Mohon tunggu...
Candra Pepeng
Candra Pepeng Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah orang yang suka bermain bola dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tarian Caci sebagai Jati Diri Pria Manggarai

25 Mei 2022   12:59 Diperbarui: 25 Mei 2022   13:10 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. pribadi penulis


Opini : TARIAN CACI DAN JATI DIRI PRIA MANGGARAI

(Penulis : Augustinus Triwan)

   
Tarian caci adalah tarian khas dari Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur.  Tarian caci ini sudah sangat terkenal dan menjadi salah satu daya tarik wisatawan di daerah Manggarai. Tarian caci sudah menjadi tarian tradisional yang mendunia, apalagi pertunjukannya sangat menarik dan memanjakan mata bagi penonton atau penikmatnya. Tarian ini bisa juga disebut dengan nama tarian perang, karena tarian memang seperti sebuah pertarungan antara dua kubu berbeda. Tarian caci kini menjadi salah satu kekayaan budaya seni Indonesia yang patut dilestarikan.

Sejarah Tarian Caci

 Tarian caci merupakan tarian yang sakral bagi masyarakat Manggarai. Tarian ini dimainkan oleh para pria Manggarai yang mempunyai ketangkasan dan keberanian. Menurut sejarahnya tarian caci berasal dari desa Todo, kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai. Nama tarian caci secara etimologinya berasal dari dua kata yaitu 'ca' yang berarti satu dan 'ci' yang berarti uji. Jadi, tarian caci dapat diartikan sebagai tarian uji coba satu lawan satu dari kubu yang berbeda. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa nama tarian caci berasal dari nyanyian para penari yang berbunyi 'ca ci ca ci ca ci' saat pementasan. Pada intinya tarian caci merupakan tarian tradisional yang khas dari daerah Manggarai.

Tarian caci sendiri sering dipentaskan pada acara-acara adat ataupun pada pertunjukan-pertunjukan pada hari raya nasional dan juga pementasan pada acara-acara penting. Kini tarian caci sudah mendunia dan menjadi daya tarik wisata tersendiri di daerah Manggarai. Tarian caci sendiri dimainkan oleh dua kubu berbeda, dan dari setiap kubu mengutus satu orang untuk  bertarung satu lawan satu.

Tarian caci ini dilakukan dengan cara menyabetkan cambuk kepada lawan, dan lawan di sebelah pun sudah siap untuk menahan serang dari musuh dengan tameng. Selama pementasan, para penari caci sering sekali bernyanyi dan mengeluarkan kata-kata yang mengagungkan diri ataupun kelompok, dalam bahasa daerah Manggarainya disebut dengan 'Paci'.  

Peralatan yang digunakan dalam tarian caci adalah larik, nggiling, dan agang/koret. Sedangkan peralatan yang digunakan penarinya adalah panggal, tubi rapa, sapu, lalong ndeki, nggorong, sapu tangan, towe songke, deko bakok. Larik digunakan untuk menyabet lawan saat menyerang, nggiling dan koret digunakan untuk menahan serangan cambuk dari larik lawan. Panggal digunakan untuk melindungi kepala penari, tubi rapa digunakan untuk hiasan pada bagian bawah dagu, sapu digunakan untuk menutupi wajah penari saat dia menjadi penahan serangan, lalong ndeki digunakan untuk hiasan di bagian belakang pinggang, nggorong digunakan sebagai hiasan di bagian belakang pantat dan juga berfungsi sebagai penghasil bunyi dari irama gerakan tubuh penari, sapu tangan digunakan sebagai alas tangan saat memegang larik, nggiling, dan koret, towe songke digunakan sebagai penutup luar bagian bawah pinggang dan juga sebagai paduan luar dari celana putih di bagian dalam.

Bahan yang digunakan untuk membuat peralatan tarian caci itu sendiri, berasal dari kulit hewan dan batang tumbuhan. Seperti larik, pada bagian gagangnya menggunakan kayu yang dilapisi dengan kulit kerbau, kemudian nggiling, gagangnya terbuat dari kayu sedangkan bagian depannya yang berguna sebagai tameng, terbuat dari kulit kerbau atau rotan. Sedangkan agang/koret, terbuat dari bambu. Pembuatan peralatan tersebut juga bukan hal yang mudah perlu ketangkasan dalam membentuknya, terutama nggiling yang berfungsi sebagai tameng. Pembuatan nggiling perlu ketelitian agar nantinya saat digunakan tidak cepat rusak.

Peralatan seperti larik, nggiling dan agang/koret biasanya disimpan di rumah adat orang Manggarai. Peralatan tarian caci seperti larik, nggiling dan angang/koret, harus ada dan di setiap rumah adat  di Manggarai. Karena tarian caci ini dalam adat Manggarai merupakan tarian yang mempertemukan dua kubu dari kampung yang berbeda. Itu makanya peralatan tarian caci tersebut harus dimiliki setiap rumah adat yang ada di Manggarai.

Tarian Caci Sebagai Jati Diri Pria Manggarai
     

Tarian caci merupakan ajang uji ketangkasan bela diri dari pria Manggarai. Dalam pertunjukkan tarian caci juga digunakan sebagai ajang untuk menunjukkan jati diri dari pria Manggarai. Para penari tarian caci menunjukkan gerakan-gerakan yang menawan dan lincah seperti kuda perang yang gagah. Dengan gaya yang khas, mereka berusaha menunjukkan bahwa mereka adalah pria yang tangguh dan perkasa seperti pahlawan.

Sambil menari-nari dengan gerakan tubuh yang elok, dengan sentakan kaki dan bunyi nggorong yang nyaring dan berirama mengikuti gerakan tubuh, sang penari juga sesekali bernyanyi dengan lagu khas Manggarai yang disebut nenggo dan di akhiri dengan paci yang menunjukkan jati diri sang penari. Namun, nyanyian dari para penari caci tersebut juga mengandung unsur provokasi untuk tim lawan mereka.

Dalam tarian caci ini, luka cambukkan yang didapatkan oleh penari menjadi pandangan derajat lelaki. Konon katanya dulu laki-laki yang ikut dalam tarian caci akan mendapatkan penghormatan dari tetua adat maupun masyarakat. Maka dari itu banyak pria Manggarai yang ikut tarian caci agar mendapatkan penghormatan dan jati diri mereka. Bagi pria Manggarai luka yang mereka dapatkan dari hasil cambukkan lawan adalah kebanggaan dan kepuasan tersendiri. Mereka akan lebih bangga lagi jika mereka mampu membalaskan cambukkan dari lawan mereka dengan tepat memberikan bekas luka yang sama.

Para pria yang ikut dalam tarian caci, selalu berusaha untuk memberikan pukulan cambukkan yang pasti sehingga dapat memberikan bekas luka pada lawan mereka, dengan berbagai gaya yang unik dan menawan. Memang tarian caci ini mengandung unsur kekerasan tetapi, pada dasarnya para penari caci ini tidak menyimpan rasa dendam akan tetapi mereka lebih menjunjung semangat sportivitas, dan saling menghormati. Karena tujuan dari para pria Manggarai mengikuti tarian caci adalah untuk melatih rasa emosional dalam mereka.

Dalam tarian caci, pria Manggarai memang ingin menunjukkan jati diri mereka, tetapi bukan berarti mereka tidak memperhatikan tujuan dan unsur seni budayanya. Mereka tetap memperhatikan makna tarian caci yang sebenarnya, dengan semangat dan jiwa raga yang kuat mereka ingin menunjukkan bahwa mereka mempunyai jiwa kepahlawanan yang tinggi.

Tarian Sakral
     

Tarian caci adalah tarian yang sangat sakral bagi masyarakat Manggarai. Dikatakan sakral karena, dahulu tarian caci dimainkan untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah. Selain itu tarian caci juga di mainkan pada saat upacara randang uma atau syukur panen, dan sekarang tarian caci sudah berkembang untuk menerima tamu wisata.

Kesakralan dari tarian caci pun masih berlanjut sampai sekarang. Buktinya dalam pementasan tarian caci antar kampung, pasti diadakan acara adat terlebih dahulu agar pelaksanaan pementasan tarian caci berjalan dengan aman tanpa ada gangguan. Acara adat tersebut dimaksudkan untuk meminta izin kepada roh-roh nenek moyang agar, pelaksanaan pementasan tarian caci bisa berjalan dengan baik dan  ditandai dengan menyembelih hewan seperti babi atau kerbau.

Dalam pementasan tarian caci ini, ada yang disebut dengan meka landang yang berarti kelompok penantang. Meka landang atau kelompok penantang ini berasal dari kampung lain yang datang untuk menantang para kesatria dari kampung yang mereka tantang. Kedatangan mereka akan disambut dengan acara adat oleh tetua adat dan masyarakat kampung. Di sini para tetua adat kampung harus memperhatikan cara-cara penerimaan dan acara apa yang akan dilakukan terlebih dahulu sebelum pementasan tarian caci antara kedua kubu berlangsung. Jika ada kesalahan yang dilakukan oleh para tetua adat dalam acara adat sebelum tarian caci dimulai maka, akan berakibat fatal pada acara tarian caci tersebut. Bisa saja akan ada yang cedera atau bahkan kematian pada kubu tuan rumah.

Begitu pula dengan kubu penantang atau meka landang, jika mereka melakukan kesalahan yang tidak sesuai dengan ketentuan adat tarian caci maka, mereka harus siap menanggung risiko, dari penari yang cedera atau bahkan sampai ada yang mati. Maka dari itu kubu meka landang atau penantang, melakukan acara adat terlebih dahulu di kampungnya sebelum mereka bertandang ke kampung orang lain, agar terhindar dari risiko yang terjadi akibat kesalahan dalam ketentuan adat.

Itu makanya tarian caci itu disebut sakral, karena sebelum dipertunjukkan ada acara-acara adat yang harus dilakukan terlebih dahulu. Tarian caci bukanlah tarian biasa, tarian ini mempunyai unsur-unsur mistik yang sakral dan sudah diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang orang Manggarai. Maka dari itu, dalam pelaksanaan tarian caci, perlu  memperhatikan unsur-unsur acara adat istiadat yang berlaku sejak dari nenek moyangnya. Nilai-nilai seni budaya tarian caci perlu dilestarikan, terutama oleh pemuda Manggarai.

Ilmu Kebal Dalam Tarian Caci
      

Tanah Manggarai saat ini masih terkenal dengan tradisi dan budaya yang tinggi. Adat istiadat dari nenek moyang masih melekat dengan sempurna dalam diri orang Manggarai. Tidak terkecuali mantra-mantra dan ilmu-ilmu hitam dari nenek moyang dahulu masih mereka ingat dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah ilmu kebal akan senjata tajam atau pukulan-pukulan keras.

Dalam tarian caci, penggunaan ilmu kebal pun tidak terkecuali. Kita semua tahu bahwa dalam tarian caci, jika terkena cambukkan dari lawan pasti akan meninggalkan luka. Dan itu sudah menjadi konsekuensi dari tarian ini. Maka dari itu, ada penari tarian caci yang menggunakan ilmu kebal dalam tarian caci untuk menahan cambukkan dari lawan dan supaya tidak menimbulkan luka pada tubuh. Itu mereka lakukan untuk menunjukkan diri bahwa, mereka itu hebat dalam bermain tarian caci. Perilaku ini menunjukkan bahwa, mereka tidak menunjukkan nilai sportivitas dari tarian caci.

Perilaku ini jelas merugikan pihak lain, dan itu menunjukkan bahwa dia bukanlah pria sejati. Penari tarian caci yang menggunakan ilmu kebal, itu menunjukkan bahwa ia lemah tidak ada jati dirinya sebagai laki-laki. Penggunaan ilmu kebal ini dalam tarian caci jelas membuat pertarungan tidak seimbang, yang satu dicambuk, kena dan terluka sedangkan yang satunya lagi dicambuk, kena tetapi tidak ada bekas sama sekali. Hal ini jelas telah mencoreng nilai sportivitas dalam tarian caci, dan juga merupakan perilaku yang tidak etis.

Dari setiap perilaku yang tidak baik, pasti akan ada batunya. Begitu pula dalam penggunaan ilmu kebal dalam tarian caci, pasti akan ada efek dari perilaku yang tidak senonoh tersebut. Apa lagi Manggarai yang terkenal dengan adat istiadat yang sudah sangat melekat dalam diri, memang balasan dari perilaku penggunaan ilmu kebal itu tidak selalu kepada penggunanya, tetapi efeknya itu akan dirasakan oleh teman setimnya. Pasti ada saja, teman setim yang secara terus menerus terkena cambukkan dari lawan.

Tetapi, jika pengguna ilmu kebal dalam permainan tarian caci bertemu dengan orang yang mengerti akan kejanggalan yang terjadi pada diri lawannya maka, akan berakibat fatal bagi pengguna ilmu kebal tersebut. Bisa saja, lawannya menggunakan ilmu kebal juga sehingga pementasan tarian yang sebelumnya memperlihatkan ketangkasan dalam tarian caci, kini berubah menjadi pertarungan ilmu kebal untuk memperlihatkan, ilmu kebalnya siapa yang paling kuat dan hebat. Akan lebih fatal lagi jika, lawannya melafalkan mantra untuk menghilangkan ilmu kebal tersebut atau menggunakan ilmu lain untuk membuatnya tersiksa atau bahkan mati.

Nilai Moral dan Makna Tarian Caci
      

Dalam tarian caci banyak sekali nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Hanya saja tidak kebanyakan orang Manggarai juga tahu, nilai-nilai moral yang terkandung dalam tarian caci. Jika kita melihat para penari dalam tarian caci, itu menunjukkan bahwa kita orang Manggarai itu terlahir sebagai orang yang kuat, berani dan gagah perkasa. Kemudian kita melihat bagai mana para penari caci mengontrol emosi mereka pada saat terkena pukulan atau cambukkan dari lawan, mereka hanya tersenyum sambil berlari dan kemudian langsung bernyanyi seperti tidak terjadi apa-apa.

Dari para penari tarian caci, kita harus belajar bagaimana cara mengontrol emosi kita. Kemudian dari nyanyian yang mereka nyanyikan, jika kita menyimak dengan baik maka, kita akan tahu makna dan nilai moral yang terkandung dalam nyanyian tersebut. Apalagi nyanyian mereka itu juga punya unsur provokatifnya, namun mereka tetap tenang. Dalam tarian caci, semangat yang ditunjukkan oleh para penari, merupakan salah satu nilai terpenting yang harus kita pelajari. Lihatlah para penari tarian caci walaupun keringat bercampur darah, tetapi mereka tidak pernah berhenti untuk bertarung.

Itu menunjukkan bahwa, kita orang Manggarai adalah orang yang kuat, tangguh, pantang menyerah, walaupun harus dengan keringat darah. Memang, tarian caci itu bernuansa kekerasan tetapi kita juga dapat melihat kelembutan yang ditunjukkan lewat gerakan-gerakan yang bernuansa seni. Nilai kepahlawanan juga ditunjukkan dalam tarian caci, dimana jiwa keberanian dari para penari tarian caci dan juga pengorbanannya itu adalah  semangat para pahlawan. Dalam tarian caci di akhir pertunjukan tidak ada rasa dendam  terhadap lawan.

Nilai sportivitas juga terdapat dalam tarian caci, para penari harus adil dan jujur terhadap lawannya. Kalah atau menang dalam tarian caci, para penari harus tetap sportif dan mengakui kelebihan lawannya. Pada dasarnya dalam tarian caci tidak terlalu diperhatikan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Dalam tarian caci lebih diutamakan untuk mempererat persatuan, persaudaraan dan persahabatan antara sesama penari dan juga masyarakat.

Nilai kebersamaan adalah yang paling menonjol dalam tarian caci. Dimana, para meka landang atau penantang, datang ke kampung untuk berkunjung dengan bermain tarian caci.  Pada saat itu semua orang berbaur dalam acara tarian caci, dengan latar belakang tempat tinggal berbeda tetapi, bersatu dalam kebersamaan karena tarian caci. Mereka semua berkumpul bersama, bercanda bersama, dan makan bersama dalam satu rumah adat. Itu disebabkan oleh seni budaya tarian caci.  
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun