Kata-kata orang tua tersebut menghantuiku setiap hari, hampir berbulan-bulan aku memikirkannya. Semua terjadi sangat cepat, aku sudah tidak ingat lagi bagaimana, kenapa dan akhirnya aku memilih untuk kembali ke bangku kuliah. Kuputuskan untuk memilih jurusan sendiri dengan uang pas-pas, bahkan kurang, yang akhirnya di bantu oleh kekasihku yang sangat mendukung aku untuk kuliah lagi.
      Saat ini aku sudah berada di tahun ketiga bangku perkuliahan dengan pilihanku sendiri, semuanya berjalan lancar. Walaupun aku sudah tidak bersama kekasihku yang telah membuatku tersedak dan kubuat dia terdiam. Namun saat ini aku sudah bisa membagi waktu dengan kehidupan indieku, dan esok di tahun ke 4 aku yakin akan menyelesaikannya.
Datang dan Pergi
Cukup panjang, itulah kisahku dimana kemerdekaan selalu datang dan pergi. Ketika masa SD merdeka adalah dimana aku bisa bermain kemudian kemerdekaan itu pergi ketika aku harus belajar. Ketika masa SMP merdeka adalah dimana aku bisa bersenang-senang dengan teman kemudian kemerdekaan itu kembali pergi saat orang tuaku menjadi protektif. Ketika SMA, kemerdekaan itu hadir ketika aku dan orang tuaku sudah tidak lagi berkonflik kemudian kemerdekan itu pergi ketika aku harus berkonflik lagi dengan mereka.
Terus untuk apa kita merdeka jika ia akan pergi juga?
Seorang Biksu dari Thailand pernah berkata, kita hidup untuk mati.
Jangan terlarut akan suka karena duka akan datang.
Jangan terlarut akan duka karena suka akan datang.Â
Bagiku semua yang berkesan dan bermakna ialah proses diantara kedatangan dan kepergian, bukan ketika kita meraih kemerdekaan bukan juga ketika kita kehilangan kemerdekaan. Melainkan proses ketika meraih kemerdekaan dan proses kita kehilangan kemerdekaan.
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H