdagangkan  sebagai ikan hias. Menurut catatan, lele dumbo telah dipelihara oleh masyarakat Indonesia sejak awal tahun 1980.Â
Pada waktu itu, lele dumbo telah banyak ditemukan sebagai ikan hias di akuarium-akuarium rumah tangga. Sejak pertengahan tahun 1990, ikan lele dumbo mulai dipelihara di kolam-kolam sebagai ikan konsumsi. Keistimewaan ikan lele dumbo adalah tahan hidup dan tumbuh baik di perairan yang kualitas airnya jelek.Â
Bahkan lele dumbo mampu bertahan hidup dalam perairan yang telah tercemar sekalipun. Keistimewaan lain lele dumbo adalah mudah dikembangbiakkan, pertumbuhannya relatif cepat, mudah beradaptasi, serta esien terhadap aneka macam dan bentuk ataupun ukuran pakan yang diberikan.
Di Kabupaten Aceh Besar, dalam  dua tahun yang lalu masih banyak petani yang enggan berbudidaya ikan lele. Selain karena masih sedikit orang yang mengkonsumsinya, nilai ekonomisnya juga masih kalah tinggi  dibandingkan dengan ikan gurami atau ikan karper (ikan mas).Â
Pembudidaya bisa memetik keuntungan yang relatif besar dari usaha budidaya ikan lele yang dilakukannya. Selain dijual dalam ukuran siap konsumsi, ikan lele juga bisa dijual dalam bentuk benih.Â
Permintaan benih biasanya datang dari para petani atau mereka (mitra tani) yang ingin membuka usaha pembesaran ikan lele. Keadaan inilah yang membuat prospek usaha budidaya ikan lele di Kabupaten  Aceh Besar semakin menjanjikan, baik usaha pembenihan maupun pembesarannya.
Budidaya ikan lele di Kabupaten Aceh Besar selama ini telah banyak yang menerima kredit dari perbankan/lembaga keuangan lainnya, terutama  Bank BRI, dan BPR. Pinjaman yang dapat diberikan oleh perbankan untuk usaha ini dapat berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja. Untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang kegiatan budidaya pembesaran ikan lele.Â
Lokasi budidaya ikan lele di Kabupaten Aceh Besar secara umum tersebar di beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Besar (tersebar di 5 kecamatan). Namun dari 5 kecamatan tersebut, yang paling banyak berlokasi di Kecamatan Kota Jantho dan Ingin Jaya.Â
Indikatornya antara lain adalah untuk usaha pembenihan, jumlah petani pembenih ikan lele paling banyak jumlahnya (6 kelompok dan 8 orang petani) dengan lahan paling luas dibandingkan kecamatan-kecamatan yang lain, yaitu seluas 10.900 m dari total luas lahan  19.700 m di Kabupaten Aceh Besar, dengan jumlah produksi benih adalah sebanyak 530.000 ekor bibit ikan lele dari total produksi benih ikan lele Kabupaten Aceh Besar  yang sebesar 957.000 ekor pada tahun 2016 (DKP Aceh Besar).Â
Adapun untuk produksi ikan lele konsumsi, pada tahun 2015 Kecamatan Kuta Baro menghasilkan sebanyak 30.000 kg ikan lele dari total produksi ikan lele konsumsi Kabupaten Aceh Besar yang sebesar 63.775 kg pertahun.Â
Alasan utama sebagian besar masyarakat melakukan budidaya ikan lele antara lain adalah perputaran uang untuk usaha lebih cepat dengan rentabilitas relatif tinggi, risiko budidaya relatif kecil, serta kecenderungan pola makan masyarakat yang bergeser pada bahan pangan yang sehat, aman dan tidak berdampak negatif terhadap kesehatan menjadi stimulan bagi peningkatan permintaan ikan termasuk ikan lele.
Di Kecamatan Kuta Baro terdapat 5 lokasi budidaya ikan yang mencakup 3 kelompok pembudidaya ikan dengan jumlah anggota sebanyak 30 orang dan luas lahan 1.600 m (data tahun 2015). Â
Pola budidaya pembesaran ikan lele di Kecamatan Kuta Baro umumnya sudah dilakukan secara alami namun sebagian besar telah menggunakan kolam permanen/tembok dan dilakukan kegiatan pemupukan secara kimiawi dan teknik-teknik budidaya semi modern.Â
Pada sebagian besar petani, budidaya pembesaran ikan lele telah diintegrasikan dengan pemeliharaan ternak kambing dan sapi, sehingga dari peternakan mereka dapat dijadikan sebagai pendapatan tambahan.
Selama ini pemberian kredit untuk pengembangan usaha budidaya pembesaran ikan lele di Kabupaten Aceh Besar sudah dilakukan oleh beberapa perbankan/lembaga keuangan lainnya, antara lain Bank BRI, Bank BPR baik kantor cabang maupun kantor unitnya.Â
Pinjaman yang dapat diberikan oleh perbankan untuk usaha ini dapat berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja. Namun bank-bank tersebut belum memiliki skema pinjaman khusus untuk usaha budidaya ikan lele. Adapun untuk Bank BRI Darussalam, skim kredit yang diberikan untuk membantu pengembangan usaha ini adalah melalui Kupedes.
Kriteria yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan analisis kredit/pembiayaan kepada nasabah adalah 5C, yaitu character (watak), capacity (kemampuan), capital (permodalan), collateral (jaminan) dan condition (kondisi).
Permintaan terhadap ikan lele dan  produk perikanan lainnya dalam lima  tahun terakhir meningkat di Banda Aceh dan Aceh Besar. Disamping itu, sekarang ini sedang terjadi perubahan kecenderungan konsumsi masyarakat Aceh dari protein hewani ke protein ikan dan masyarakat Aceh suka makan ikan.
 Komoditi perikanan  lele merupakan komoditi  ikan air tawar dan permintaannya terus meningkat rata-rata 5 persen per tahun. Kebutuhan ikan lele pada tahun 2016 untuk pasar lokal berjumlah 500 ton per tahun. Tujuh puluh persen nilai tersebut dikonsumsi untuk pangan yang dijual melalui rumah makan atau dibeli oleh rumah tangga.
Konsumsi ikan masyarakat Aceh diperkirakan akan meningkat mencapai 75 persen dari potensi sumberdaya ikan. Sedangkan jumlah yang diperbolehkan ditangkap adalah 80 persen. Apabila seluruhnya dipasok dari hasil penangkapan, maka kelestarian dari produksi tangkap benar-benar akan terancam apabila tidak dilakukan pengendalian.
Oleh karena itu di masa mendatang pasokan ikan dari aktivitas budidaya sangat diharapkan. Potensi produksi budidaya di perairan umum, kolam air tawar, saluran irigasi Krueng Aceh, seluas 13.000 ha.
Dengan tren pasar yang semakin bagus mendorong produktivitas usaha pemuda tersebut semakin produktif. Modal yang ada dapat memacu perputaran dengan cepat. Hal ini memberikan jumlah pendapatan yang semakin bertambah. Rata-rata penghasilan mereka setiap periode berkisar Rp38.000.000,- dengan produksi 500 kg per siklus.Â
Meskipun penghasilan mereka tidak terlalu besar, namun para pemuda tersebut tetap konsisten dan semangat mengelola usaha bersama, apalagi dengan dukungan keluarga dan masyarakat demikian besar semakin membuat mereka bersemangat. Nah spirit itulah yang patut menjadi contoh bagi pemuda Indonesia dalam menyalurkan kreativitas dan waktu luang yang ada.
Dengan mereka memiliki kegiatan yang positif, maka mereka dapat terhindar dari pengaruh negatif lainnya. Terbukti pemuda desa tersebut tidak mengkonsumsi narkoba, tidak terlibat kriminal dan tawuran. Sehingga mereka nanti suatu saat bisa menjadi pemuda yang siap memimpin bangsa ini.
Salam.[]Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H