Mohon tunggu...
candra pambudi
candra pambudi Mohon Tunggu... Dosen -

pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Pendidikan Tanpa Visi, Liarlah Masyarakat

14 September 2017   08:44 Diperbarui: 14 September 2017   10:18 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: malesbanget.com

1+1+2

2+2=4

4+4=8

Demikianlah penggalan pelajaran saat kita masih di bangku SD kelas 1. Kita pasti sudah hafal dengan pertambahan dasar ini.  Tapi pertanyaannya tahukah kita pada waktu itu, untuk apa kita mempelajari pelajaran tersebut? Apa hubungan antara 1+1=2 dengan masa depan kita? Apa hubungan 1+1=2 dengan kehidupan secara menyeluruh.  Kita terdidik dalam mental kuli sehingga kita begitu saja menghafal 1+1=2 tanpa tahu apa hubungan pertambahan ini dengan masa depan kita, dan hubungan pertambahan ini dengan perjalanan dunia.

Okay saya memahami teori perkembangan yang menyatakan bahwa tingkatan kemampuan kognitif anak SD masih pada tahap pra-operasional atau sebagian memasuki operasional konkrit yang tentunya masih belum memiliki kemampuan abstraksi yang baik.  Tapi apakah kita juga mulai memikirkan apa signifikansi pelajaran yang kita pelajari dengan masa depan kita ketika kita belajar di bangku SMA? Atau apakah kita juga semakin memahami bagaimana kehidupan ini berjalan setelah kita belajar saat SMA? Atau selama 6 tahun SD, 3 tahun SMP, 3 tahun SMA kita masuk ke dalam rutinitas pergi ke sekolah, mendengarkan, belajar, ujian, dan pulang.  Kita tidak pernah tahu untuk apa ilmu yang kita pelajari, dan mengapa kita harus belajar?  Kita seperti pekerja pabrik, atau mungkin kuli bangunan yang hanya tahu untuk berangkat, menerima perintah, mengerjakan, menerima bayaran, dan pulang.  Dalam hal ini saya tidak meremehkan pekerjaan mulia sebagai kuli, tapi jika memang panggilan hidup kita sebagai kuli, maka hendaklah kita menjadi kuli yang professional dan global.

***

                Alkisah ada seseorang pria paruh baya mendatangi sebuah proyek bangunan.  Dia menemui seorang kuli batu yang sedang berpeluh keringat dan bekerja keras.

                "Bapak sedang apa?"Kata pria paruh baya.

                "Tidak tahukah bapak saya sedang memecah batu!" Sahut kuli batu, sewot merasa terganggu.

                Lalu kemudian dia mendatangi seorang kuli pasir yang juga bekerja di proyek tersebut. Kepada kuli pasir, pria paruh baya menanyakan hal yang sama, "Bapak sedang apa?"

                "Kami sedang membangun universitas yang megah!" Kata kuli pasir, wajahnya nampak cerah.

                Pria paruh baya mengangguk-angguk, dia menemukan kebenaran penting tentang motivasi hidup.

***

Okay jadi sudah tahukah kamu bahwa betapa pentingnya visi dalam pendidikan? Visi adalah gambaran luas yang sekaligus menjadi arah bagi seseorang atau sekelompok orang sehingga bergerak kepada tujuan yang sama.  Jika pada proyek bangunan, visi adalah bayangan jadi bangunan yang sedang atau akan dikerjakan.  Tanpa visi para pekerja akan melakukan upaya menjaring angin, mereka kelelahan, pekerjaan berantakan, dan akhirnya kehilangan motivasi lalu mati.

Apakah pendidik kita mengajar dengan visi? Apakah pelajar melihat visi sembari menjawab 1+1 adalah 2?  Pratricia A.Graham guru besar emeritus pendidikan dari universitas Harvard dalam tulisannya Proggressive education: From Arcady to Academe: A History of Progressive Education Assosiation menyatakan bahwa pendidikan progresif (yang dianut Amerika) bergerak dan berproses dari suatu anugerah menjadi kutukan.  Sejak 1919, semua pendidikan publik yang ada sepertinya berjalan dengan baik, tetapi setelah 35 tahun berselang, pendidikan di Amerika Serikat mengalami kesakitan dan keterpurukan, dan hampir semuanya disalahkan karena sistem pendidikan filsafat progresif.

Saya sedang tidak membahas filsafat pendidikan pada tulisan ini.  Namun baik buruknya pendidikan dan sistem pendidikan tidak pernah nampak dalam waktu sejenak.  20-35 tahun pendidikan akan membentuk masyarakat.  Jika hari ini banyak orang berkata kasar di sosial media, orang saling menghujat tanpa ampun di kolom komentar, dan kadang-kadang kita mendengar teriakan hujatan penuh kebencian satu dengan yang lain, siapakah sumber masalahnya?  Yang utama adalah pendidikan.

Pertanyaannya adalah apakah ketika kita belajar 1+1=2 guru mengajarkan tentang keteraturan alam yang diciptakan Tuhan?  Pertanyaan kemudian adalah apakah ketika kita belajar 1+1=2 kita mengerti bahwa melalui pelajaran ini kita akan mendapat bekal kita mengelola bumi dan bangsa dengan lebih baik?  Jika pendidikan tanpa visi liarlah masyarakat. Mari perbaiki masyarakat saling hujat ini dari pendidikan, niscaya 10-20 tahun lagi kita akan menuai masyarakat lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun