"Aku bahkan tidak tahu mau enyah ke mana, sedang asrama menginginkan kita satu ranjang."
Dengan kesal, kubalikkan badanku meski kepala masih di dalam selimut.
"Ayah Ibuku sudah cerai sejak aku kecil."
Ingin aku berlontar, "Untuk apa memberitahuku?" tapi terhalang oleh rasa penasaran.
"Ayah pergi, dengan istri barunya."
***
Hari berganti hingga menepi pada penghujung tahun. Kerumitan hidupku pelan-pelan terurai karena Bibal. Kesedihan yang melandaku sebab pacarku menikah dengan wanita lain, kuanggap tiada apa-apanya dibanding perjuangan Bibal yang menyembunyikan rindu di sela senyumnya. Yah, meski baginya dia tidak sedang menyembunyikan, tapi memaknai senyum sebagai obat.
Besok lusa, akan diadakan acara kecil-kecilan untuk menyambut hari ultah Bibal. Semuanya direncanakan oleh sang ibu_ibunya Bibal, guna salah satu bukti ungkapan sayang. Meski terkesan sederhana, namun cukup mewah jika dipandang lewat rasa.
"Di hari ultahmu nanti, kau mau kado apa?"
Dia tersenyum samar. Matanya menancap pada langit biru bertabur bintang. "Aku tidak mau apa-apa. Aku hanya ingin kehadiran Ayah."
Jleb.