Narasi Sosialisme Religius?
M. Sadli Umasangaji
Kita dapat memulai dengan mengutip apa yang dipertanyakan dan dituliskan Nurcholish Madjid, "Pertanyaan: mengapa sosialisme, dalam konteks Indonesia, mungkin tidak perlu lagi diajukan? Sebab, sosialisme dapat dianggap sebagai suatu cara lain untuk mengungkapkan ciri masyarakat yang dicita-citakan oleh Pancasila, yaitu masyarakat berkeadilan sosial".
Dalam buku "Sosialisme; Pengalaman Venezuela Amerika Latin" Martha Harnecker, dalam pengantarnya, tertulis 'Garis Moderat versus Radikal'. Dalam tujuan mewujudkan 'Jalan Amerikan Latin', sosiolog Steve Ellner (2011) mengatakan bahwa kasus Venezuela terjadi perdebatan sengit antara dua kubu gerakan kiri, yakni Kubu Radikal yang mengikuti garis Leninis. Sementara kubu Moderat yang terinspirasi pada Antonio Gramsci, dimotori oleh Marta Hernecker.
Marta Hecneker (2015), golongan kiri juga menjadi dewasa dalam hubungannya dengan gerakan-gerakan rakyat ketika mereka mengerti bahwa gerakan-gerakan rakyat ketika mereka mengerti bahwa gerakan-gerakan ini tidak boleh diperlakukan sebagai penyalur untuk keputusan-keputusan 'partai' tetapi harus memiliki otonomi yang semakin meningkat, sehingga mereka bisa mengembangkan agenda-agenda perjuangan mereka sendiri.
Golongan kiri juga mulai mengerti bahwa perannya adalah mengkoordinasikan bermacam-macam agenda dan bukan menyusun satu agenda tunggal dari atas. Golongan kiri harus mengerti bahwa perannya adalah memberi orientasi, memfasilitasi, dan berjalan bersama, tetapi bukan menggantikan, gerakan-gerakan ini, dan bahwa sikap 'vertikalis' yang merusak inisiatif rakyat harus dilenyapkan.
Sekarang dimengerti bahwa gerakan kiri harus belajar untuk mendengarkan, untuk membuat diagnosis yang tepat mengenai tahap-tahap pikiran rakyat, dan mendengar secara teliti solusi-solusi yang disampaikan oleh rakyat.
Golongan kiri juga harus menyadari bahwa untuk membantu rakyat menjadi, dan merasa bahwa mereka adalah pelaku, golongan kiri harus meninggalkan gaya pemimpin militer vertikalis menuju pendidik rakyat, yang mampu untuk mengerahkan kekuatan semua kearifan yang telah dikumpulkan rakyat.
Yang menjadi pelopor adalah gerakan-gerakan rakyat. Gerakan-gerakan ini berkembang dalam konteks krisis legitimasi model neoliberal dan krisis yang dihadapi lembaga-lembaga politiknya. Gerakan-gerakan ini tumbuh dari dinamika perlawanan di komunitas-komunitas atau organisasi-organisasi lokal mereka. Ini adalah gerakan yang sangat majemuk, dimana unsur-unsur teologi pembebasan, nasionalisme revolusioner, marxisme, indigenisme, dan anarkisme hidup berdampingan.
Mengapa berbicara mengenai sosialisme? Kita bisa bertanya. Bagaimanapun, 'sosialisme' punya pengertian sampingan yang negative sejak kejatuhan di Uni Soviet dan Negara-negara di Eropa Timur lainnya. (Harnecker, 2015).