Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mudik, THR dan Persepsi Harga Diri Masyarakat Urban

11 Juni 2018   07:21 Diperbarui: 11 Juni 2018   09:36 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Hari-hari ini banyak pertanyaan yang kita terima, kapan mudik? Atau mengapa belum mudik? Pertanyaan ini datangnya bisa dari siapa saja, ntah itu teman, kerabat, tetangga bahkan keluarga sendiri. 

Hampir semua pertanyaan selalu diakhiri dengan mudik atau dirangkai dengan kata mudik. Lalu apa itu mudik? Saya memahami mudik sebagai istilah pulang kampung. Konon di beberapa daerah lebih familiar menggunakan istilah pulang kampung. 

Namun pulang kampung yang akan dilakukan dalam dua hari kedepan berbeda dengan istilah pulang kampung hari-hari biasa sebelumnya. Mengapa beda? Tentu saja beda, pulang kampung dalam konteks mudik semangatnya tidak sama dengan semangat pulang kampung pada waktu lainnya. 

Sehingga mudik hanya ada saat lebaran. Dan lebaran itu hanya ada setelah puasa ramadan. Dengan demikian saya memahami mudik adalah pulang kampung saat lebaran atau untuk lebaran. 

Saya tidak tahu sejak kapan atau darimana dan siapa pertama kali mengenalkan istilah mudik di Indonesia. Tetapi saat ini, mudik tersebut sudah menjadi kata-kata yang selalu diucapkan dan dikaitkan dengan pulang kampung saat lebaran bahkan sudah menjadi budaya orang Indonesia selalu mudik menjelang hari raya. 

Pentingkah mudik? Bila ditinjau dari istilah bahasa, maka mudik itu penting dilakukan. Apalagi mudik tersebut hanya berlaku bagi orang diperantauan (artinya orang di kampung ya tidak perlu mudik tho). Bayangkan, sudah sekian lama pergi meninggalkan kampung halaman untuk mencari penghidupan di negeri orang, tentu saja sangat merindukan untuk mudik. 

Kata orang tidak ada yang lebih indah dan menyenangkan melainkan kampung halaman sendiri, meskipun bagi orang lain kampung halaman kita tidak sehebat kampungnya. Namun bagi kita, kampung halaman adalah segalanya, bagaikan surga dunia. Apalagi bila kita mengingat masa-masa kecil kita bersama teman-teman di kampung, wah... Sungguh tak terlupakan. 

Anda boleh hebat diperantauan, suskes dan jaya di kota. Namun itu semua tidak bermakna bila kita tidak diterima oleh warga di kampung halaman kita sendiri. Kemuliaan di kampung kita sendiri jauh berbeda dengan kemuliaan bersama orang-orang di kota. Ikatan kebatinan tidak kuat. Oleh sebab itulah jangan pernah melupakan kampung kelahiran. 

Mulut boleh berkata bahwa tidak mudik pun tidak apa-apa, tapi yakinlah, dalam hatinya pasti ada rasa luka yang tergores mana kala kita tidak bisa mudik, berkumpul bersama keluarga besar dan saling berbagi rasa saat lebaran tiba. Banyak orang yang tidak mampu menahan air mata saat mereka tidak kuasa melangkahkan kakinya untuk mudik.  Ntah sebabnya tidak ada libur kerja atau tidak mempunyai dana. Yang pasti sedihnya luar biasa. 

Mudik bisa dikatakan harga diri bagi mereka yang hidup di kota, dengan mudik berarti isyarat memiliki uang (dana) hasil berusaha. Pertanda pula suskes membangun kehidupan di rantau orang. Tidak mampu mudik karena tidak memiliki uang, memang sedikit merasa malu dengan kerabat dan tetangga di kampung halaman. Apalagi saat mereka bertanya, mengapa tidak pulang? 

Oleh karena itu, mudik merupakan momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh mereka yang tidak mau kehilangan muka dari kerabat keluarga. Segala sesuatu sudah disiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Maka lihatlah, bagaimana antusiasnya masyarakat kota perantauan menyambut tradisi mudik setiap tahunnya. Luar biasaaa! 

Hingga bahkan tidak peduli dengan nyawa sekalipun, berebut tempat di kereta, ada yang nekad pakai motor (honda, yamaha) dengan penumpang yang sangat banyak, tidak peduli. Yang penting bagaimana caranya bisa tiba di kampung halaman dan kumpul bersama sanak keluarga. Begitulah makna mudik bagi masyarakat Indonesia. 

Menjelang H-3 lebaran, peserta mudik kian mengular dijalan raya dan bandara. Kereta sudah penuh dan kehabisan gerbong, tiket ludes terjual. Kota pun mulai sepi dan terasa hampa, laksana kota tua yang tiada penghuninya. Namun tiba-tiba desa menjadi seperti kota yang ramai dengan penduduknya. Maka jadilah desa sebagai primadona. 

Hati masyarakat desa pun sangat bahagia menanti saudara, sanak keluarga tiba. Bagaikan musafir yang mendapatkan air untuk melepas dahaga, begitulah mereka ingin melepas rindu yang lama tersimpan.  Orang kota disambut dengan mulia, dinantikan dengan penuh suka cita. 

Bagi masyarakat di desa, kepulangan saudara-saudara dari perantauan berarti mereka menganggap hubungan masih ada. Apalagi jika yang mudik membawa cerita bahagia, memberikan sedikit tunjangan hari raya. Tentu saja sangat membantu meringankan beban yang ada. 

Memang tidak salah, kalau masyarakat urban dinilai lebih mulia dari mereka yang tidak mau keluar desanya untuk hidup mandiri diperantauan. Tidak sama nilainya antara mereka yang sukses di kota sebagai perantau dengan mereka yang didesa dan tidak kemana-mana. Itulah persepsi masyarakat kita. Maka kalau di daerah saya, tidak pergi merantau dianggap sebagai orang yang tidak punya nyali dan kelas dua. 

Mereka yang pulang dari rantau atau mudik, sangat dimuliakan apalagi jika mereka mampu berbagi rezeki dan menyumbang bagi warga yang membutuhkan saat mereka di kampung. Derajatnya semakin baik di mata masyarakat. Ini memang budaya yang barangkali bisa tidak sama antara satu desa dengan lainnya. 

Tetapi yang ingin saya sampaikan, mudik kini sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia di perantauan. Dengan semangat menyambut lebaran bersama keluarga besar tercinta, masyarakat urban pun rela menghabiskan sumber daya apa saja, yang penting bisa sampai di desa, kampung halamannya.

Mudik, THR dan sambutan mulia warga desa telah menambah budaya dan tradisi kita dalan melewati lebaran setiap tahunnya. Dan mudik yang membahana seantero dunia hanya ada di Indonesia. 

Selamat mudik, berhati-hatilah dijalan, patuhi aturan lalu lintas demi keselamatan dan kenyamanan bersama. Jangan lupa jaga kesehatan dan stamina agar sesampai di desa Anda tetap bugar dan ceria. Selalu berbagi dengan mereka yang tidak punya walaupun hanya sebait doa. Itu sudah lebih dari cukup apalagi jika bisa memberikan mereka Tunjangan Hari Raya (THR) tentu luar biasa. 

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun