Dalam rangka menyampaikan secara terbuka dan terang benderang perihal visi-misi dan program kerja andalan para kontestan Pilkada DKI, KPU DKI menggagas perhelatan besar untuk maksud tersebut, yaitu Acara Debat Pilkada DKI 2017. Dengan menjadi terang benderangnya visi-misi dan program kerja para pasangan calon (paslon), diharapkan para swing voters akhirnya dapat menentukan paslon mana yang akan dipilihnya nanti dalam Pilkada DKI 15 Februari 2017.
Acara Debat Perdana Pilkada DKI sukses digelar pada 13 Januari 2017 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan. Hasil Debat Perdana Pilkada DKI ini terbilang sukses besar. Sukses besar, karena acara yang bagi kalangan muda dapat ditebak sebagai acara super formil, tanpa unsur entertaining-nya, ternyata menarik perhatian. Menarik perhatian, lantaran hadirnya sosok moderator cantik nan cerdas bernama Ira Koesno.
Moderator kece, mantan penyiar SCTV itu mampu mencuri perhatian para calon pemilih pemula dan para netizen. Mereka mendadak tertarik mengikuti jalannya acara formil itu. Meskipun, diakui mereka kemudian via cuitan dan aksi tulis di berbagai media sosial (medsos), bahwa fokus utama mereka cuma kepada Ira Koesno sang moderator – dalam tempo singkat, puluhan meme menarik dan lucu tentang Ira Koesno pun bertebaran di medsos – apapun hasil debat Pilkada DKI yang menghadirkan paslon Agus-Sylvi, Basuki-Djarot, dan Anies-Sandiaga, debat perdana tersebut sukses besar, karena “unsur hiburannya” dapat, yakni melalui arti hadirmu, Ira Koesno!
Debat Pilgub DKI Kedua, kembali digelar pada 27 Januari 2017, di tempat yang sama. Kala itu menghadirkan dua moderator. Si cantik Tina Talisa diduetkan dengan akademisi Prof Eko Prasojo.
Nah, pada debat kedua itulah, sisi ‘entertain’ hilang. Harapan publik yang besar, termasuk saya, bahwa Tina Talisa yang konon katanya hendak ‘berguru’ kepada pendahulunya, Ira Koesno, agar dapat memandu debat tersebut lebih baik dari debat sebelumnya, nyatanya tak mencapai harapan besar itu.
Debat Pilkada Kedua itu kembali pada ‘rohnya’, formil abiss! Profesionalitas dalam soal memandu debat itu memang berhasil dibawakan Tina Talisa dan Eko Prasojo, namun unsur hiburan yang seyogianya tersaji, seolah (sengaja) dipinggirkan.
Sebenarnya, ada satu momen yang potensial digunakan kedua sosok hebat itu, yaitu manakala Ahok dan Djarot spontan (bercanda) berdiri sembari merentangkan tangan, mencoba memisahkan Sylviana Murni dan Anies Baswedan yang masih berbicara, padahal waktu bertanya Sylvi telah habis, dan giliran waktunya Anies menjawab apa yang (tak jelas) ditanyakan. Pada momen itu, Tina Talisa sempat maju ke depan tempat duduk paslon Ahok-Djarot, dan seperti melerai Sylvi dan Anies yang masih berbicara. Sayangnya, Tina Talisa tidak memanfaatkan situasi itu untuk semakin ‘memecahkan suasana’ menjadi lebih cair, lucu dan tentu menghibur.
Andai kejadian lucu itu terjadi pada saat dipandu Ira Koesno, pastilah momen itu ‘dimakan habis’ oleh Ira. Maka, momen itu akan semakin lucu dan menghibur. Dampak dari hal itu jelas, debat final pasti akan ditunggu-tunggu pelaksanaannya oleh semua kalangan, termasuk para pemilih pemula dan netizen. Sekali lagi, sayang disayang tak kejadian…
Debat Ketiga diadakan belum lama ini pada 10 Februari 2017, masih di Hotel Bidakara. Saat itu, Alfito Deannova Ginting, penyiar senior di CNNIndonesia, dipilih sebagai moderator Debat Final Pilkada DKI.
Harus diakui, Alfito yang memang terbiasa memandu acara serupa meski dalam skala kecil di salah satu stasiun TV, sebelum ia bergabung dengan CNNIndonesia, sukses memimpin acara debat terakhir itu.
Acara debat yang serba formil, mestinya ke depan bisa dicipta lebih menghibur. Tak usah mengikuti model debat di luar sana, termasuk debat pilpres di Amerika misalnya – yang sangat formil. Ke depan, penyelenggara bisa memasukkan sisi hiburan di dalamnya. Ruang waktu untuk pariwara, dapat dipakai dengan perform band live misalnya. Atau, penampilan stand-up comedy yang memparodikan cara bicara atau gaya khas para paslon umpamanya, why not? Atau juga, ada saat-saat dimana para timses dan pendukung masing-masing paslon dapat memamerkan yel-yel uniknya. Dan materi hiburan itu baiknya ditayangkan live, tidak diputus oleh stasiun TV yang menyiarkan ketika ada transisi sesi debat.
Acara debat yang serba serius akan lebih mencair dan menghibur semua kalangan jika seorang perempuan berkapasitas seperti disebutkan di atas, piawai memandu jalannya acara. Maka, para pemilih pemula di DKI, yang dalam pilkada kali ini berjumlah lebih dari 700 ribu orang, dan para swing voters akan gagal fokus terhadap urusan lain, dan cuma fokus pada acara formil bernama: DEBAT PILKADA DKI. Dengan begitu, keseluruhan prosesi Pilkada, menjadi acara hiburan dan pesta rakyat sesungguhnya.
Jika pihak penyelenggara mau bekerja sama dengan tim kreatif hebat, acara debat apapun bisa jadi kaya isi. Esensi debat padat, hiburannya dapat, semua kalangan pun (yakin) puas amat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H