Mohon tunggu...
Candra Wijaya
Candra Wijaya Mohon Tunggu... Lainnya - #Dirumahaja

Status mahasiswa ekonomi pembangunan;

Selanjutnya

Tutup

Money

Volatilitas Nilai Tukar dan Pertumbuhan Ekonomi pada Masa Pandemi

6 April 2020   12:29 Diperbarui: 6 April 2020   12:46 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.exchangerates.org.uk

COVID-19 merupakan pandemi yang muncul sejak bulan Desember 2019 hingga saat ini pada awal bulan April 2020. Pandemi ini memberikan dampak yang cukup besar pada perekonomian global. 

Hal ini ditunjukkan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang mana akan berada dibawah 2% dan juga aktivitas perekonomian menurun sebesar 1.9%.

Pada kuartal pertama, produk domestik bruto (PDB) di US turun sebesar 3.3%, Eropa turun sebesar 4.2% dan UK turun sebesar 3.9%. Sedangkan PDB China saat ini berada dibawah 2%.

Penurunan PDB di beberapa negara menunjukkan bahwa dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian sangat besar. Penurunan PDB ini merupakan akibat dari volatilitas nilai tukar pada masing-masing negara.

Menurut Achoua Barguellil, Ousama Ben-Salha dan Mourad Zmami (2018) dalam jurnal "Exchange Rate Volatility and Economic Growth", mereka mengatakan bahwa volatilitas nilai tukar memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. 

Dampak dari volatilitas nilai tukar tergantung pada sistem nilai tukar dan keterbukaan keuangan masing-masing negara. Mereka menambahkan bahwa volatilitas nilai tukar lebih berbahaya ketika negara mengadopsi sistem nilai tukar yang fleksibel dan keterbukaan keuangan.

Uni Eropa dengan mata uang euro yang menganut sistem nilai tukar mengambang bebas. Ketika masa pandemi ini berlangsung, kurs mata uang euro berfluktuasi dan pada tanggal 22 Maret kurs euro berada pada titik yang terendah. 

Perlemahan kurs euro merupakan akibat dari semakin meluasnya penyebaran virus corona di benua biru ini. Hal ini menunjukkan bahwa volatilitas nilai tukar pada masa pandemi ini menyebabkan penurunan GDP hingga 4.2%.

Penurunan GDP di eropa merupakan akibat dari kebijakan lockdown yang dilakukan oleh beberapa negara di benua biru, seperti Italia, Jerman, UK, Spanyol, dan lainnya. 

Lockdown yang dilakukan beberapa negara ini menyebabkan penurunan pendapatan negara yang sangat signifikan, karena pendapatan negara-negara di eropa berasal dari sektor pariwisata. 

Dimana penutupan event seperti Serie A, Premier League, dan lain-lain yang merupakan kran pendapatan di benua biru. Kemudian juga pada sektor industri non primer yang tidak berproduksi memberikan dampak besar terhadap PDB.

Pada grafik dibawah ini menunjukkan nilai tukar yuan terhadap dolar berfluktuasi selama masa pandemi berlangsung. Dimana pada bulan Desember 2019 hingga awal tahun 2020, China mengalami penurunan nilai tukar yan terendah karena munculnya pandemi ini. 

Pada akhir bulan Maret hingga awal April, nilai tukar yuan terhadap dolar cenderung stabil. Karena pada periode waktu ini, China berada pada masa recovery sehingga nilai tukar mulai stabil. Penyebab lainnya yang menyebabkan nilai tukar China lebih cepat stabil adalah mata uang yuan yang menganut sistem nilai tukar tetap.

https://www.exchangerates.org.uk
https://www.exchangerates.org.uk
Penyebab utama besarnya tingkat volatilitas nilai tukar masing-masing negara adalah transmisi kebijakan karantina yang ditetapkan pemerintah. Penetapan lockdown yang menghambat perdagangan internasional, sehigga persediaan barang dan jasa menurun. 

Selain itu kebijakan social distancing yang menyebabkan menurunnya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa. Sementara di pasar keuangan, ketidakpastian pasar membuat para spekulan keluar dari pasar.

Dampak COVID-19 terhadap ketidakpastian global dan pasar keuangan dunia. ada 3 kategori yaitu:

  • Demand Shock, beberapa negara melakukan karantina dengan pembatasan perjalanan, yang menyebabkan penurunan permintaan barang dan jasa, pariwisata, perhotelan dan masih banyak lagi yang lainnya.
  • Supply Shock, arus perdagangan internasional yang terganggu menyebabkan penurunan persediaan barang, hal ini terjadi hingga waktu yang tidak ditentukan (uncertainty).
  • Financial Shock, menurunnya arus kas dan likuiditas mengancam perusahaan dikarenakan menurunnya keuangan global, kerja internasional dan juga tingkat kesehatan yang menurun.

Sumber:

[1]

[2] Barguellil, A., Ben-Salha, O., & Zmami, M. (2018). Exchange rate volatility and economic growth. Journal of Economic Integration, 33(2), 1302--1336. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun