Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

"Washington Wizard" Gini Amat Yak

1 November 2023   15:14 Diperbarui: 1 November 2023   15:23 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terus terang, bikin coretan gaya maen Wizard era rookie mereka Wes Unseld (draft no. 2, 1968, 201 cm) dan yang setipe termasuk paling enak (selanjutnya nama pemain yang diikuti urutan draft {atau undrafted}, tahun draft dan tinggi badan berarti memulai karir bareng Wizard).


Bayangin aja, seorang big man mungil yang nyaris bisa ngelakuin apa aja di lapangan mulai dari nyeruduk, nembak, nutup ruang, sampai jadi screener bisa berkali-kali ngasih umpan kepada sesama rookie defender jago tembak yang juga luwes bergerak tanpa bola dengan kaki-kaki lincahnya sebut saja idola para fans point guard Earl Monroe (No. 2, 1968, 191 cm), small forward Jack Marin (No. 5, 1966, 201 cm), defender Fred” Mad Dog” Carter (no.43, 1969, 191 cm), atau generasi yang lebih baru seperti Phil Chernier (no. 4, 1971, 191 cm), dan defender alot Kevin Grevey (No, 18, 1975, 196 cm),

Kelima pemain tersebut turut membantu Wizard melaju ke final NBA tahun 1971, 1975, 1978, dan 1979, setidaknya di fase-fase awal dengan bantuan pemain yang lebih senior dan shooting/point guard licin Kevin Loughery dan Power forward yang kerap memimpin serangan balik lewat kecepatan dan keluwesannya dalam menembak Gus Johnson (yang mengingatkan pada Otis Thorpe yang memperkuat Wizard pada musim 1988-1989).

Sayang, meski luwes, permainan racikan pelatih Gene Shue tersebut Wizard kesulitan menghadapi permainan center jangkung Lew Alcindore (Milwaukee Bucks, yang bisa memainkan skema permainan yang dirancang Unseld dengan sama baiknya di final NBA 1971.

Wizard punya banyak cara ngreasiin peluang begitu bola di tangan Unseld termasuk ngumpan ke Marin (24), sumber gambar: Bucks Fan Club
Wizard punya banyak cara ngreasiin peluang begitu bola di tangan Unseld termasuk ngumpan ke Marin (24), sumber gambar: Bucks Fan Club

Tidak heran Wizard lantas berbenah dengan mendatangkan power forward defensive dengan pergerakan dan tembakan luwes, Elvin Hayes (1968, 206 cm) yang bertukar seragam dengan Jack Marin pada tahun 1972 serta guard berpengalaman New York Knicks (bertukar tim dengan Monroe pada tahun 1971) Mike Riordan (1967, 193 cm) yang hobi ngacir ke sisi lebar lapangan lain selepas mengirim umpan untuk membuka ruang tembak.

Menariknya meski permainan Wizard makin seimbang dengan kehadiran duo defender berpengalaman tersebut, Wizard tetap kesulitan menghadapi tembakan-tembakan para pemain Golden State Warriors yang permainannya diawali tusukan-tusukan Rick Barry yang terbantu screen dan umpan big man Cliff Ray pada tahun 1975.

Keadaan tersebut memaksa Wizard bermain lebih alot dan sabar, berbekal komposisi yang relatif sama, di bawah bimbingan pelatih pragmatis Dick Motta, termasuk lewat spin move dan screen Hayes/ atau pelapisnya rookie Greg Ballard (No.4, 1977, 201 cm) pada pemain baru mereka shooter berpengalaman Bob Dandridge.  Hasilnya, seperti kita ketahui bersama, Wizard meraih gelar juara NBA pada tahun 1978. 

Menariknya, meski belum berhasil meraih cincin juara, Shue kembali dipercaya membimbing generasi baru Wizard yang rata-rata hadir tepat sebelum atau selepas Unseld pensiun pada tahun 1981, seperti point guard Frank Johnson (No. 11, 1981, (tumben) 185 cm), yang melapis playmaker utama Gus Williams (188 cm), shooter luwes Jeff Malone (No. 10, 1983, 193 cm), shooter kalem Darren Daye (No. 57, 1983, 203 cm), yang saling bergantian dengan Ballard mengisi posisi small forward, dan tukang ribut Rick Mahorn, yang sebenarnya punya umpan dan pergerakan tanpa bola menuju jaring yang tak terduga.

Channel: Ryan Van Dusen

Kebetulan Wizard masih bisa memainkan skema yang kurang lebih sama berkat kehadiran rookie yang memulai karir basket profesionalnya di Spanyol terlebih dahulu, Jeff Ruland (undrafted, 1981, 208 cm), tepat setelah Unseld pensiun lewat jump shot serta umpan-umpannya, termasuk dari dekat area tiga angka, pada para shooter kecuali Mahorn. 

Meski bisa dibilang tidak bisa menembak, atau lebih sering luputnya, Mahorn masih tetap bisa menghibur penonton dengan permainan kerasnya bersama Ruland, yang sering menghasilkan serangan balik kilat. Berkat "kenakalan" di atas lapangan tersebut keduanya dijuluki Beef Brothers. 

Bersama Jeff Malone, keduanya turut menjaga tradisi Wizard untuk senantiasa lolos ke putaran pertama (doang) sampai sekitar pertengahan dekade 1980-an, sebelum kiprahnya dilanjutkan oleh pemain-pemain yang didatangkan berkat kepindahan mereka berdua yaitu big man senior luwes Moses Malone (208 cm) dan big man tangkas Terry Catledge (203 cm), yang bertukar seragam dengan Ruland dan Cliff Robinson (206 cm)  yang berperan sebagai pelapis, penerus,  sekaligus tandem Mahorn jika Wizard ingin pertahanan yang lebih kokoh. 

Berhubung perannya sudah bisa diisi dengan baik oleh Robinson, Wizard memutuskan menukarkan Mahorn dengan forward kalem Detroit Pistons Dan Roundfield untuk mengisi peran Ballard yang hijrah ke Warriors. Kebetulan, Detroit Pistons memang sedang butuh "petarung" untuk memperkuat identitas mereka pada era tersebut (dan sesudahnya). 

Menariknya, meski tidak lagi diperkuat Ruland, kreativitas Wizard tetap terjaga lewat kehadiran forward kreatif mereka yang kelak bertubuh gempal John “Hot Plate” Williams yang kerap memberi umpan tak terduga selepas berpenetrasi atau dari area tiga angka.

Uniknya, meski permainan Wizard terkesan kaku lantaran duo Malone dan Catledge sama-sama hobi berpatroli di dekat jaring, lewat pergerakan yang luwes, Moses Malone sesekali masih sempat melepaskan umpan tak terduga pada para guard yang tiba-tiba sudah berada di dekat jaring. Terlebih keduanya mendapat bantuan dari pemain egois Bernard King  yang bisa melepaskan tembakan akurat setelah menyeruduk, yang terbilang langka di era duo Malone, meski Williams sedikit banyak bisa memainkan gaya yang sama.  Maklum, Wizard terbiasa  di era tersebut menggantungkan raihan angka dari para shooter, termasuk playmakernya. 

Walaupun senantiasa kesulitan menghadapi tim berkarakter keras dan bertenaga di eranya, tim era Ruland dan Malone cukup berhasil menjaga konsistensi permainan hingga jelang akhir dekade 1980-an. 

Hanya saja, itu semua cerita lama. Di luar kisah inspiratif tim era Unseld, tim yang pernah dimiliki alm. Abe Polin (1964-2010) cenderung tampil biasa-biasa saja bahkan dari mula, ketika masih bernama Chicago Zephyr, hingga sekarang.

Channel: AP Archieve 

Perlu diketahui Abe Polin merupakan pemilik tim NBA terlama (sampai sejauh ini) yang turut mengubah nama Washington Wizard dari Washington Bullets (1997) mengingat istilah Bullets (peluru) kurang punya konotasi positif terutama di Amrik.

Manajemen Wizard sendiri konon mengakui bahwa Wizard terlalu nyaman menjadi tim ibu kota tanpa visi yang terarah. Fans Wizard juga menganggap para pemandu bakat tim kurang jeli melihat bakat potensial yang menjadi pondasi setiap tim NBA, setidaknya dalam tiga sampai tujuh musim, meski kenyataan menyatakan sebaliknya.

Pemain yang memulai atau menapaki karir bersama Wizard mulai tahun kedua atau ketiganya di NBA memang cenderung mampu lebih berkembang terutama ketika memperkuat tim-tim bertipe atraktif di kemudian hari.

Berkembangnya potensi para alumni Wizard termasuk hal yang lumrah di NBA. Dengan jumlah tim yang tidak lebih dari 30 biji (dan masih bisa bertambah jika tim Seattle Supersonics kembali "dihidupkan" dan/atau tim asal Meksiko jadi bergabung), alumni tim mana pun amat bisa berkembang di tim-tim yang memang fondasinya relatif lebih matang, termasuk para pemain San Antonio Spurs yang dikenal jenjang dan jago tembak atau alumni Philadelphia 76ers yang dikenal dengan serudukan cepat dan bertenaganya. Terlebih alumni tim-tim tersebut rata-rata memang nyaris menjadi juara di tim sebelumnya.

Yang terjadi pada Wizard justru sedikit berbeda. Saat tim ini kesulitan untuk sekedar lolos ke babak playoff, begitu alumninya berpindah tim eh tiba-tiba justru malah jadi juara. Tanpa mengabaikan Kentavious Cadwell-Pope yang sempat juara bersama LA Lakers, setidaknya dalam lima atau enam tahun terakhir, terdapat beberapa nama yang mendapat durian runtuh tersebut, sebut saja Ish Smith, Thomas Bryant, Jeff Green, Gary Payton II, Jordie Meeks, atau Bobby Portis.

Itu belum seberapa. Tim yang fondasinya dibangun Wizard lewat draft pada rentang 1992 hingga 1996 seperti Juwan Howard, Darvin Ham,  Rasheed dan Ben Wallace, sebagian justru lebih berkembang bersama tim baru mereka kelak Detroit Pistons pada tahun 2004.

Sebaliknya, duo pemain muda Golden State Warriors, Gilbert Arenas dan Antawn Jamison,  yang sempat bermain bareng pada awal millennium justru menjadi fondasi permainan Wizard sekitar empat atau lima musim setelahnya.

Pick and roll antara Strickland (191 cm lagi) dan Muresan (231 cm) bikin Webber (4) bebas ngacir 
Pick and roll antara Strickland (191 cm lagi) dan Muresan (231 cm) bikin Webber (4) bebas ngacir 

Hanya saja apa yang dirintis manajemen Wizard selama bermusim-musim untuk membangun tim yang kompetitif, dari awal hingga saat ini, tetap belum bisa menandingi pengaruh global yang dihadirkan Michael Jordan yang memutuskan kembali dari masa pensiun untuk bermain bersama Wizard (tim yang sahamnya saat itu juga dimiliki Jordan), meski hasilnya tidak terlalu tampak di lapangan apalagi posisi klasemen.

Tidak heran fans Wizard yang secara umum tidak terlalu berapi-api terhadap apa pun yang diraih timnya cenderung tidak berharap banyak terhadap penampilan tim yang diakuisisi Ted Leonis sejak Abe Polin wafat tersebut.

Ketika nyaris tidak ada pengamat NBA yang menduga Wizard bakal membangun tim kompetitf, Wizard justru tampil menjanjikan lewat duo rookie mereka John Wall (PG) dan Bradley Beal (SG)

Komposisi barusan bahkan membantu Wizard mengimbangi Toronto Raptors musim berikutnya yang lebih diunggulkan di atas kertas.

Bukan hanya itu, terbantu dengan mengilapnya shooter jangkung Davis Betrans dan kehadiran center Daniel Gafford (Chicago Bulls) di pertengahan musim 2021, Wizard bahkan mengembalikan potensi permainan Russell Westbrook yang dinilai sudah habis ketika bermain di Houston Rockets.  

Sekali Michael Jordan tetep Michael Jordan  
Sekali Michael Jordan tetep Michael Jordan  

Meski para fans tidak terlalu terkesan dengan apa yang dilakukan Wizard, harus diakui manajemen Wizard memang jeli melihat potensi para pemain, meski masih mencari cara untuk mengembangkannya secara maksimal.

Hambatan sekaligus berkah tersebut boleh jadi terbangun sejak era awal, terutama sejak mereka mendatangkan center kekar, yang kelak menjadi rookie of the year pada tahun 1961, Walt Bellamy.

Sejak era tersebut, meski tidak selalu, Wizard memang gemar menduetkan big man berkaki lincah dengan sesama big man dengan skill dasar mirip. Dengan kaki-kaki lincahnya, para big man yang tidak selamanya tinggi tersebut bukan hanya jago menutup ruang, menyeruduk, serta menjadi screener, tetapi juga menyambut umpan dari (para) playmaker jangkung seperti Dan Ohl (191 cm) yang tidak segan berperan sebagai screener bagi shooter/playmaker licin Kevin Loughery (191 cm).

Kwame Brown ngasih umpan ke Etan Thomas , Atas: highlight 101, Mcgee-Yi gaya maen mirip, Mcgee jadi screener Wall, Yi stay di atas 
Kwame Brown ngasih umpan ke Etan Thomas , Atas: highlight 101, Mcgee-Yi gaya maen mirip, Mcgee jadi screener Wall, Yi stay di atas 

sumber gambar bawah "channel nonplayerzealot4"

Permainan Wizard era tersebut jadi lebih menarik lantaran alih-alih Gus Johnson, offensive rebound justru kerap diamankan shooter kalem tapi gigih Bailey Howell (201 cm) atau general manager mereka kelak Bob Ferry (203 cm). Gaya permainan Howell inilah yang sedikit banyak mengingatkan kita eh saya pada gaya permainan Otto Porter dan Juwan Howard.

Abal-abal.dong, btw DeAndre Jordan, kaga masuk itungan karena masih maen buat Denver, cuman gaji aja yg sebagian ditanggung Wizard pas transit di sono
Abal-abal.dong, btw DeAndre Jordan, kaga masuk itungan karena masih maen buat Denver, cuman gaji aja yg sebagian ditanggung Wizard pas transit di sono

update pemaen baru
update pemaen baru

Harus diakui tanpa pemain dengan tipe seperti Howell atau Johnson, skema permainan yang kerap diperkenalkan pada duo big man muda Wizard tersebut memang condong membuat permainan tim menjadi lebih kaku, Hanya saja kehadiran dua pilar kokoh justru membiasakan para shooter untuk menemukan ruang tembak yang lebih leluasa. Tidak heran skema ini amat cocok dengan permainan pertengahan 1980-an hingga 1990-an (bahkan 2000-an) yang kerap memaksa para shooter berduel satu lawan satu dengan pemain lawan layaknya Julius Erving (Philadelphia 76ers) atau Michael Jordan muda (Chicago Bulls)

Tidak heran selepas era Ruland, Wizard seolah ikut latah kembali menduetkan duo big man bertipe dasar mirip tersebut, terutama jika kebetulan Wizard diperkuat duo big man muda yang selisih draftnya paling pol dua hingga tiga angkatan.

Thomas Bryant ga sempat maen pas Wizard ke playoff karena cedera awal-awal musim reguler, Ben Wallace lom dapet menit maen
Thomas Bryant ga sempat maen pas Wizard ke playoff karena cedera awal-awal musim reguler, Ben Wallace lom dapet menit maen

Yahoo.com
Yahoo.com

Sebut saja duo Harvey Grant (No. 12, 1988, 203 cm) -Pervis Ellison<206 cm> (1990) yang permainannya langsung menanjak sejak bergabung dari Sacramento Kings sejak tahun keduanya di NBA, Jahidi White (No. 43, 1998, 206 cm) yang dimentori Popeye Jones <203 cm> (2000) di era Michael Jordan, duet lincah jangkung Kwame Brown (No. 1, 2001, 211 cm) -Brendan Haywood (No. 20, 2000, 213 cm)/Etan Thomas (No. 12, 2000, 2000) (2003),   atau Javalee Mcgee (No. 18, 2008, 213 cm)-Andray Blatchay (No. 49, 2005, 211 cm)/Yi Jianlian <213 cm> (2010)

Jika masih kurang masih ada duet Kevin Seraphin (No. 17, 2010, 206 cm) yang lebih luwes dan pelari cepat tangkas Trevor Booker (No.23, 2010, 203 cm)  yang salah satunya bisa dilapis big man lincah senior Nene (211 cm) <2012>. Permainan Wizard musim tersebut bisa makin menjanjikan andai kata rookie lincah Wizard asal Republik Ceko Jan Vasely (No. 6, 2011, 213 cm) mampu beradaptasi dengan permainan keras NBA.

Channel: Pierto Final Ximo

 Harus diakui, meski skema permainan  yang melibatkan duet forward bertipe mirip rata-rata sudah jarang dijumpai di NBA, kecuali mungkin oleh Cleveland Cavaliers yang diperkuat duo defender jangkung Jarret Allen-Evan Mobley atau Indiana Pacers yang bukan kebetulan mendapatkan draft Washington Wizard tahun ini, Jarace Walker, aromanya masih terasa paling tidak lewat draft pemain mereka, termasuk center jangkung pisan Manute Bol (231 cm),  defender luwes Jarred Jeffries (211 cm), shooter jangkung Chalbert Cheaney, dan rookie Wizard lain yang jumlah pertandingan yang dimainkannya minimal  mendekati 500 games

Menariknya, permainan Wizard justru lebih berkembang ketika mereka tidak lagi kekeuh memainkan duo  sosok jago patroli bawah jaring di satu lapangan, sebut saja era Gilbert Arenas dan Antawn Jamison yang memaksa Kwame Brown lebih banyak bermain dari bangku cadangan atau era Chris Webber (208 cm), Juwan Howard, dan Gheorghe Hagi eh Muresan (No. 30, 1993, 231 cm) yang tidak sulit diterka gaya bermainnya terinspirasi oleh Orlando Magic era Shaquille O’Neal yang kala itu dikelilingi shooter jangkung. Bukan kebetulan juga, di belakang meja, berdiri juga General Manager Wes Unseld, yang sebelumnya sempat juga melatih Wizard era Jeff dan Moses Malone.

Sayang, cederanya Muresan sedikit mengganggu penamplan Wizard di musim berikutnya. Ben Wallace (undrafted, 1996, 206 cm) yang masih terlalu muda belum bisa mengisi peran Muresan dan sedikit banyak mendorong Webber hijrah ke Sacramento Kings di mana kelak perannya diisi shooter senior Mitch Richmond.

Btw, umpan Nene ke Gortat keren (167701 production)

Apa yang diraih Wizard di era John Wall dan Bradley Beal juga diraih ketika mereka tidak lagi kekeuh memainkan skema "default" mereka. Terlebih trio di sekeliling John Wall dan Nene terbilang jangkung, jago defense, dan luwes menembak, termasuk defender jangkung Trevor Ariza (203 cm), Drew Gooden (208 cm) atau Marcin Gortat setidaknya dari area dua angka (sebenarnya gaya bermain Gortat masih cenderung bikin Wizard bermain ala “default”), untung doi punya finishing luwes.

Komposisi dan skema permainan Wizard musim 2013/2014 barusan perlu sedikit dibahas lantaran skema tersebut menjadi pijakan skema permainan Wizard musim-musim berikutnya, termasuk era sekarang.

Boleh dibilang, setidaknya mulai era John Wall, Wizard jamak memainkan skema 1-3-1, di mana pemain yang mampu berpatroli di bawah jaring dan playmakernya dikelilingi pemain dengan karakter relatif mirip. Ketika dua pemain tersebut bisa bermain dengan baik, tiga pemain di sekelilingnya bisa bermain lebih terarah apa pun karakternya.

Ketika Ariza dan Nene pindah ke Houston Rockets, skema dasar Wizard masih bisa berjalan dengan baik lantaran posisinya diisi forward senior Paul Pierce (201 cm) dan shooter jangkung Markieff Morris (206 cm) yang relatif punya skill mirip, begitu juga pelapisnya rookie Otto Porter yang kelak mengisi posisi Pierce (yang pensiun) di musim-musim berikutnya. Belum lagi pelapis Porter, Kelly Oubre (No. 15, 2015, 201 cm) langsung bisa menyatu dengan gaya permainan Wizard meski tembakan tiga angkanya angin-anginan.

Keseimbangan Wizard sendiri sedikit terganggu ketika playmaker mereka, pelari cepat, John Wall cedera, dan pemain-pemain seperti Gary Payton, Thomas Satorasky (No 32. 2012, 201 cm), bahkan Isaiah Thomas yang tembakan-tembakannya titis, belum bisa mengisi daya ledak yang dihadirkan Wall.

Belum lagi posisi small forward yang biasanya diisi defender jangkung jago tembak, belakangan diisi rookie Troy Brown (No. 15, 2018) yang “hanya” bertinggi 198 cm atau Isaac Bonga (203 cm) yang meski jangkung, kurang bisa nembak.

Keseimbangan komposisi Wizard mulai kembali begitu posisi John Wall diperankan Russell Westbrook yang bertipe serupa dan posisi center diperankan Robin Lopez yang lebih klasik dan luwes. Lewat kehadiran duo pemain bertipe "evergreen" tersebut,  kelemahan Wizard di posisi small forward, termasuk dari rookie mereka Deni Avdija, tidak begitu kentara lantaran permainan Wizard kembali bertempo cepat.

Sayang, Westbrook hanya semusim bermain untuk Wizard dan mau tidak mau gaya permainan Wizard kembali berubah meski diperkuat Monte Morris dan Delon Wright yang sama-sama lebih dikenal sebagai point guard yang langsung bisa diandalkan meski bermain dari bangku cadangan.

Channel resmi Wizard

Komposisi Wizard dalam dua tiga tahun belakangan juga terkesan kurang seimbang lantaran power forward Kyle Kuzma (206 cm) dan center Kristaps Porzingis (221 cm) ,yang tidak lagi seegois sebelumnya, lebih dikenal dengan produktivitas raihan poin, ketimbang defense-nya.  Praktis sebelum Kentavious Cadwell-Pope (KCP) pindah ke Denver Nuggets, hanya KCP, Bradley Beal (jika bugar), dan rookie Corey Kispert (No. 15, 2021, 201 cm), forward yang defense dan tembakan tiga angkanya cenderung konsisten.

Sejak beberapa musim ke belakang, para small forward yang dipilih Wizard lewat draft memang menjadi PR tersendiri buat Wizard. Dani Avdija (No.9, 2020, 206 cm) yang diproyeksikan bakal jadi pemain komplet belum bisa berkembang sesuai harapan, terutama konsistensi tembakan tiga angka dan umpan kreatifnya yang masih terlihat malu-malu, meski defense-nya harus diakui berkembang melampaui harapan.  

Permainan Wizard di tangan pelatih Wes Unseld memang cenderung sederhana. Tidak perlu terlalu banyak mengumpan, cukup sekali atau dua kali saja, pemain seolah sudah boleh langsung menyerang, entah lewat tusukan langsung atau tembakan. Nggak papa juga klo efektif menghasilkan angka. 

Sayang skema barusan jadi kerap mengabaikan posisi pemain yang praktis tidak diajak bekerja sama dalam membangun serangan, terutama para penembak jitu seperti  Johnny Davis, yang butuh ruang gerak dan tembak cukup lapang untuk bisa berkreasi. Sebagai rookie, sebenarnya wajar jika Davis belum mendapat jam terbang cukup banyak di musim perdana, meski harus diakui kesempatan bermainnya terbilang relatif lebih minim ketimbang pemain yang dipilih di urutan 15 besar pada umumnya.  

Skema permainan tersebut boleh jadi diterapkan  Unseld Jr. lantaran rebounder terbaik Wizard di lapangan terkadang cuma Porzingis (221 cm) yang juga merupakan salah satu penembak jitu terbaik mereka. Tidak heran, jika Porzingis berada di posisi siap tembak,  pemain lain bersiap mengantisipasi bola rebound di bawah jaring.

Boleh dibilang, musim ini Wizard merupakan tim yang perubahannya paling kentara, terutama lantaran tidak lagi diperkuat dua pemain kunci Beal dan Porzingis.

Terus terang, tanpa kehadiran Porzingis, pergerakan para penembak jitu Wizard yang diisi JORDAN POOLE (yang mengisi peran Beal), Kispert, dan Kuzma (atau DARIO GALLINARI dan MIKE MUSCALA) mestinya lebih luwes. Terlebih, meski tidak seproduktif Porzingis, jika fit, Gallinari senantiasa bisa memberi rasa aman lewat konsistensi tembakan tiga angka dan bawah jaring, berbekal posturnya yang besar, seperti yang ditunjukkan saat bermain di Atlanta Hawks dan OKC Thunder.

Atas: kombinasi give and go Kuzma Avdija (freedawkins)Bawah: Reject screen ala Jordan Poole saat pramusim (hooperhiglight)
Atas: kombinasi give and go Kuzma Avdija (freedawkins)Bawah: Reject screen ala Jordan Poole saat pramusim (hooperhiglight)

Sayang, dari posisi playmaker komposisi point guard Wizard kurang meyakinkan lantaran  Delon Wright dan TYUS JONES lebih sering bermain dari bangku cadangan di tim sebelumnya. Beruntung Jones dinilai sebagai salah satu playmaker cadangan terbaik NBA yang dikenal jago mengatur tempo dan tahu benar kapan mengirim umpan tepat sasaran (turnover-nya sedikit) meskipun tidak banyak.

Selain Avdija dan Johnny Davis, fans NBA tentu saja penasaran terhadap rookie termuda tahun ini, Bilal Coulibally. Meski, menunjukkan kemampuan mengeblok bola dan passing yang menjanjikan, skill-nya tersebut mungkin baru matang empat sampai lima tahun ke depan, lantaran masih terlalu mentah untuk ukuran pemain NBA.

Channel resmi NBA

Harus diakui, Coulibaly memang mendapat sorotan karena bermain bareng Victor Wembanyama, meski di tahun pertamanya tersebut raihan poin per pertandingan dari bangku cadangannya masih kurang dari 10 poin per game.

Sebagaimana pada  pertandingan-pertandingan uji coba pramusim, berdasarkan cara bermain dan komposisi pemain yang mereka punya, kurang lebih Wizard memainkan skema run and gun yang pada dasarnya  cukup membutuhkan dua atau tiga umpan sebelum mengeksekusi serangan secara langsung memanfaatkan defense Kispert, Gafford, Coulibally, dan serangan balik cepat Jordan Poole, Kyle Kuzma, atau Muscala. Kebetulan, musim ini, mereka kedatangan banyak shooter produktif seperti Poole, Muscala, Gallinari, hingga alumni Golden State Warriors Patrick Baldwin Jr. yang praktis menggenapi komposisi pemain para shooter yang kurang dikenal jago defense. Bukan kebetulan juga, gaya permainan bertempo cepat ala Wizard, apa pun namanya, bukan hal baru, karena fans Wizard sudah biasa melihatnya di era Westbrook, John Wall, bahkan Gilbert Arenas. 

Sayang, meski berpotensi menampilkan permainan yang enak dilihat, secara defense Wizard terlihat kurang ngotot menjaga keunggulan. dan terlalu mudah memberikan angka pada tim lawan, meski mereka punya beberapa defender efektif yang mungkin tidak terlalu menonjol, seperti Kispert, atau Kuzma (jika lebih fokus), atau bahkan Tyus Jones yang meski mungil dan tidak terlalu bertenaga, ia dikenal sabar dan punya timing yang tepat untuk merebut bola dari dribel pemain lawan. 

Gaya permainan  yang bisa dibilang wajar karena memang mereka terlihat ingin membangun tim muda dari awal, yang mungkin baru akan terlihat tiga atau empat tahun ke depan, terutama jika perkembangannya tidak dipercepat sebagaimana Atlanta Hawks (2020) atau Houston Rockets (2023) yang mendatangkan pemain matang berkualitas selepas dua musim rookie mereka berkembang, seiring lapangnya anggaran gaji tim (jika dibandingkan dengan Detroit Pistons, Oklahoma City Thunder, Orlando Magic, atau San Antonio Spurs yang mulai fokus pada pemain muda pada periode dan rentang waktu yang relatif sama. dan mulai tampil terarah dan menyenangkan meski tidak selalu menang). #bisa jadi coretan baru #eh.

Video dari channel "NBA hoops" sedikit banyak ngasih gambaran gimana Wizard bermain musim ini, 

Terlepas bagaimana kebijakan ke depan,  Wizards  menjadi tempat yang tepat bagi para pemain muda ini untuk mengasah kemampuan, tanpa banyak sorotan.  Kebetulan President of basketball operation mereka yang baru Michael Winger berpengalaman mengamati perkembangan Lebron James muda dan Putra Daerah Asli Washington, Kevin Durant.

Belum lagi pelatih mereka Wes Unseld Junior juga punya visi yang sama mengingat ia mengamati langsung perkembangan Draymond Green (Golden State Warriors) dan Nikola Jokic muda (Denver Nuggets) saat masih menjadi asisten di kedua tim tadi, meski suara sumbang akan terus terdengar sampai kapan pun selama Unseld masih berada di jajaran manajemen sampai kapan pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun