Mohon tunggu...
Kamaluddin
Kamaluddin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa Pasca Sarjana Ekonomi Trisakti dan Sekertaris Wilayah Forum Santri Nasional Sulawesi Tenggara

Memanusiakan Manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cadar, Apakah Budaya atau Syariat Islam?

29 November 2019   10:20 Diperbarui: 25 Juni 2021   01:49 1439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari riwayat Ibnu majah sangat jelas sekali bahwa Niqab atau cadar Hanyalah salah satu jenis pakaian yang sudah ada ketika dimasa-masa islam datang.  Dan cadar merupakan pakaian langkah dalam kehidupan sehari-sehari perempuan yang ada di Madinah dan Mekkah. 

Kerena, dalam riwayat- riwayat hadits tersebut kata "Niqab" hampir selalu diikuti dengan kata "tanakkur" yang memiliki arti (menyamarkan diri dari orang lain).

Baca juga : Orientalisme dan Penggunaan Atribut Cadar

"Tanakkur" dalam hadits tersebut juga bisa dimaknai bahwa pakaian yang digunakan oleh istri Nabi adalah pakaian yang tidak biasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa niqab dalam hadits tersebut merupakan wasilah untuk "tanakkur" dimana pakaian tersebut digunakan oleh sejumlah perempuan Arab pra Islam saat mereka keluar dari Mekkah atau Madinah. Dan hal itu merupakan sesuatu yang sangat jarang atau langkah.

Ketiga, Hukum menggunakan Cadar. Kalau kita berbicara masalah hukum menggunakan cadar terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama, sebagai mana tertuang dalam kitab Al-Mawsu'atul Fiqhiyyah Al-kuwaitiyyah " Mayoritas Fuqaha (baik dari mahzab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali) berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat.  

Jika demikian, wanita boleh menutupinya dengan cadar dan boleh membukanya".  Jadi, kita akan bahas satu persatu pandangan para ulama tersebut:

Pertama, pendapat Imam Hanafi yang mengatakan bahwa dizaman sekarang perempuan yang masih muda (Al-mar'ah asy-syabbah) dilarang membuka wajahnya diantara laki-laki.  Bukan karena wajah itu sendiri adalah aurat tetapi lebih kerena untuk menghindari fitnah (dalam kitab Al-Mawsu'atul Fiqhiyyah Al-kuwaitiyyah).

Sedangkan dalam kitab Al Muwatha Imam Muhammad Bin Al Hasan mengatakan bahwa " tidak selayaknya bahwa wanita yang sedang ihram memakai cadar. Namun jika dia ingin menutup wajahnya, hendaklah dia menjalurkan pakaian yang berada diatas khimannya kewajah.  Ini menjadi pendapat Abu Hanifah (Syaikh Nashiruddin Al Bani dalam kitabnya Ar Radd Al Mufhim).

Baca juga : Phobia sama Cadar, Skip Aja

Abu Jafar Ath Thahawi juga berpendapat sebagai mana dalam kitab Syarh Ma'ani Al Atsar mengatakan bahwa " dibolehkan kepada laki-laki melihat tubuh wanita yang tidak dilarang, yaitu wajah dan kedua telapak tangan, tetapi terlarang kalau terhadap istri-istri nabi". Ini menjadi pendapat Imam Abu Hanifah.

Kedua, Mazhab Maliki. Berbeda dengan Mazhab Hanafi, Mahzab Maliki berpendapat bahwa dimakruhkan wanita memakai cadar, artinya menutupi wajah sampai mata kaki, baik dalam solat maupun diluar sholat atau kerena melakukan sholat atau tidak kerena hal itu termasuk berlebihan (dalam kitab yang sama yakni Al-Mawsu'atul Fiqhiyyah Al-kuwaitiyyah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun