Akhirnya, dalam iklim demokrasi modern, partisipasi rakyat dalam politik tidak sebatas pada hingar bingar pilkada, tapi juga harus bermakna dalam rutinitas pergaulan politik masyarakat. Demokrasi dalam pilkada tidak lebih dari sebagai alat “transmission belts of power”, dan bukan tujuan demokrasi. Sehingga kekuasaan yang berasal dari rakyat beralih menjadi kekuasaan Negara yang kemudian menjelma menjadi wewenang pemerintah untuk memerintah dan mengatur rakyat. Dari sisi pluralisme masyarakatpun, pilkada merupakan suatu cara untuk menemukan orang-orang yang memenuhi kualitas mewakili dan memiliki visi menyejahterakan rakyat. Hadirnya calon tunggal juga harus dikelola dengan baik agar tidak merasa diatas angin, sehingga ungkapan Lord Acton (1834-1902), tentang bahayanya kekuasaan yang absolut tidak terwujud. Karena kekuasaan absolut itu cenderung korup.
*Pengajar Hukum STAIN Ponorogo; Peserta Program Doktor Ilmu Hukum UGM