Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mencoba Menikmati Acara Favorit Masyarakat Inggris "Great British Bake Off"

17 Maret 2020   11:18 Diperbarui: 19 Maret 2020   16:02 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paul Hollywood dan Mary Berry (www.nytimes.com)

Babak berikutnya adalah technical round, di mana juri biasanya meminta peserta menduplikasi kue atau roti yang sudah dibuat juri. Artinya semua peserta mendapat resep yang sama dengan detail yang kadang sengaja tidak disebutkan. Poin ini yang kadang bikin hasil olahan peserta satu dan peserta lain tidak benar-benar seragam.

Babak terakhir tidak lain adalah babak show stopper atau kadang diterjemahkan jadi tantangan puncak kalau di sini, di mana peserta setiap peserta diminta membuat hidangan yang lebih rumit dari hidangan di dua babak sebelumnya.

Misal, kalau diminta bikin bolu, ya bolunya diminta untuk dibikin dengan hiasan yang rumit atau jumlah tingkat yang aduhai banyaknya, tentu saja dengan tetap memperhatikan sisi kreatif masing-masing peserta.

Sisi menarik Bake Off sebenarnya bukan cuma itu. Bake off juga kadang membuka sejarah terciptanya menu-menu yang diujikan di setiap babak. Termasuk sejarah tentang cupcake, yang menurut ahli sejarah kuliner, awalnya bukan dicetak dengan cetakan yang beralaskan kertas melainkan dengan cup (yang secara harfiah berarti cangkir) dan pembawa acaranya sendiri ikut mempraktikkan resep otentik yang dimaksud, yaitu campuran mentega, telur, tepung, dan buah kering.

Kebetulan, ahli sejarah kuliner tersebut juga menjelaskan tentang kapan cupcake pertama kali dibuat dari catatan resep cupcake yang berhasil ditemukan, yaitu sekitar tahun 1806.

cupcake (gambar tangkapan layar pribadi)
cupcake (gambar tangkapan layar pribadi)
Melihat bagaimana acara tersebut dikemas, rasanya saya paham kenapa televisi Indonesia belum ada yang coba menayangkan apalagi mengadaptasinya menjadi Bake Off versi Indonesia, meskipun dari sisi juri, mungkin nggak sedikit chef pastry Indonesia, yang punya karisma seperti duet Paul Hollywood dan Mary Barry.

Paul Hollywood memang dikenal dengan tatapan mata yang tajam namun tetap jadi sosok yang teduh. Bahkan pujian Hollywood kadang bisa jadi mood booster tersendiri buat para peserta yang rasa hasil panggangannya memang dipuji Hollywood.

Di satu sisi, Oma Mary Barry, walaupun terkesan sebagai nenek yang ngemong, punya ucapan yang tajam, misal menyebut bentuk biskuit yang dipanggang peserta lebih mirip "ginger dick" atau kalau nggak salah berarti "penis jahe" atau "rimpang jahe".

Dilihat dari karakter juri, meskipun kita mungkin punya patiseri dengan karakter yang mirip dengan beliau berdua, masyarakat Indonesia nggak gitu dikenal sebagai masyarakat yang secara khusus gemar mengudap kue atau roti (termasuk juga pastry atau hidangan yang dipanggang lainnya) tiap hari.

Kita mungkin punya kebiasaan ngemil sore, yang salah satu menunya termasuk kudapan-kudapan seperti kue atau roti. Tapi kue atau roti bukan menu wajib. Yang kadang wajib kalau nggak salah adalah umbi-umbian rebus atau goreng, jajanan pasar atau gorengan.Untuk gorengan pun kadang bukan sekedar buat camilan melainkan jadi temen buat ngemplok nasi #eh.

Terlebih kalaupun ada, apa masyarakat kita bakal tertarik untuk tau, kue pepe yang biasanya kita makan itu pertama kali dibuat tahun berapa. Yang ada kebanyakan dari kita udah laper duluan liat kue pepe warna ijo mengundang di depan mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun