Yang perlu kita ketahui adalah minyak bukanlah komoditas perdagangan yang homogen. Minyak itu termasuk komoditas perdagangan yang beraneka ragam. Keaneka ragaman komoditas minyak ini terbagi secara vertikal maupun horizontal.
Secara vertikal berarti minyak terdiversifikasi berdasarkan proses atau kualitas mulai dari pengambilan minyak mentah dari dalam bumi hingga menjadi finished good atau final product. Secara horizontal bearti minyak terdiversifikasi berdasarkan fungsi produk yang dihasilkan misalnya seperti sweat oil dan sour crude oil di hulu atau kerosin, pelumas, solar, dan RON 90 di hilir. Jadi dari sini kita bisa ambil suatu kesimpulan bahwa jika masing-masing varian memiliki perbedaan kualitas dan fungsi, maka permintaan dan penawaran untuk tiap varian tentunya akan berbeda. Maka penjelasan sederhananya, masing-masing varian minyak akan memiliki pasarnya sendiri-sendiri karena masing-masing minyak tersebut memiliki keseimbangan harga dan kuantitas yang berbeda-beda.
Karena alasan faktor teknis ini, maka perdagangan ekspor-impor minyak di Indonesia terlihat bahwa hasil produksi minyak mentah Indonesia di ekspor ke luar negeri untuk dimurnikan dan selanjutnya diimpor kembali ke Indonesia kedalam bentuk hasil minyak yang sesuai dengan demand masyarakat Indonesia.
Jika secara teknis kita sudah mengetahui alasan kenapa kita harus mengekspor minyak mentah, kemudian mengimpor kembali hasil minyak itu dari luar negeri, sekarang saya akan menjelaskan dari perspektif kondisi di lapangan. Menurut Kementerian ESDM Republik Indonesia, Saat ini Indonesia memiliki spesifikasi kilang minyak yang terbatas, sehingga minyak mentah yang diperoleh sebagian besarnya tidak cocok atau tidak sesuai dengan spesifikasi kilang yang ada di Indonesia.
Oleh karena itu, minyak hasil produksi dari hulu tak dapat lagi diolah didalam negeri. Jelas saja apabila minyak mentah kita di ekspor dan kemudian di olah di luar negeri untuk di impor kembali ke Indonesia. Selain itu kilang-kilang minyak yang digunakan untuk melakukan pengolahan agar nantinya minyak mentah tersebut menjadi final product, itu juga memiliki kendala keterbatasan kapasitas serta throughput(volume minyak actual yang dimurnikan melalui kilang).
Hal tersebut terlihat pada grafik diatas, dimana kilang minyak di Indonesia hanya memiliki kapasitas produksi sebanyak 350.000 barel per hari yang berada di Kota Cilacap, Jawa Tengah. Berdasarkan data dari kementerian ESDM, total throughput kurang lebih hanya sebesar 80% dari total kapasitas.
Sedangkan konsumsi minyak nasional saat ini adalah sebesar 1.6 juta barel per hari sejak tahun 2013. Â Karena keterbatasan kapasitas kilang minyak ini menyebabkan sebagian minyak yang meskipun seharusnya dapat diolah oleh kilang di dalam negeri menjadi harus diolah diluar negeri.
Keterbatasan kapasitas kilang minyak dan ketidaksesuaian spesifikasi kilang minyak ini mengakibatkan minyak mentah dari Indonesia harus dimurnikan di luar negeri dimana sebagian dari hasil pemurnian minyak tersebut ditujukan untuk pemenuhan konsumsi minyak domestik dan sebagian lagi ditujukan untuk pasar di luar negeri. Minyak mentah yang ditujukan untuk pemenuhan konsumsi domestik utamanya dimurnikan pada kilang-kilang minyak terdekat yakni di Singapura dan Malaysia.
Hal ini ditujukan untuk memastikan harga jualnya tetap kompetitif mengingat biaya transportasi logistik yang murah. Setelah pemurnian selesai dilakukan, selanjutnya Indonesia mengimpor minyak dari Singapura dan Malaysia kedalam bentuk hasil minyak yang siap untuk dikonsumsi.