Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi Unik Adat Perkawinan Suku "Aneuk Jamee" Aceh

5 Juni 2018   06:11 Diperbarui: 5 Juni 2018   19:53 5753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.seputarpernikahan.com

Tahukah Anda Aceh memiliki banyak suku? Dengan jumlah 23 kabupaten/kota di Aceh, terdapat hampir 100 suku atau etnik yang mendiami bumi tanah rencong, yang secara teritorial mulai dari Aceh Tamiang (perbatasan dengan Sumut) sampai Kota Sabang yang berbatasan dengan laut negara luar.

Dari beragam etnik tersebut tentu saja mempunyai berbagai macam adat, budaya dan tradisi khas pula dari setiap suku yang ada. Misalnya tradisi tentang adat pernikahan yang berlaku pada suku Aneuk Jamee yang ada di Aceh Selatan.

Didalam adat Aneuk Jamee, pernikahan atau mencari jodoh adalah kewajiban setiap orangtua mereka, baik laki-laki maupun perempuan. Meskipun pilihan anak juga tidak ditolak, asalkan memenuhi syarat agama dan dikenal keturunannya oleh orangtuanya. Namun pada umumnya dalam masyarakat suku Aneuk Jamee, orang tualah yang menentukan jodoh anaknya.

Setelah kedua orang tuanya menetapkan pilihan, kemudian meminta pertimbangan dari mimiek mamak (nenek). Selanjutnya baru dilakukan adat perkawinan seperti ini:

Merisik

Dalam bahasa umum, merisik itu seperti mencari informasi. Tugas merisik ini biasanya dilakukan oleh orang yang berpengalaman, bijak dan dipandang baik dalam masyarakat. Mencari informasi secara diam-diam terhadap keluarga yang akan dipinang.

Orang tersebut dipilih sebagai perantara (Bahasa Aceh: seulangkei) karena disegani dan dihormati serta mengerti adat. Perantara ini bertugas untuk menjumpai orangtua dari si gadis untuk menyampaikan maksud dari orang tua sang pemuda.

Sinyal pinangan diterima biasanya orang tua si gadis tidak langsung menjawab hari itu juga, namun meminta waktu untuk membicarakannya lebih dulu dengan niniek mamak mereka. Tetapi bila pinangan si pemuda ditolak, maka orangtua gadis langsung mengatakan bahwa anak gadisnya telah ada yang punya atau dia belum ingin berumah tangga, atau dengan mengatakan ingin melanjutkan pendidikan dulu.

Selanjutnya keluarga gadis tersebut mengadakan rapat keluarga beserta niniek mamak guna mendapatkan pertimbangan berkenaan dengan gadisnya yang dilamar orang. Dalam rapat tersebut biasanya dibicarakan juga tentang keluarga si pemuda, sehingga didapatkan asal-usul si pemuda secara jelas, apakah berasal dari keluarga baik-baik, bagaimana akhlak dan budi pekertinya.

Akhir rapat keluarga diharapkan jika orang tua yang bersangkutan telah setuju, maka niniek mamak juga harus menyetujuinya sepanjang tidak ada hal-hal yang merendahkan martabat keluarga besar mereka.

Tepat pada hari yang dijanjikan seulangkei (perantara) kembali ke rumah si gadis untuk mendapatkan kepastian atas pinangan dari si pemuda. Bila diterima, maka akan dibicarakan tentang cara pelaksanaan adat berikutnya seperti; menikah, (tentang jenis menikah apakah nikah serumah atau nikah hantabahanta), tentang tanda dohai atau tanda suruk, tentang jadwal bahanta, manando, nikah, bahanta mampulai, hari menjelang, dsbnya.

Semua pembicaraan tingkat merisik hanya diketahui oleh kalangan orang tua dan niniek mamak, karena belum duduk rapat seluruh keluarga dan orang sekampung.

Menendai (Meminang)

Pada hari disepakati tiba, pihak orangtua si gadis mengundang seluruh ahli famili sehubungan dengan datangnya rombongan menendai. Rombongan menendai yang terdiri dari wanita semua datang ke rumah orangtua si gadis dengan membawa bungkusan adat berisikan sirih.

Kepala rombongan menyatakan maksud kedatangan mereka yaitu menendai (meminang) anak gadis rumah ini. Kedua belah pihak melalui orang yang ditugasi untuk saling berbalas pantun.

Dengan selesainya acara menendai berarti pihak orang tua gadis telah menerima pinangan, namun belum ada kepastian menurut adat sebelum dilaksanakan maulue tando.

Maulue Tando

Adat maulue tando yaitu membawa tanda pertunangan yang ditandai dengan datangnya orang-orang tua adat pihak si laki-laki. Rombongan maulue tando membawa cerana adat yang berisikan sebentuk cincin tanda pertunangan.

Mereka disambut secara terhormat dan dipersilakan duduk berhadapan dengan kepala kampung, niniek mamak serta orang tua adat yang memang menunggu mereka. Setelah duduk istirahat sejenak, ketua rombongan memulai pembicaraan dengan maksud menyerahkan tanda yang dibawa mereka.

Upacara maulue tando diakhiri dengan pembacaan doa dan makan nasi tuai (nasi ketan berkuah) bersama. Dengan selesainya acara tersebut, maka hubungan kedua calon pengantin tersebut menjadi resmi. Selama pertunangan kedua pasangan tersebut harus saling menjaga diri, waspada dan mendapat pengawasan ketat dari orang tua.

Pakat (Mufakat)

Ada dua macam mufakat sehubungan dengan perkawinan dalam masyarakat suku Aneuk Jamee; yaitu pakat tuwo (pakat orang tua) dan pakat ramai (dengan orang ramai). Pakat tuwo adalah musyawarah niniek mamak serta ahli famili, musyawarah yang penting dan wajib diadakan.

Pakat tuwo ini mengharapkan agar niniek mamak dan semua ahli famili ikut serta dalam pelaksanaan pesta perkawinan tersebut. Untuk menyampaikan undangan pakat tuwo, maka diutuslah seorang wanita dari anggota famili untuk menjumpai semua niniek mamak dan famili dengan membawa cerana sirih untuk memberitahukan rapat itu.

Dalam pakat tuwo tersebut pihak keluarga menunjuk seorang juru bicara untuk menyampaikan maksud pakat dan pelaksanaan acara perkawinan serta mengharapkan pertolongan yang dapat diberikan oleh sanak famili.

Sedangkan pakat ramai adalah musyawarah dengan kepala adat, imam dan warga kampong serta handai tolan. Dalam acara ini juru bicara mewakili niniek mamak menyampaikan rencana perkawinan kepada seluruh para hadirin dengan maksud agar dapat dibantu dalam penyelenggaraannya nanti.

Malam Berinai  

Sebelum diberi inai, calon pengantin dipeusijuek (tepung tawari sambil dibacakan doa) oleh keluarganya. Suasana malam berinai itu dimeriahkan dengan acara kesenian seperti; bakaba, ratoh, rantak kudo, dll.

Upacara berinai dilakukan pada tiga atau empat malam sebelum akad nikah dilangsungkan. Berinai ialah mewarnai jari jemari, telapak tangan, dan kaki calon pengantin perempuan dengan daun pacar. Berinai ini dilakukan oleh beberapa orang wanita tua, dan ditemani oleh wanita-wanita sebaya pengantin (teman akrabnya).

Para ibu-ibu atau wanita lainnya sibuk mempersiapkan ruang tempat acara duduk pelaminan dilakukan. Ruang pengantin tersebut dihiasi dengan langi-langit (tirei) seindah mungkin dan dihiasi pula tempat tidur pengantin dengan kain-kain sulaman dan pernak pernik khas masyarakat suku Aneuk Jamee.

Pelaminan yang dibuat dapat pula memberikan gambaran tentang besarnya pesta yang akan dilangsungkan. Bila pelaminan disusun dengan merancu tunggieng balik, yang runcing ke atas seperti piramida pertanda pada pesta disembelih kerbau. Bilah dihiasi hanya menggantungkan tirei dan langit-langit saja menandakan bahwa untuk pesta hanya disembelih kambing saja.

Terima Mampulai

Upacara terima mampulai ialah upacara tibanya pengantin pria ke rumah pengantin wanita untuk menikah dan peresmian perkawinan. Upacara ini merupakan acara puncak dalam rentetan adat perwakinan didalam masyarakat Aneuk Jamee.

Pengantin pria diantar beramai-ramai oleh kepala desa, teungku imum, niniek mamak, warga kampong dan teman-teman dari pengantin itu yang terdiri dari pria dan wanita. Waktu mengantar mempelai biasanya dilakukan pada malam hari.

Mempelai menggunakan pakaian adat dan dipayungi dengan payung berwarna kuning. Rombongan dibagi kedalam beberapa kelompok masing-masing, termasuk didalamnya rombongan pemukul gendang.

Beberapa meter dari depan rumah pengantin mulailah tarian dan pukulan gendang bergema, kemudian disambut dengan tarian gelombang dari pihak dara baro (pengantin wanita), sampai pengantin pria dijemput didepan pintu pagar rumah dara baro dan dibawa kedalam didudukkan pada pelaminan yang telah disiapkan.

Sesampai di dalam rumah, dan pengantin disilakan duduk pada tempat yang telah disediakan, acara selanjutnya kepala kampong selaku ketua adat menyerahkan cerana berisi mahar (biasanya sampai 10-20 mayam emas) dan bawaan lainnya kepada kepala desa setempat untuk diperiksa dan diteruskan kepada penghulu atau khadi (petugas nikah) dan prosesi nikah.

Pada sesi terakhir acara, kepala desa dari pihak linto baro (pengantin pria), menyerahkan mempelai kepada kepala desa setempat. Kemudian linto dibawa ke ruang tengah dengan melalui kain kuning terbentang dan diinjakkan telur ayam.

Kaki mempelai dicuci oleh seorang tua dan setelah itu ia dinaikkan ke atas pelaminan yang disambut dengan bersalaman oleh calon isterinya. Dalam acara bersanding tersebut kedua mempelai makan bersama saling suap sampai tujuh kali dan disaksikan ole semua hadirin.

Malam Pertama

Di malam pertama, mempelai laki-laki dijemput oleh beberapa orang wanita tua dengan membawa bungkusan sirih adat. Mempelai itu dibawa ke rumah pengantin wanita dengan ditemani dua orang temannya.

Setibanya di rumah dara baro, mereka dipersandingkan dan makan bersama lagi. Selesai makan, kedua mempelai turun ke serambi muka untuk beramah tamah dengan teman-temannya dan tetangga terdekat.

Malam pertama ini, suasana dihiburi dengan berbagi permainan rakyat seperti, kaba sunggah banban, ratoh, debus, kasidah rebana, dll. Menjelang tengah malam, baru kedua pengantin baru tersebut  memasuki kamar tidur.

Telah menjadi adat, tradisi pula bahwa setiap mempelai laki-laki haru pulang ke rumahnya sebelum fajar, diantar oleh kawannya yang turut bermalam di rumah itu (hal ini hanya untuk satu malam saja).

Menjelang (Tueng Dara Baro)

Menjelang adalah mengantar pengantin wanita ke rumah mertuanya. Sehari sebelumnya, biasanya diantar dara baro diantar pada sore hari oleh beberapa orang wanita mengantarkan sirih gadang yang disebut dengan jamba ke rumah keluarga linto baro (pengantin pria), dan hal ini pertanda bahwa pengantin wanita akan datang menjelang besok siang.

Besoknya berangkatlah pengantin wanita yang didampingin oleh linto bersama rombongan yang terdiri dari kaum perempuan. Pengantin wanita berpakaian adat lengkap. Sesampainya di pintu pagar, mereka disambut oleh para wanita tua dengan suguhan sirih. Dekat tangga mereka dipeusijuek sebagai pertanda selamat datang.

Setelah masuk ke rumah, mereka dipersanding lagi di atas pelaminan. Selanjutnya diadakan acara teumeutuek, yaitu perkenalan antara niniek mamak dan ahli famili pihak linto baro dengan pengantin wanita. Setelah acara temeutuek selesai, dilanjutkan dengan acara penyerahan hadiah berupa piring makan selengkapnya kepada dara baro.

Untuk beberapa lama mereka tetap tinggal di rumah orang tua dara baro dan bahkan sampai melahirkan anak pertama. Ada pula yang terus menetap di rumah tersebut karena sudah disahkan menjadi milik mereka, seandainya mereka belum sanggup membangun rumah sendiri.

Begitulah ceritanya adat perkawinan suku "Aneuk Jamee" Aceh di Kabupaten Aceh Selatan. Jika Anda ingin menikah dengan mereka, datanglah dan pinanglah mereka dengan baik-baik secara adat, niscaya Anda akan menjadi Raja dihati mereka, hehehe. Wasalam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun