Mohon tunggu...
Candra D Adam
Candra D Adam Mohon Tunggu... Lainnya - The Man From Nowhere

Pecinta Sepak Bola - Penulis (ke)Lepas(an)

Selanjutnya

Tutup

Bola

"Duri dalam Daging" dan "Kambing Hitam" Timnas Indonesia

21 Desember 2021   13:00 Diperbarui: 28 Januari 2022   04:32 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hamka Hamzah dan Maman Abdurrahman. (Dok. indosport.com)

Pertanyaannya adalah apakah program-program yang dilakukan PSSI itu cukup Efektif dan Konsisten? Tentunya akan muncul perdebatan dalam menjawab pertanyaan semacam ini, mau bukti? silahkan dilihat pada kolom komentar posting-an akun-akun Media Sosial yang bertemakan Sepak bola Indonesia, disana kita akan melihat banyaknya pendapat-pendapat para penggemar dan bahkan para Profesional di dunia Sepa kbola, yang kebanyakan dari mereka -juga saya dan anda- meragukan efektifitas dan konsistensi dari Program-program yang dijalankan dan dihasilkan oleh PSSI.

Bagaimana tidak, dari sekian banyak Program-program yang dijalankan PSSI, wabil khusus Program-program pengembangan pemain -beberapa adalah hasil kerjasama antara PSSI dengan pihak Swasta- yang dilaksanakan PSSI, diantaranya adalah program-program pengiriman pemain Indonesia ke luar negeri, dari Program Binatama, PSSI Garuda, PSSI Primavera, PSSI Baretti, Deportivo Indonesia, hingga Garuda Select, tidak banyak menghasilkan Progresifitas yang konsisten dalam hal perkembangan individu, permainan tim, ataupun pencapaian Timnas Indonesia di kompetisi Level Internasional.

Belum lagi jika kita bicara bagaimana progres pengembangan pemain dan kompetisi Usia Muda di SSB serta Tim-tim Junior di Level Klub. Tapi bagaimanapun sekali lagi,  bukan berarti saya sebagai penggemar bola kemudian menutup diri terhadap potensi perkembangan Timnas dan Sepak bola Indonesia secara keseluruhan di kemudian hari.

Jika kita bicara kegagalan Timnas di Kompetisi Resmi Level Senior ataupun Junior, selain dari segi teknis seperti yang saya bahas tadi, banyak pula faktor-faktor non teknis yang dianggap mengiringinya. Tuduhan-tuduhan akan adanya Mafia Sepa kbola yang ikut “bermain”, baik di kompetisi Liga Indonesia atau bahkan Gelaran resmi semacam AFF Cup memang santer terjadi, terutama jika Timnas mengalami kekalahan di Partai Final AFF Cup.

Ya seperti yang sudah saya bahas di tulisan saya sebelumnya, tentang bagaimana pentingnya Gelaran AFF Cup bagi Timnas Indonesia kemudian menjadikannya sebagai Turnamen yang hampir selalu menyedot banyak atensi publik sepak bola Indonesia, sehingga jika ada “bau anyir” permainan Mafia Sepak  bola dalam turnamen tersebut dan itu terjadi pada partai-partai penting Timnas Indonesia, maka publik sepak bola di Indonesia akan sangat responsif dan reaktif dalam mengungkapkan kekecewaannya.

Kita semua tentu ingat atraksi “Sepak bola Gajah” yang ditunjukkan Timnas Indonesia dan Timnas Thailand ketika keduanya bersua di Laga penyisihan Group A Piala Tigger (AFF Cup) 1998 di Stadion Thong Nat, Ho Chi Minh, Vietnam. Melansir Bola.Com 10 September 2019 dalam sebuah artikelnya, dengan judul Mengenang Drama Sepak Bola Gajah yang Menodai Duel Timnas Indonesia Vs Thailand, yang ditulis oleh Aning Jati. Berikut Petikannya,

pertandingan yang diprediksi akan berjalan panas karena dua tim terbaik di Grup A berhadapan, justru memunculkan keanehan sejak awal pertandingan. Kedua tim bermain dalam tempo lambat dan tampak tidak bergairah untuk memenangi pertandingan.

Situasi membaik kala Miro Baldo Bento menjebol gawang Thailand pada menit ke-53. Kemudian susul-menyusul skor terjadi. Thailand lantas menjebol gawang Indonesia yang dikawal Kurnia Sandy. Indonesia balas memimpin 2-1 lewat gol Aji Santoso menit ke-84 dan segera disamakan Thailand dua menit kemudian.

Di pengujung waktu normal, kejadian menyesakkan ini terjadi. Adalah Mursyid Effendi yang jadi pelaku gol bunuh diri pada menit ke-90 yang membuat Indonesia kalah 2-3. Gol bunuh diri itu tidak hanya mengagetkan penonton di Stadion Thong Nat, Ho Chi Minh, Vietnam, namun juga suporter setia Indonesia yang berada di Tanah Air menyaksikan siaran langsung lewat layar kaca. Nyaris tidak ada yang percaya gol bunuh diri itu terjadi, membuat Indonesia kalah dan jadi runner-up.

Di kemudian hari, motif menghindari Vietnam sebagai Runner-up Grup B pada partai semifinal diduga menjadi latar belakang terjadinya “Sepakbola Gajah” ini. Indonesia dan Thailand sama-sama ogah bersua Vietnam terlalu dini. Karena pada waktu itu, Vietnam adalah Tim Kuat yang dijagokan publik sepak bola Asia Tenggara sebagai calon Kampiun di gelaran Piala Tigger waktu itu.

Nguyễn Hồng Sơn dan Lê Huỳnh Đức adalah dua punggawa Timnas Vietnam yang tampil apik dan bahu-membahu membawa Vietnam tampil hingga ke partai Final, meskipun kemudian harus mengakui keunggulan Singapura 0 -1 di laga pamungkas tersebut. Mursyid Effendi, “sang pelaku” gol bunuh diri tersebut kemudian diberi “hadiah” yang sangat mengecewakan bagi dirinya secara personal sebagai pesepakbola, Komisi Disiplin PSSI memutuskan untuk melarang Mursyid Effendi bermain dan berkecimpung di persepakbolaan Indonesia seumur hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun