Etika , tidak ada hubungannya dengan pekerjaan mereka! Catat itu!
MUKA TEBAL
Masalah ini, stok sangat berlimpah. Jangan heran jika suatu saat anda melihat seorang tokoh politik akar rumput yang sebelumnya adalah penyanjung tokoh A setinggi langit dengan jaminan dapur ngebul tiba-tiba berubah haluan karena dikontrak oleh pesaing mantan juragannya. Rahasia-rahasia terlarang mantan juragannya diumbar dan lupa semua jasa mantan juragannya yang sempat membuat anak istrinya dapat tersenyum dan bernafas.
Jangan pernah heran , jika ada si B yang datang ke rumah tokoh C nangis-nangis karena perkaranya akan dipolisikan dan kemudian ditolong tapi kemudian menyerang habis-habisan seakan-akan tokoh C adalah najis yang membatalkan wudhunya. Dia lupa ketika ancaman penjara yang pernah akan membuatnya jauh dari keluarganya bertahun-tahun karena korupsi kelas terinya yang membuatnya dia dipecat dari singgasana projek secuil kue.
Jangan pula heran , jika ada si D yang datang ke tokoh E secara diam-diam meski tokoh E adalah target serangan udara melalui dunia online dia lakukan sangat kejam hanya demi sebungkus indomie.
Aneh memang , namun itulah kenyataannya. UNIK, TAK BERETIKA dan BERMUKA TEBAL. Saya tidak tahu apakah ini budaya ataukah karena tuntutan perut yang memaksa para pemain ini bersandiwara dengan menahan batin menekan moral dan perasaannya.
Hal ini mengingatkan saya , ucapan seorang tokoh penggerak demo dan aktifis akar rumput yang sudah lama minggir dari gelanggang perdemoan di Kota Depok. "Anggap aja semua itu becandaan anak-anak , namanya juga perut yang laparnya sehari 3x". Namun saya yakin , ini juga terjadi di daerah/kota lain. Mungkin karena tuntutan perut dan bayar kontrakan.
Tapi apapun itu, itulah Kota Depok yang mungkin mewakili corak warna budaya pergerakan aktifis politik akar rumput di seluruh kota kota di Indonesia yang didominasi oleh politik perut. Bagaimana dengan Kota anda?
Note, artikel ini sekedar hiburan dan memuat berbagai bahasa kiasan berupa sindiran positif yang membutuhkan kecerdasan intelektual , mental dan pengalaman berpolitik untuk memahaminya. Jangan memaksakan diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H