Mohon tunggu...
Cak Pujiono
Cak Pujiono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

7 Alasan (Tak Terbantahkan) Mengapa Pemaksaan AHWA Dalam Muktamar NU 33 Wajib Ditolak!  

29 Juli 2015   07:40 Diperbarui: 11 Agustus 2015   21:37 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terdapat sejumlah kecacatan atau kebatilan nyata yang melingkupi pemaksaan mekanisme pemilihan pengurus NU melalui mekanisme ahlul halli wal aqdi yang dipopulerkan dengan istikah AHWA. Berikut sejumlah kecacatan yang menjadi alasan nyata bahwa pemaksaan AHWA harus ditolak, yaitu:

 

  1. Cacat Istilah AHWA

Secara terminologis, penyebutan singkatan “AHWA” saja bemasalah. Belum terkait dengan hal prinsipil lain, penamaan ahlul halli wal aqdi menjadi AHWA itu sudah mengandung ‘persoalan’, karena kata AHWA itu dekat dengan hawa (nafsu). Entah siapa yang pertama memunculkan penamaan itu di awal, yang jelas istilah itu seolah-olah menunjukkan bahwa ‘asbabul wurud’ (sebab/alasan) yang dari pemunculan AHWA itu memanglah semata kepentingan praktis dari para penggagasnya yang diselimuti oleh hawa nafsu.

 

  1. Cacat Alasan Penerapan AHWA

Dikatakan bahwa AHWA bisa diterapkan karena mekanisme itu pernah diterapkan pada Muktamar NU 1984 di Situbondo. Masalahnya, situasi dan kondisi pada saat Muktamar Situbondo itu berbeda sama sekali dengan kenyataan sekarang, sehingga tidak bisa dijadikan alasan bahwa AHWA layak diterapkan saat ini. AHWA saat itu terpaksa diterapkan untuk mengakhiri kepempimpinan KH. Idham Kholid yang oleh ulama sepuh waktu itu dipandang perlu dilakukan regenerasi. Kalau sekarang, AHWA dipaksakan justeru untuk mempertahankan status quo. Artinya, kedaruratan penerapan AHWA saat ini tidak ada sebagaimana di Muktamar Situbondo.

 

 

  1. Cacat Niat Pemaksaan AHWA

Terungkat di dalam berbagai rapat dan forum terbatas di kalangan pengusung AHWA, bahwa memang AHWA itu diniatkan untuk mengganjal tokoh tertentu yang didukung untuk memimpin. Pada yang sama dijadikan sarana memperjuangkan tokoh tertentu yakni pucuk pimpinan lama (incumbent) untuk duduk kembali. Hal ini seringkali tidak terungkap dalam forum terbuka, tapi banyak saksi yang bisa dikonfirmasi bahwa dalam ‘rapat-rapat tim’ ungkapan tersebut nyata-nyata keluar dari mulut beberapa orang dengan inisial N, Y, I, atau S. Bersyukur, meskipun tidak terkatakan dalam forum terbuka, namun motif politis dan jahat di balik pemaksaan AHWA itu memang sudah ketahuan banyak pihak. Maka tidak heran bila kemudian berkembang kepanjangan AHWA menjadi ahlul hillati wal ngakali (ahli rekayasa dan akal-akalan)…

 

  1. Cacat Prosedur Penetapan AHWA

Penerapan AHWA dilegitimasi secara paksa melalui Musyawarah Nasional (Munas) 14 Juni 2014. Padahal jelas sekali tertuang dalam Aanggaran Rumah Tangga (ART) NU dikatakan bahwa Munas dilaksanakan untuk membahas permasalahan keagamaan yang berkembang (masail diniyyah). Kesadaran ini juga sebenarnya terlihat dari undangan Munas itu sendiri yang menyatakan agenda Munas adalah pembahasan masail diniyyah (agar meyakinkan, silahkan dibuka dokumen undangan Munas tersebut). Faktanya, munas itu dipaksakan untuk mengesahkan mekanisme AHWA yang merupakan masalah keorganisasian.

Lagian, munas bukanlah forum yang bisa merubah AD/ART NU yang bisa hanya dilakukan melalui forum tertinggi Muktamar. Belum lagi, faktanya Munas tersebut memiliki banyak kejanggalan, misalnya tidak dihadiri petinggi utama syuriyyah PBNU maupun PWNU, berlangsung secara kilat, tidak memberikan kesempatan peserta untuk leluasa berpendapat, setting forum terkesan memang diarahkan untuk memaksakan AHWA, dsb.

 

 

  1. Cacat Substansi Penerapan AHWA

AHWA disebutkan akan diterapkan agar Muktamar NU tidak seperti Pilkada. Menyamakan pemilihan pengurus NU yang sekarang ini berjalan dengan pilkada tidaklah tepat, karena pilkada adalah mekanisme pemilihan melalui one man one vote oleh warga pemilik hak pilih, sementara mekanisme pemilihan sesuai AD/ART NU adalah melalui mekanisme perwakilan PCNU/PWNU. AHWA juga dipaksakan dengan alasan menghindari money politics. Anehnya, AHWA ini hanya akan diterapkan untuk pemilihan syuriyyah. Artinya, atau mafhum mukholafah-nya, apakah untuk pemilihan tanfidziyyah tetap ditoleransi pola Pilkada dan dilakukan praktek money politics? Atau memang niat dan tujuannya begitu?

Apalagi, model AHWA itu justeru mendeligitimasi posisi kepemimpinan syuriyyah di bawah posisi tanfidziyyah yang legitimasinya lebih tinggi karena dipilih Muktamirin melalui sistem perwakilan PWNU/PCNU. Mekanisme AHWA ini tentunya juga mengurangi hak/kewenangan peserta Muktamar yakni PWNU dan PCNU untuk memilih pemimpin NU.

 

  1. Cacat Legitimasi Penerapan AHWA

Sebagian besar PWNU, PCNU dan para tokoh/ulama NU, menolak AHWA, sebagaimana terlihat dalam pernyataan media maupun forum-forum yang membahas hal itu (termasuk Munas dan Konbes NU 2014, Pra Muktamar di tiga tempat Lombok, Makassar dan Medan). Kalau ditolak, penerapan AHWA tidak memiliki legitimasi. Sebanyak 27 PWNU sudah membuat dan mengirimkan surat tertulis penolakan AHWA terhadap PBNU.

 

  1. Cacat Mekanisme (Pencalonan Anggota) AHWA

Belakangan muncul secara aneh dan ajaib, 39 nama calon anggota AHWA. AHWA yang awalnya disebut untuk menghindari kompetisi kiai/ulama malah memunculkan kompetisi itu sendiri. Karena oleh elit PBNU yang dimotori Y, dipertandingkanlah nama-nama yang disebut akan menjadi anggota AHWA dengan parameter yang subyektif, dengan (liciknya) memasukkan nama tertentu dan menghilangkan nama yang lain. Belakangan sejumlah tokoh yang disebut merasa tidak tahu menahu dan menolak dicalonkan. Jangankan dicalonkan sebagai anggota AHWA, terhadap AHWA-nya sendiri mempertanyakan dan menolak. Anehnya, pemumculan 39 nama itu berdasarkan rapat gabungan syuriyyah dan mustasyar (pertama dalam sejarah ada rapat gabungan sejenis ini, sebagaiana ada Munas tanpa Konbes) yang diikuti kurang dari sepertiga pengurus syuriyyah dan mustasyar PBNU. Jadi legitimasinya sangat diragukan.

Saat ini beredar surat panitia Mukatmar/PBNU yang menginstruksikan agar PWNU/PCNU menentukan 9 nama yang dikehendaki PBNU dan nantinya peserta Muktamar akan dipaksa untuk menyerahkannya pada saat registrasi. Kalau tidak mau, maka status kepesertaan tidak akan diterima pada saat pendaftaran. Kalau ini terjadi, maka benar-benar bentuk kedzaliman yang nyata. Ini mengindikasikan AHWA akan dipaksakan dengan segala cara dan penuh nafsu.

           

Ketujuh poin tersebut adalah benar terjadi dan begitulah rekayasanya untuk menjadi kewaspadaan kita, bahwa ada segelintir ‘ahli akal-akalan’ yang sedang memainkan kepentingannya dengan mengatasnamakan AHWA. Jadi AHWA hanyalah merupakan alat kepentingan ‘oknum berwatak jahat’ yang akan mengangkangi dan mengendalikan NU untuk tujuan tertentu, termasuk membelokkan NU dari aqidah Islam Ahlussunah Waljamaah yang genuine sebagaimana dirumuskan para muassis NU.

Allahummahdihim.., fainnahum yadzlimuun…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun