Mohon tunggu...
Cakra Arbas
Cakra Arbas Mohon Tunggu... -

https://cakraarbas.blogspot.com, Medsos: c4k124_smansa@yahoo.com, Email: c4k124@rocketmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pemilukada Langsung dan Aceh

20 September 2014   19:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:07 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses pelaksanaan Pemilukada secara langsung dalam konteks nasional melalui Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang lahir pada tanggal 29 September 2004. Mengenai Pemilukada secara langsung, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis, dan yang berhak mengajukan pasangan calon ini adalah partai politik atau gabungan partai politik. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 56 ayat 1, yang berbunyi “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”. Dan ayat 2, yang berbunyi “Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik”.

Pada periode Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Pemilukada belum sebagai entitas dari Pemilu. Hal ini sejalan dengan posisi KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) yang tidak mempunyai struktur hierarkis dengan KPU (Komisi Pemilihan Umum) Pusat. Terjadinya perkembangan yang dinamis dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia, ditandai dengan lahirnya Undang-undang No. 22 Tahun 2007 juncto Undang-undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, telah memposisikan Pemilukada sebagai suatu entitas dari Pemilihan Umum. Pada sisi yang lain dalam Pemilukada diakomodirnya calon independen (calon perseorangan) melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 59 ayat 1 point ( a dan b) yang berbunyi “Peserta pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah (a).  pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. (b). pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang”.

Dapat ditelaah bahwa dalam perkembangan demokrasi ditingkat lokal, Pemerintah telah memberi ruang yang seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat untuk turut serta dalam proses Pemilukada. Dengan demikian, dengan adanya partisipasi dari masyarakat tentunya memiliki spirit, yaitu agar para Kepala Daerah dan Wakil Daerah yang dipilih oleh masyarakatnya dapat bersentuhan secara langsung dan nyata dengan masyarakatnya.

Aceh Sebagai Lokomotif

Menarik untuk ditelaah, bahwa pada tanggal 18 Agustus 2001, lahir Undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, penulis mencatat bahwa salah satu hal yang sangat substansial mengenai Pemilukada diantaranya pelaksanaan Pemilukada dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 14 ayat 3 point (a), yang berbunyi “pemilihan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat pemilih serentak pada hari yang sama di seluruh wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”.

Undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga mengamanatkan, mengenai teknis Pemilukada di Provinsi Aceh, akan diatur lebih lanjut melalui Qanun. Undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang mengatur Pemilukada secara langsung merupakan salah satu peraturan organik (Organieke Verordening) dari Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis”. Sebagaimana yang diketahui, bahwa Pasal 18 ayat 4 Undag-Undang Dasar 1945 lahir setelah adanya amandemen ke-II Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000.

Adapun lembaga pemilihan yang berfungsi menyelenggarakan pemilukada Aceh berdasarkan Undang-undang No. 18 Tahun 2001, adalah Komisi Independen Pemilihan (KIP) dan diawasi oleh Komisi Pengawas Pemilihan, yang masing-masing dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 13 ayat 1, yang berbunyi “Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan oleh Komisi Independen Pemilihan dan diawasi oleh Komisi Pengawas Pemilihan, yang masing-masing dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.”

Dapat ditelaah bahwa norma yang tertuang dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, khususnya pada Pasal 14 ayat 3 point (a) tersebut, secara kontekstual menegaskan akan dilaksanakannya suatu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur yang akan dilaksanakan secara langsung di Aceh oleh masyarakatnya. Pada periode lahirnya Pasal 14 ayat 3 point (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2001, tentunya hal ini memiliki dikotomi dengan konteks serta model Pemilukada di Indonesia yang belum menerapkan konsep Pemilukada langsung.

Namun demikian, dikarenakan berbagai faktor dan kondisi yang terjadi di Aceh ketika periode (lahirnya Undang-Undang No. 18 Tahun 2001) tersebut, telah memberi dampak tidak dapat berlangsungnya model dan proses pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur secara langsung. Akan tetapi, penulis tetap menggaris bawahi, hal ini telah menunjukkan bahwa Aceh pada dasarnya telah menjadi lokomotif dalam perkembangan demokrasi di tingkat lokal, khususnya dalam model dan proses pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Sekaligus dapat dimaknai bahwa spirit pelaksanaan pemilihan secara langsung telah diakomodir, hanya saja realitanya belum dapat diimplementasikan.

Pada sisi yang lain, Aceh menjadi lokomotif juga dapat ditelaah bahwa Pemilukada di Aceh pada Tahun 2006 telah mengakomodir calon independen (calon perseorangan) dalam proses Pemilukada secara langsung. Hal ini diamanatkan melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 67 ayat 1, yang berbunyi “pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, dapat diajukan oleh: (a) partai politik atau gabungan partai politik, (b) partai politik lokal atau gabungan partai politik lokal, (c) gabungan partai politik dan partai politik lokal, serta (d) perseorangan/independen”.

Berdasarkan ketentuan tersebut, secara normatif dalam Pemilukada Aceh mengenal adanya calon Kepala Daerah yang maju dari calon independen. Artinya bahwa setiap rakyat Aceh dapat mengikuti proses pesta demokrasi lokal atau Pemilukada, walaupun tanpa adanya dukungan legal-formal dari partai politik, baik dari partai politik nasional, maupun dari partai politik lokal. Calon independen merupakan sebuah gebrakan dalam sirkulasi politik, tidak dapat dihindari, calon independen dapat menjadi sebuah alternatif para pemilih untuk memberi hak suaranya pada proses demokrasi di tingkat lokal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun