Mohon tunggu...
Candra Malau
Candra Malau Mohon Tunggu... -

Manusia Biasa

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dinamika Falsafah Kenegaraan Indonesia

1 Februari 2019   15:59 Diperbarui: 1 Februari 2019   16:04 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbedaan gagasan mengenai falsafah kenegaraan di Indonesia,  bukanlah hal yang baru. Sebagai sebuah negara yang usianya mendekati satu abad, Indonesia kerap menghadapi persoalan demikian. Ini merupakan konsekuensi logis, dari  sistem demokrasi yang kita anut. Ragam pemikiran senantiasa hadir dalam ruang publik.  

Pada pra kemerdekaan, berlangsung perdebatan di antara para pendiri bangsa. Tema menonjol  dalam rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), maupun Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), adalah perihal landasan bernegara. Sebab, hal ini akan membawa implikasi yang luas dalam sistem ketatanegaraan.

Golongan yang sering beda gagasan, adalah golongan kebangsaan (nasionalis) dan golongan agamis. Golongan pertama menghendaki,  sistem bernegara kita adalah sekular -- demokratis. Dalam hal ini, urusan negara terpisah dari urusan agama dan kepercayaan. Sementara itu, golongan kedua yang merupakan tokoh -- tokoh Islam mengajukan gagasan, konsep syariat Islam dimasukkan sebagai landasan bernegara.

Dalam Piagam Jakarta, sebuah deklarasi awal kebulatan tekad mewujudkan kemerdekaan Indonesia, termaktub konsep bernegara yang mengakomodir diberlakukannya syariat Islam. Fakta ini terlihat pada kalimat yang berbunyi : "....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada ; ke - Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi    pemeluk -- pemeluknya"

Dalam rumusan sila -- sila Pancasila , kata -- kata terkait Syariat Islam itu awalnya dimasukkan. Akan tetapi, melalui pembahasan yang cukup mendalam selanjutnya, ketentuan tersebut disepakati untuk tidak dibuat. Hal itu pada dasarnya dilandasi satu hal penting, yaitu persatuan nasional mempertahankan kemerdekaan lah yang terutama lebih didahulukan.  

Di era orde baru, gagasan mengenai penegakan syariah Islam ini kurang bergaung. Hal ini kemungkinan diakibatkan gaya kepemimpinan rezim pada masa itu, yang kurang memberi ruang  diskursus  mengenai konsep bernegara. Di era ini, Rezim mengupayakan penerapan asas tunggal Pancasila untuk semua golongan, dengan tafsir tunggal dari pemerintah.

Tuntutan penegakan Syariah Islam di Indonesia kembali menggaung, pasca runtuhnya orde baru .             Semakin keras disuarakan dalam dua tahun terakhir ini . Teranyar, Ketua Umum FPI Habib Rizieq dalam pernyataan sikapnya mendukung Pasangan Calon (Paslon) Presiden RI dan Wakil Presiden RI tahun 2018, Prabowo -- Sandi, menyematkan isu penegakan syariat Islam, untuk diterapkan di Indonesia.

Elite FPI itu menghendaki NKRI Bersyariah. Menurutnya, NKRI Bersyariah adalah NKRI yang menjadikan pribumi sebagai tuan di negeri sendiri. NKRI Bersyariah anti korupsi, anti judi dan narkoba, anti pornografi, anti prostitusi, anti LGBT, anti fitnah, anti kebohongan, anti kezaliman.

Konsepsi bernegara seperti itu, secara kontekstual merupakan cita -- cita yang ingin digapai oleh semua bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Bukankah semua negara di dunia ini anti terhadap kezaliman, korupsi, fitnah, maupun bentuk -- bentuk perilaku yang menyimpang dari norma -- norma yang berlaku? Tetapi, ide ini tidak serta merta bisa diterapkan,  tanpa melalui kajian -- kajian yang mendalam.

Konsultan politik Denny J.A berpendapat, gagasan ini perlu diuji ke dalam dua tahap.  Tahap pertama, apa yang dimaksudnya dengan NKRI Bersyariah itu,  sangat perlu diturunkan dan  diterjemahkan dalam index yang terukur. Sehingga konsep NKRI Bersyariah itu tak hanya menjadi list harapan harus itu dan harus ini, bukan itu dan bukan ini.

Tahap Kedua, setelah menjadi index yang terukur, indeks itu diuji dengan melihat dunia berdasarkan data. Dari semua negara yang ada di dunia, negara mana yang bisa dijadikan referensi yang paling tinggi skor indeks Negara Bersyariah. Demikian ditulisnya dalam serial berjudul : "NKRI Bersyariah atau Ruang Publik yang Manusiawi", merespon gagasan tersebut.

Jika NKRI Bersyariah ini hendak diterapkan, sudah  pasti terjadi perombakan besar -- besaran dalam seluruh tatanan bernegara kita. Baik itu dari sisi konseptual, struktural, dan kultural. Perubahan konseptual misalnya dalam bentuk tatanan peraturan perundang -- undangan. Dari sisi struktural yakni menyangkut alat -- alat kelengkapan negara , yang tentunya berbeda dengan konsep negara republik berasas demokrasi saat ini.

Hal yang paling signifikan berubah , adalah aspek kultural. Seperti misalnya cara berpakaian, cara bersalaman, cara berboncengan di sepeda motor, dan bahkan hewan ternak yang hendak dipelihara. Sangat dimungkinkan juga, akan hadir kelompok -- kelompok intoleran, yang akan mengklaim diri sebagai "Laskar Syariah". Dimana kelompok dimaksud nantinya, akan melakukan intimidasi ragam bentuk, dengan dalil penegakan syariah.

Pada intinya , Pancasila sebagai falsafah dasar negara Indonesia sudah menjawab tuntutan -- tuntutan itu semua. Ia merupakan satu dasar, dimana di atasnya semua ideologi bisa berpijak. Tidak terkecuali konsep -- konsep syariah Islam,  seperti yang diperjuangkan oleh sejumlah saudara -- saudari kita yang beragama Islam. Pancasila adalah "jalan tengah" untuk menjawab semua tuntutan itu.

Secara tidak terlabeli, penerapan syariah Islam sebenarnya sudah terimplementasi di Indonesia. Fakta itu bisa kita lihat di sejumlah aspek antara lain ; hukum, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan.

Dari aspek hukum, konsep syariah Islam diterapkan melalui salah satu cabang peradilan kita, yaitu  peradilan agama. Sebuah peradilan yang seluruh ketentuan formil dan materilnya mengacu pada hukum Islam. Di dalam peraturan perundang -- undangan, syariah Islam bisa kita lihat misalnya pada UU Peradilan Agama, dan  UU Perkawinan.

 Dari sisi ekonomi, konsep syariah Islam terakomodir  dalam pengelolaan perbankan syariah. Dari aspek pendidikan, pemerintah memberi keleluasaan untuk kaum Muslim, mendirikan lembaga -- lembaga pendidikan berbau religius. Bahkan, di daerah tertentu, Perda Syariah juga diberlakukan.

Gagasan untuk membentuk NKRI Bersyariah ini terkesan memiliki pemikiran, bahwa sistem saat ini menyimpang dari  ajaran agama , perintah Tuhan. Pada faktanya, jelas -- jelas tidak demikian.  Karena itu, wacana untuk membuat NKRI Bersyariah terkesan hanya untuk membuat sensasi . Sebab, tanpa dikumandangkan seperti itu pun, pemerintah sudah menerapkannya, dalam bentuk substansi,  bukan dalam bentuk label semata.

Kesimpulannya, sistem pemerintahan kita dengan falsafah negara bernama Pancasila, bersemboyan Bhinneka Tungga Ika sudah sangat tepat. Tinggal bagaimana struktur yang ada di dalamnya,  dapat bekerja sesuai dengan cita negara. Sehingga terbentuk kultur yang beradab, guna terwujudnya ruang publik yang manusiawi. Silang pendapat mengenai sistem ketatanegaraan,  adalah hal lazim dalam iklim demokrasi . Namun kita yakin dalam setiap dinamika itu, Pancasila tetap kokoh sebagai landasan bernegara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun