Tarian Caci Sebagai Jati Diri Pria Manggarai
  Â
Tarian caci merupakan ajang uji ketangkasan bela diri dari pria Manggarai. Dalam pertunjukkan tarian caci juga digunakan sebagai ajang untuk menunjukkan jati diri dari pria Manggarai. Para penari tarian caci menunjukkan gerakan-gerakan yang menawan dan lincah seperti kuda perang yang gagah. Dengan gaya yang khas, mereka berusaha menunjukkan bahwa mereka adalah pria yang tangguh dan perkasa seperti pahlawan.
Sambil menari-nari dengan gerakan tubuh yang elok, dengan sentakan kaki dan bunyi nggorong yang nyaring dan berirama mengikuti gerakan tubuh, sang penari juga sesekali bernyanyi dengan lagu khas Manggarai yang disebut nenggo dan di akhiri dengan paci yang menunjukkan jati diri sang penari. Namun, nyanyian dari para penari caci tersebut juga mengandung unsur provokasi untuk tim lawan mereka.
Dalam tarian caci ini, luka cambukkan yang didapatkan oleh penari menjadi pandangan derajat lelaki. Konon katanya dulu laki-laki yang ikut dalam tarian caci akan mendapatkan penghormatan dari tetua adat maupun masyarakat. Maka dari itu banyak pria Manggarai yang ikut tarian caci agar mendapatkan penghormatan dan jati diri mereka. Bagi pria Manggarai luka yang mereka dapatkan dari hasil cambukkan lawan adalah kebanggaan dan kepuasan tersendiri. Mereka akan lebih bangga lagi jika mereka mampu membalaskan cambukkan dari lawan mereka dengan tepat memberikan bekas luka yang sama.
Para pria yang ikut dalam tarian caci, selalu berusaha untuk memberikan pukulan cambukkan yang pasti sehingga dapat memberikan bekas luka pada lawan mereka, dengan berbagai gaya yang unik dan menawan. Memang tarian caci ini mengandung unsur kekerasan tetapi, pada dasarnya para penari caci ini tidak menyimpan rasa dendam akan tetapi mereka lebih menjunjung semangat sportivitas, dan saling menghormati. Karena tujuan dari para pria Manggarai mengikuti tarian caci adalah untuk melatih rasa emosional dalam mereka.
Dalam tarian caci, pria Manggarai memang ingin menunjukkan jati diri mereka, tetapi bukan berarti mereka tidak memperhatikan tujuan dan unsur seni budayanya. Mereka tetap memperhatikan makna tarian caci yang sebenarnya, dengan semangat dan jiwa raga yang kuat mereka ingin menunjukkan bahwa mereka mempunyai jiwa kepahlawanan yang tinggi.
Tarian Sakral
  Â
Tarian caci adalah tarian yang sangat sakral bagi masyarakat Manggarai. Dikatakan sakral karena, dahulu tarian caci dimainkan untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah. Selain itu tarian caci juga di mainkan pada saat upacara randang uma atau syukur panen, dan sekarang tarian caci sudah berkembang untuk menerima tamu wisata.
Kesakralan dari tarian caci pun masih berlanjut sampai sekarang. Buktinya dalam pementasan tarian caci antar kampung, pasti diadakan acara adat terlebih dahulu agar pelaksanaan pementasan tarian caci berjalan dengan aman tanpa ada gangguan. Acara adat tersebut dimaksudkan untuk meminta izin kepada roh-roh nenek moyang agar, pelaksanaan pementasan tarian caci bisa berjalan dengan baik dan  ditandai dengan menyembelih hewan seperti babi atau kerbau.
Dalam pementasan tarian caci ini, ada yang disebut dengan meka landang yang berarti kelompok penantang. Meka landang atau kelompok penantang ini berasal dari kampung lain yang datang untuk menantang para kesatria dari kampung yang mereka tantang. Kedatangan mereka akan disambut dengan acara adat oleh tetua adat dan masyarakat kampung. Di sini para tetua adat kampung harus memperhatikan cara-cara penerimaan dan acara apa yang akan dilakukan terlebih dahulu sebelum pementasan tarian caci antara kedua kubu berlangsung. Jika ada kesalahan yang dilakukan oleh para tetua adat dalam acara adat sebelum tarian caci dimulai maka, akan berakibat fatal pada acara tarian caci tersebut. Bisa saja akan ada yang cedera atau bahkan kematian pada kubu tuan rumah.
Begitu pula dengan kubu penantang atau meka landang, jika mereka melakukan kesalahan yang tidak sesuai dengan ketentuan adat tarian caci maka, mereka harus siap menanggung risiko, dari penari yang cedera atau bahkan sampai ada yang mati. Maka dari itu kubu meka landang atau penantang, melakukan acara adat terlebih dahulu di kampungnya sebelum mereka bertandang ke kampung orang lain, agar terhindar dari risiko yang terjadi akibat kesalahan dalam ketentuan adat.