Kelulusan SMA menjadi salah satu pencapaian kebahagian hampir seluruh siswa SMA di Indonesia. Kelulusan SMA bagiku adalah lepasnya aku dari kepenatan pola pendidikan. Aku dapat bermain tanpa ada beban dan aku tidak harus melakukan rutinitas yang menyebalkan. Setelah lulus tentu aku mendaftar perguruan tinggi dan ternyata pola rutinitas ini terulang. Aku sama sekali tidak menuntut untuk memilih sebuah jurusan, karena aku pernah mendengar orang tuaku memberi penilai buruk pada sebuah jurusan yang notabenenya aku ingin disana. Hal itulah yang membuatku tidak meminta untuk memilih jurusan itu. Semua keinginanku aku pendam dan aku menuruti mereka.
Akhirnya aku masuk ke bangku perkuliahan dengan jurusan yang cukup populer. Tiga bulan menunggu masuknya perkuliahan tentunya tidak aku sia-siakan, aku membuat band dan bersenang-senang. Ketika tiba saatnya aku masuk ke perkuliahan, tanpa sadar aku menolak sistem yang ada. Aku datang dengan pakaian sesukaku, masuk sesuka hati, tidak pernah mengerjakan tugas. Salah satu dosen pernah memarahiku karena pakaianku tidak rapi, tentu hal itu aku balas dengan cara cukup sombong saat itu, yaitu menjawab semua pertanyan (kuis) yang dilontarkan oleh dosenku. Hal itu justru membuat dosenku marah hingga pada setiap kuis selanjutnya dia tidak pernah menunjukku, bahkan ketika hanya aku yang mengacungkan tangan.
IP ku pada semester 1 sangat buruk bahkan di semester 2 justru mengalami penurunan. Ketika akan melanjutkan ke semester 3 aku harus menghadap ke Rektor, tentu itu menjadi pengalaman berharga karena aku bisa masuk ke ruang rektor dan melihat dimana rektor bekerja dengan suasana sangat nyaman seperti kantor-kantor mafia di film-film holywood. Disana aku di sidang oleh beberapa staf kampus dan juga rektor, mereka memberiku 2 pilihan
1. Mengundurkan Diri
2. Melanjutkan dengan konsekuensi jika Ipku semester 3 tidak mengalami peningkatan aku mendapat surat D.O. (Drop Out)
Setelah bercakap-cakap dengan rektor selama 1 jam tentang hal diluar perkuliahan akhirnya aku memutuskan untuk memilih pilihan yang pertama. Akhir kata aku terlepas dari sistem tersebut tanpa harus lulus dari kampus itu.
Merdeka IV
Walaupun demikian hal ini aku tidak aku ceritakan ke siapapun, orang tuaku, teman-temanku, bahkan kekasihku waktu itu. Hingga suatu saat ketika aku sedang berkencan dengan kekasihku, dia bertanya kepadaku
“Kamu kira-kira berapa tahun lagi lulus?”
dengan mulut yang bergeming aku menjawab
“ehhmm, kalau normal ya 3 tahun lagi, kalau normal lho, hehehe”.
Kemudian dia berkata