Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bijak Menyikapi Hasil Pilkada, Rangkul yang Kalah

28 Juni 2018   22:28 Diperbarui: 28 Juni 2018   22:47 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pesta demokrasi daerah baru saja usai dilaksanakan, rakyat benar-benar bergembira dan bersuka cita. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (provinsi/kab/kota) serentak terbilang lancar, tertib dan damai. 

Kesuksesan tersebut tidak terlepas karena dukungan semua pihak, pemerintah, partai politik, aparat keamanan, KPU, Bawaslu, Tokoh masyarakat (nasional/daerah), ormas, LSM, OKP, media (pers), akademisi, pengamat politik, dan seluruh komponen masyarakat Indonesia. 

Secara kasat mata hampir tidak ada peristiwa yang sangat mengganggu hari pemungutan suara, ancaman teror yang dikuatirkan bisa terjadi namun prediksi tersebut meleset total. Justru sebaliknya, suansa sangat damai dan kondusif. 

Sepantasnya kita mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat yang telah mendukung dan berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan Pilkada serentak pertama kali diadakan ini, sehingga proses politik lima tahunan dapat berjalan lancar dan damai.

Terlepas dengan pesta demokrasi rakyat Indonesia, nun jauh disana tempat digelarnya pesta sepak bola dunia. Di negara Rusia, tim-tim nasional tangguh berbagai benua berjibaku luar biasa merebut kemenangan demi mengharumkan nama negaranya dalam kancah persepakbolaan dunia. 

Dengan menjunjung tinggi semangat sportivitas, para pemain timnas negara-negara peserta mampu membuat permainan sepak bola menjadi tontonan yang menarik. Bahkan seperti kita sedang menyaksikan sebuah pagelaran seni yang penuh emosi dan membuat penonton larut dalam sebuah harmoni. 

Ditengah hiruk pikuk piala dunia, jutaan mata rakyat Indonesia tertuju ke Rusia. Seakan-akan rakyat mendapatkan hiburan yang membuat mereka bahagia meskipun yang mereka dukung tidak ada satu pun pemain tim nasional Indonesia. Namun rakyat rela dan setia.

Sehingga penyelenggaran piala dunia memberi pengaruh positif terhadap pilkada serentak Indonesia. Sambil menyaksikan permainan tim kesayangannya, rakyat Indonesia dapat mengambil pelajaran bagaimana arti kekalahan dan kemenangan dari sebuah kompetisi kelas dunia. 

Kita telah menyaksikan tim juara bertahan piala dunia yang dipaksa menundukkan kepala oleh kekuatan dan semangat juang tim papan bawah dalam kasta piala dunia. Ya, Jerman yang diunggulkan bakal menjuarai piala dunia kali ini ternyata terkulai lemas tak berdaya didepan suporter Korea Selatan. 

Siapa sangka Korea Selatan yang bemateri pemain biasa saja, tidak mereka miliki pemain bintang sekelas Ozil, Messi, apalagi Ronaldo namun dapat membalikkan kenyataan, memukul Jerman dengan skor 2-1 dan mengirimkan mereka pulang ke kampung halamannya. 

Nah, jika kita sebagai penikmat sepak bola, fenomena Jerman kontra Korea merupakan sebuah seni permainan bola. Bahagia, marah, emosi, sedih, boleh-boleh saja. Akan tetapi kita mesti sadar bahwa itu hanyalah kompetisi. Kalah bukanlah kiamat dan yang menang pun tidak dapat menjadi pemilik dunia. Dua-duanya hanya sebagai pemeran saja. 

Begitulah makna sepak bola piala dunia yang kemarin sama-sama berlangsung dengan pilkada, ada yang menang dan ada pula yang kalah, itu adalah hal yang biasa. Tugas mereka sebagai orang dewasa tentu saja bagaimana merima segalanya secara sportif dan bijaksana apapun hasil yang diterima. 

Apalagi dalam beberapa hari ini, para kontestan yang secara quick count dinyatakan sebagai peraih suara terbanyak dan karenanya diprediksi memenangkan pilkada, tentu bersama pendukungnya menyambut gembira hasil perhitungan suara, penuh suka ria. Nah lalu bagaimana dengan mereka yang kalah? 

Jerman tidak murka karena Korea berpesta didepan mata mereka, begitu juga Korea memahami suasana hati lawan tandingnya. Lalu hasilnya kita lihat, kalah dan menang, kedua tim masih sama-sama menjaga tali rasa. Begitulah mental bijak sang para jawara. 

Hendaknya seperti itu pula yang dipertontonkan para kontestan peserta pilkada, ulurkan tangan, raih dengan lembut tangan mereka yang kalah dalam pertarungan pilkada, rangkullah mereka sambil menyambung tali rasa dan memahami rasa kecewa yang ada. 

Dengan cara demikianlah Indonesia ini bisa berjaya. Bahkan bukan tidak mungkin sepuluh atau dua belas tahun mendatang kita dapat meramaikan pesta sepak bola piala dunia. Timnas Garuda akan merumput bersama tim-tim Eropa, Amerika, Afrika, Asia, Australia, Parsia dan Saudi Arabia. Itulah pelajaran berharga dari sepak bola dan pilkada. 

Salam.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun