Maka, terkait berbagai problematika otonomi daerah tersebut, menjadi sangat urgen bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas dan strategis.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah, Pertama, segera merevisi UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah, terutama tekait pembagian wewenang pemerintah pusat dan daerah dan terkait pasal 126 yang memuat status kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.
Selama ini, dasar hukum tersebut memberi ketentuan bahwa sejauh belum menjadi terdakwa dan tuntutannya kurang dari lima tahun penjara, mereka bisa bebas dan tetap menempati jabatannya.
Status sebagai pejabat Negara juga kerap menyulitkan aparat penegak hukum ketika akan menahan dan memeriksa mereka. Undang-undang mengharuskan pemeriksaan terhadap kepala daerah atas izin presiden.
Sedangkan izin tersebut juga harus melalui birokrasi yang panjang dan rumit. Maka dengan melakukan revisi terhadap Undang-undang sebut diharapkan gubernur, bupati/walikota yang tersangkut kasus korupsi akan dinon-aktifkan begitu menjadi tersangka.
Jabatan dan hak mereka akan diberikan kembali jika penyidikan kasusnya dihentikan. Namun sebaliknya, jika status tersangka ini meningkat jadi terdakwa, secara otomatis mereka tidak bisa meneruskan jabatannya.
Kedua, pemerintah juga dapat mengefektifkan upaya dalam memerangi korupsi di daerah yang semakin menggurita dengan memanfaatkan KPK secara maksimal. Argumentasi ini didasarkan pada kapasitas legal yang dimiliki KPK untuk untuk masuk ke semua lembaga Negara dan melakukan evaluasi untuk pencegahan korupsi.
Sebelum itu di tempuh, tentu langkah yang harus diambil adalah penguatan posisi KPK di daerah, yakni dengan pembentukan KPK di daerah sebagaimana diamanatkan pasal 19 ayat 2 UU 30/2002. Ketiga, penting untuk menerapakan asas pembuktian terbalik.
Asas pembuktian terbalik merupakan aturan hukum yang mengharuskan seseorang untuk membuktikan kekayaan yang dimiliknya, sebelum menjabat dibandingkan setelah menjabat. Serta dari mana sumber kekayaan itu berasal. Jika kekayaan melonjak drastis dan bersumber dari kas Negara atau sumber lain yang illegal, tentu merupakan tindak pidana korupsi.
Korupsi memang merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), maka  harus ditangani secara luar biasa pula dan tentu dengan melibatkan semua pihak. Karena, langkah-langkah strategis tersebut tidak akan berarti tanpa kerja sama dari semua pihak, terutama aparat penegak hukum untuk menjunjung hukum seadil-adilnya. Agar otonomi daerah dapat menjadi benar-benar bernilai serta menjadi berkah bagi rakyat di daerah.
*Lukman Santoso Az, Peneliti Pada STAIDA Institute; Peserta Program Magister Ilmu Hukum UII Yogyakarta.Â