Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

... Perubahan Kecil Tim-Tim NBA (Edisi Lanjutan)

23 November 2022   14:29 Diperbarui: 23 November 2022   17:11 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mathurin dan Haliburton (indicornrows)


Dallas Mavericks

Inilah enaknya memiliki pemain yang kerap dijaga minimal satu pemain, seperti Luka Doncic (PG/SF/PF),  ketika memulai serangan. Dikelilingi empat pemain yang semuanya jago tembak, (yang salah satunya kadang bermain sebagai screener untuk memudahan Doncic berpenetrasi), seperti Dwight Powell (PF/C), Reggie Bullock (SG/SF), Dorian Finney Smith (SF/PF), dan Jalen Brunson (SG/PG), Doncic bisa mengirimkan umpan tajam ke pemain mana pun yang ia mau. Begitu menerima umpan, para penembak jitu bisa  langsung menembak atau mengoperkan bola lagi ke pemain yang lebih lapang.

Tidak masalah mengoper satu atau dua kali lagi lantaran satu pemain pasti bebas tak terkawal.

Skema tersebut makin mengalir lancar ketika pelatih Mavs, Jason Kidd, awal musim lalu, mulai menyisipkan Brunson yang mungil mengisi peran Tim Hardaway Jr (cedera). Meski mungil, Brunson merupakan tipe pemain yang pantang menyerah, yang siap melakukan gerakan sulit untuk memasukkan bola di bawah jaring.

Terlebih dengan tembakan tiga angkanya yang akurat dan umpannya yang tajam, pelatih Jason Kidd kerap mempercayakan Brunson sebagai playmaker, bertukar posisi atau mengisi peran Doncic, ketika Doncic sedang rehat sejenak.

Terlebih komposisi pemain cadangan Mavs juga dihuni penembak jitu yang sama konsistennya. Sebut saja scorer luwes Spencer Dinwiddie (PG/SG), penembak jitu jangkung Davis Betrans (PF), dan penembak jitu merangkap defender Maxi Kleber (SF/PF).

Jika ingin memainkan skema yang lebih defensif, Mavs bisa memainkan playmaker defensif Frank Nikitina atau shooter plus defender (3D) muda Josh Green yang sayang akurasi tembakannya belum konsisten.

Dengan memiliki banyak penembak jitu, kelemahan utama mereka terbilang mudah dilihat. Mavs tidak punya petarung bawah jaring atau shot blocker. Pemain seperti Powell atau Kleber mungkin sigap bergerak mendekati jaring untuk merebut bola, tapi keduanya bukan tipe petarung. Terlebih musim lalu, di babak play off mereka menghadapi Golden State Warriors, yang diperkuat Draymond Green (PG/SF/PF/C) dan Gary Payton II, dua petarung yang rajin bergerak tanpa bola mendekati jaring, entah untuk menerima umpan dari para shooter Warriors seperti Steph Curry dan Klay Thompson atau bertarung memerebutkan bola muntah andai tembakan mereka luput.

Mengingat kelemahan tim terlihat kentara, Mavs mendatangkan dua big man petarung sekaligus, JaVale McGee (C) dan Christian Wood (PF/SF) (Houston Rockets). Meski keduanya jago block shot, Mcgee dan Wood merupakan dua tipe pemain berbeza. Mcgee lebih bertipe pemain yang lincah dan sigap menerima umpan lambung, sedang Wood punya akurasi tembakan tiga angka lumayan.

Sayang, meski kedatangan dua big man tangguh, musim ini Mavs harus kehilangan Brunson, yang pindah ke New York untuk menambah sentuhan kreatif di tim yang lebih banyak mencetak angka di bawah jaring tersebut.

 Boleh dibilang meski masih punya dua point guard paten, Dinwiddie dan Hardaway Jr., dua guard tersebut punya gaya bermain yang berbeda dengan Brunson. Dinwiddie termasuk scorer produktif yang tidak terlalu bertenaga sedang akurasi Hardaway terlalu tidak konsisten untuk penembak jitu. Peran lama Brunson di bangku cadangan sendiri diisi oleh guard mungil Eropa berpengalaman Faccundo Campazzo yang lebih sering bikin saya deg-degan pas ngedribel bola apalagi sewaktu melepaskan tembakan tiga angka di bawah hadangan guard "raksasa" amrik.

Menariknya, tanpa kehadiran Brunson, Mavs tetap tampil konsisten musim ini, bahkan lebih sering bermain tanpa McGee dan lebih mempercayakan Wood dari bangku cadangan (dengan menit bermain yang setara atau lebih tinggi dari starter), di mana Wood bisa jadi playmaker dadakan yang kadang mendribel bola dari area tiga angka ke bawah jaring. 

Channel: Hooper Highlight

Denver Nuggets

Meski komposisi utama Nuggets sudah kembali seperti dua musim lalu, penampilan Nuggets musim ini tidak semeyakinkan di atas kertas. Maklum ketangkasan Jamal Murray (PG/SG) dan Michael Porter Jr. (SF/PF) belum pulih seperti sedia kala, meski akurasi tembakan tiga angka keduanya tetap menjanjikan.

Terlebih tim yang alur permainannya dirancang oleh center tajam bertipe lambat Nikola Jokic (C) akan lebih hidup jika dikelilingi pemain bertempo cepat yang bukan hanya punya visi dan tembakan akurat begitu menerima umpan, tetapi juga piawai mengikuti pergerakan pemain lawan saat bertahan seperti Jamal Murray/Monte Morris (PG/SG), Will Barton (SG/SF), Michael Porter Jr, (SF/PF) dan Aaron Gordon/Jeff Green (PF) dua musim lalu.

Musim lalu, tanpa kehadiran Murray, Nuggets masih tampil cukup lumayan lantaran perannya bisa diisi juga Morris. Terlebih mereka masih punya Austin Rivers yang selalu tampil lumayan di bawah jaring dan area tiga angka.

Jika masih kurang, rookie Bones Highland (PG/SG) tampil menjanjikan dengan tusukan dan sesekali tembakan tiga angkanya.

Yang agak kurang meyakinkan posisi forward. Tidak ada yang salah dengan Jeff Green (PF/SF) dan Aaron Gordon (PF). Meski sudah senior, Green masih tetap rebounder dan penembak jitu lumayan. Begitu juga dengan Aaron Gordon, meski akurasi tembakan tiga angkanya tidak konsisten, ketangkasan dan pergerakan bolanya di bawah jaring mampu mengisi ruang yang ditinggalkan Jokic yang sering bermain di area tiga angka atau turut melakukan tip off andai finishing Jokic di bawah jaring tidak banyak mengandalkan tenaga (namun kreatif) itu luput.  

Meski punya dua forward bagus, pelapis mereka tidak terlalu menjanjikan. DeMarcus Cousins yang rentan cedera belum menemukan ketangkasan kembali sejak pulih dari cedera ACL beberapa musim lalu.

Belum lagi, meski punya pergerakan bola yang bagus dan lincah saat menutup ruang gerak pemain, Forward muda Zeke Nnaji penampilannya masih belum sekonsisten sekarang. Tidak heran musim lalu, mereka berada di peringkat enam dan takluk di tangan Phoenix Suns di perempat final playoff.

Musim ini, Nuggets tampil sedikit berbeda, terutama sejak Morris dan Barton pindah ke Washington Wizard. Alih-alih mendatangkan playmaker yang tidak terlalu kesulitan melepaskan jump shot akurat begitu menerima bola, Nuggets mendatangkan Kentavious Cadwell-Pope yang kurang punya visi bagus meski defense dan akurasi tembakan tiga angkanya bisa diandalkan.

Padahal kunci permainan Nuggets selama ini adalah hadirnya playmaker yang kreatif yang punya akurasi tembakan bagus dan tidak terlalu lama memperlambat tempo lewat dribel, terutama jika Jokic rehat sejenak di bangku cadangan. Murray memang sesekali memperlambat tempo dengan mendribel bola di hadapan pemain lawan, namun tembakan atau tusukan Murray selepas itu dikenal mematikan.

Untung peran Barton dan Morris bisa diisi dengan baik oleh pemain baru Bruce Brown (Brookyn Nets) dan playmaker mungil tangguh (dengan defense kurang) Ish Smith.

Berbicara tentang Nuggets, rasanya kurang afdol jika tidak membahas barisan pemain muda mereka. Selain Nnaji makin tampil meyakinkan lewat permainan pantang menyerah, Highland juga tampil lebih matang. Sayang, Highland masih sering memperlambat tempo lewat dribelnya. Saat mendapat momentum yang pas (seiring percaya dirinya yang naik), akurasi tembakan tiga angkanya memang bisa diandalkan, namun konsistensinya belum begitu terjaga.

Selain Highland, Nuggets kedatangan anggota baru defender sekaligus shooter Christian Braun (SF) yang langsung mendapat kepercayaan bermain rutin, meski dari bangku cadangan. Sayang meski defense-nya terlihat menjanjikan finishingnya belum terlihat luwes, meski mendapat ruang tembak yang teramat lapang di pojokan.

Beruntung, di bawah jaring Nuggets masih punya DeAndre Jordan yang memperlihatkan sisa-sisa ketangkasannya yang dulu rutin dipertunjukan di bawah jaring Los Angeles Clippers atau bahkan Vlatko Cancar yang pergerakan kakinya lincah, terutama saat melakukan pick and roll.


Detroit Pistons

Seperti musim lalu, musim ini Pistons tampaknya masih asik mematangkan skema berbekal komposisi pemain muda. Memanfaatkan tusukan dan umpan tajam Killian Hayes (PG) yang akurasi tembakan tiga angkanya makin membaik, tembakan para penerima umpan seperti Saddiq Bey (SF), Cade Cunnigham (PG/SG), rookie Jaden Ivey (PG/SG) masih sering luput meski ruang tembaknya terbuka. Kalaupun terdapat space, para pemain muda ini tampak masih ragu untuk memilih apakah hendak menembak atau mengumpan lantaran untuk para pemain berpengalaman NBA, space tersebut minimalis tersebut sudah membantu mereka melepaskan tembakan akurat.

Praktis hanya tembakan Bojan Bogdanovic (Utah Jazz), yang musim ini mengisi peran Jerami Grant (yang akurasi tembakan tiga angkanya meningkat pesat begitu pindah ke Portland Trail Blazers), yang akurasi tembakannya mungkin bisa diandalkan, meski kadang Bogdanovic memaksakan diri menembak di bawah hadangan dua pemain lawan.

Meski secara sistem belum berjalan dengan baik, penampilan rookie Jaden Ivey cukup menjanjikan terutama lewat lay up memanfaatkan kerja sama pick and roll, terlebih di bawah jaring, mereka masih diperkuat Isaiah Stewart dan rookie Jalen Duren (C) yang punya skill mirip, namun Duren sedikit lebih tinggi.

Bukan hanya menjadi tempat mengasah pengalaman, musim ini, Pistons menjadi tempat bagi para pemain yang sempat dianggap sebagai pemain muda potensial seperti Marvin Bagley (yang semasa masih memperkuat Sacramento Kings dikenal sebagai center dengan akurasi tembakan lumayan (tidak konsisten) dan finishing kreatif di bawah jaring atau Nerlens Noel yang tampil bagus sebagai center bertipe defensif (2014) ketika bermain untuk Philadelphia 76ers yang kala itu dikenal sebagai gudang center muda berbakat lantaran tiap tahun mereka selalu memilih pemain yang berposisi sebagai center di draft NBA. Sayang bakat keduanya tidak terlalu terasah dengan baik karena lebih sering cedera.

Golden State Warriors

Sistem Golden State Warriors amat jelas. Dengan banyaknya shooter berbakat seperti Steph Curry (PG/SG), Jordan Poole (PG/SG), Klay Thompson (SG/SF), dan Otto Porter (SF/PF/C) musim lalu, mereka bukan hanya membutuhkan pemain seperti Andrew Wiggins/Erling Haaland/ Kevin Durant/ Zach Lavine (yaitu pencetak  angka yang bisa bermain egois  andai sistem permainan yang mengandalkan ruang dan umpan tidak berjalan dengan baik),  tetapi juga pemain yang bisa mengisi ruang kosong yang ada di jepan jaring lantaran bola lebih banyak berada di tangan para shooter.

Bukan hanya sigap menerima umpan para shooter, pemain yang lihai menyelinap di antara kawalan pemain lawan ini juga siap bertarung memperebutkan rebound, baik di bawang jaring sendiri maupun jaring lawan.

Peran itulah yang selama ini diisi oleh Juan Toscano Anderson (kini Lakers), Gary Payton II (Portland, masih cedera sejak awal musim), Andre Iguodala dan kadang Damion Lee (Phoenix Suns).

Bukan hanya berperan sebagai tukang angkut air, para pemain senior ini juga ikut memastikan pemain seperti Jonathan Kuminga (forward bertenaga), Moses Moody (Curry 6.0), dan James Wiseman (skill dan finishing di bawah jaringnya bagus) berkembang tanpa tekanan berlebihan.

Sayang pemain yang didatangkan musim ini gaya bermain yang agak berbeda dengan pemain Warriors musim lalu. Ty Jerome, meski punya pergerakan yang lincah sebagai playmaker, perhatian pemain lawan tidak terlalu terpusat pada Jerome lantaran akurasi tembakan tiga angkanya belum konsisten,

Jeremy Lamb juga bukan tipe pemain yang mengandalkan kekuatan fisik, Ia lebih mengandalkan kelincahan bergerak dan finishing di bawah jaring. Begitu juga Donte DiVincenzo (PG/SG) yang merupakan playmaker yang lebih sering membutuhkan bola, meski akurasi tembakan tiga angkanya sebagai penerima umpan cukup bisa diandalkan.

Praktis hanya Jamychal Green (Alumni Memphis Grizzlies), pemain baru Warriors yang gaya bermainnya mirip  pemain Warriors musim lalu.

Houston Rockets

Menarik menyaksikan permainan Rockets yang dikomandoi playmaker bertenaga seperti Jaylen Green ini. Meski di atas kertas dihuni banyak pemain kreatif, permainan Rockets masih terlalu mudah dibaca.

Itu semua lantaran, sejak musim lalu, permainan Rockets terlalu bertumpu pada Green, baik jump shot atau pun umpan tajam Green pada shooter kalem Michael Porter Jr. (PG/SG), atau rookie dengan dengan umpan tajam Jabari Smith (SF/PF) atau seniornya Usman Garuba (PF), dan center kreatif dengan finishing sabar, Alperen Sengun tidak menghasilkan angka.

Smith sendiri menggantikan peran Christian Wood yang musim ini memperkuat Dallas Mavericks.

Bukan hanya lewat umpan tajam playmaker, Rockets juga kesulitan menghasilkan tembakan tiga angka dari umpan yang diberikan pada pemain, seperti Porter Jr., yang menerima bola sembari bergerak dari pojokan (Curl).

Akurasi tembakan mereka cenderung lebih jitu jika melakukan tembakan dengan ruang tembak yang cukup lebar.

Pemain muda seperti Smith Jr. dan power forward dengan kekuatan fisik dan akurasi tembakan lumayan Tari Eason (PF) memang kadang masih terlalu kikuk saat menerima umpan sembari diteror pressing pemain yang lebih senior. Saat bermaksud berprenetrasi, dribel bola pemain Rockets beberapa kali berhasil direbut lawan.

Permainan Rockets jauh lebih efektif lewat umpan-umpan yang diberikan big man seperti Sengun, Garuba, atau Smith pada pemain rajin bergerak mendekati jaring seperti Gordon, Green atau dua pemain cadangan JaSean Tate (SG/SF) atau Kenyon Martin Jr (SG/SF). Andai slam dunk mereka luput, setidaknya berpeluang menghasilkan lemparan bebas.

Akurasi tembakan mereka juga lebih efektif jika umpan diberikan pada pemain yang berdiri statis di dekat jaring atau malah lewat aksi individu yang dilakukan Porter Jr, setelah melakukan dribel.

Bukan hanya, kesulitan menghasilkan tembakan tiga angka,  defense mereka juga juga mudah ditembus oleh beberapa skema permainan. Para pemain muda Rockets memang cukup lihai membaca pergerakan pendribel bola, sayang begitu bola diarahkan penembak jitu, para pemain lawan terlambat menutup ruang, bukan hanya satu dua pemain saja.

Belum lagi, lantaran terlalu fokus pada bola, pemain Rockets kesulitan pengantisipasi pergerakan pemain yang bergerak menuju jaring.

Skema itulah yang membuat Rockets kesulitan menghadapi tim yang lebih matang, meski dari raihan angka bisa mereka imbangi.

Indiana Pacers

Indiana Pacers musim lalu memiliki dua wajah. Saat masih diperkuat Malcolm Brogdon (PG/SG), Caris Levert (PG/SG/SF), dan Domantas Sabonis (PF/C),  Lantaran Brogdon cedera, Sabonis-lah yang berperan sebagai playmaker yang sengaja bergerak dari belakang atau depan mendekati area tiga angka. Ketika menjadi playmaker, Sabonis bisa berdiri pasif sebagai screener, menunggu pemain yang bergerak dari belakang atau samping yang bersiap menembak atau mendekati jaring begitu menerima bola.

Begitu penerima bola bergerak, biasanya ada satu pemain lagi yang bergerak mendekati penerima bola untuk bersiap menerima bola atau memancing pemain bertahan lawan untuk membuka ruang.


Skema seperti ini bisa berjalan karena di awal musim lalu, mereka diperkuat Jeremy Lamb yang rajin bergerak, atau Chris Duarte yang bisa melepaskan tembakan akurat begitu menerima bola.

Padahal jika tidak cedera, Pacers kerap memainkan skema pick and roll antara Brogdon dengan Sabonis/Myles Turner (rekan sesama center di Indiana Pacers). Salah satu duet power forward Pacers.

Jika pada tim lain, variasi seperti ini biasanya lebih sering bertujuan untuk melepaskan guard dari kawalan pemain lawan agar guard lebih mudah berpenetrasi, bagi pacers Pick and roll juga bertujuan untuk memacing pemain lawan untuk mengikuti Turner atau Sabonis yang siap berduel begitu menerima bola sambil mendekati jaring.

Operan pada center hanya bisa dilakukan apabila defender lawan terlalu dekat dengan Brogdon, namun apabila sebaliknya, Brogdon bisa untuk yang mengeksekusi tembakan atau mengoperkan bola ke sisi sayap yang bisa jadi diisi Justin Holiday.

Kebetulan peran tersebut hanya bisa efektif, jika playmaker punya akurasi tembakan angka yang bagus. Itulah kenapa skema tersebut tidak terlalu efektif dijalankan TJ McConnel karena meskipun lincah dan punya umpan tajam, akurasi tembakan McConnel cenderung biasa,

Peran tersebut sebenarnya bisa dimainkan sejak musim lalu, terutama sejak Pacers mendatangkan playmaker tajam Tyresse Haliburton dan Shooter Buddy Hield dan mngirimkan Levert, Sabonis, dan Holiday ke Sacramento Kings yang bertujuan  menjaga peluang Kings bermain di babak play in (kebetulan meski sama-sama berada di peringkat 13, peluang Kings lebih besar karena Kings hanya berselisih satu kemenangan dari peringkat 10 wilayah barat (New Orleans Pelicans, sedangkan Pacers berselisih sembilan kelalahan dari Atlanta Hawks pada periode yang sama).


Sayang, skema tersebut belum diterapkan sepenuhnya musim lalu, di mana waktu itu Haliburton lebih banyak berpenetrasi memberikan umpan pada Hield yang memang bisa langsung menembak begitu menerima bola.

Selain berpenetrasi, Haliburton juga memerankan skema yang biasa dimainkan antara Sabonis dengan Duarte atau Lamb. Bedanya, dengan rentang tangan yang panjang dan lompatan yang tinggi, Haliburton tidak terlalu kesulitan memasukan bola lewat lay up.

 Musim ini dengan waktu persiapan yang lebih lama, dan komposisi yang lebih fit (minus Duarte yang mesti menepi beberapa pekan karena cedera), Pacers bisa memainkan beberapa skema penyerangan dengan eksekusi yang lebih sederhana.

 Saat memulai serangan, Haliburton  bisa langsung mengoperkan bola pada penembak jitu Hield yang bergerak tepat di belakangnya atau memainkan pick and roll bersama satu di antara dua center kekar Jalen Smith atau Turner.

Kebetulan dengan akurasi dan kekuatan fisik yang bagus, Mathurin bisa mengisi peran salah satu dari dua guard tadi atau bahkan bermain bersama sebagai small forward.

Menariknya, andai kata tembakan luput, pemain Pacers langsung kembali ke pertahanan sendiri, tanpa ngoyo berusaha mencari bola rebound.

Saat bertahan, Pacers juga memainkan skema yang unik. Alih-alih menghadang pendribel bola, para pemain Pacers membiarkan pemain lawan langsung berduel dengan dua center di bawah jaring. Skema tersebut bisa dijalankan lantaran pemain Pacers seolah membiarkan area di antara area tiga angka dan bawah jaring kosong sehingga playmaker lawan bisa mengirimkan bola langsung pada pemain yang berada di bawah jaring. Di sisi lain, meski ada ruang kosong di antara bawah jaring dan area tiga angka, pemain lawan tidak bisa mudah menyelinap di antara kawalan pemain Pacers lantaran pemain tersebut dibuntuti rookie Andrew Nembard.

Skema tersebut mulai diterapkan saat Duarte cedera lantaran saat Duarte bermain playmaker lawan biasanya dijaga oleh Duarte.

Bersambung ... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun