Ratusan Bobotoh---sebutan untuk kelompok pendukung Persib Bandung---berunjuk rasa di depan Graha Persib pada Sabtu (21/9) lalu.
Aksi tersebut menyampaikan tuntutan Bobotoh kepada manajemen Persib untuk menuntaskan kasus dugaan penganiayaan salah seorang Bobotoh yang melibatkan oknum pemain dan ofisial tim.
Penganiayaan yang dimaksud terjadi usai kekalahan Persib dari Port FC di ajang Asia Champions League Two pada hari Kamis (19/9) lalu.
Informasi soal adanya penganiayaan tersebut, sebelumnya beredar di media sosial X. Dinarasikan, usai pertandingan yang berakhir dengan kekalahan 0-1 untuk Persib Bandung tersebut, sejumlah Bobotoh yang hadir di Stadion Si Jalak Harupat Kabupaten Bandung menyuarakan kekecewaan atas penampilan buruk tim tuan rumah kepada pemain dan ofisial tim Persib Bandung yang hendak memasuki lorong menuju ruang ganti
Namun salah seorang Bobotoh---yang tidak disebutkan namanya---diminta turun ke area lapangan usai menyampaikan kritik dengan kata-kata kasar.Â
Selanjutnya, masih berdasarkan narasi yang beredar, sang suporter dibawa oleh seorang steward yang mengaku menerima perintah untuk membawanya ke lorong.
Setelah itu, ia dibawa oleh pemain Persib Henhen Herdiana menuju ruang ganti. Di ruang ganti inilah sang suporter kemudian diduga menerima perundungan dari sejumlah oknum pemain dan ofisial Persib.
Merespons dugaan perundungan dan penganiayaan tersebut, manajemen Persib Bandung menegaskan akan melakukan investigasi internal terkait insiden tersebut.
"Terkait insiden pasca pertandingan PERSIB vs Port FC pada hari Kamis, 19 September 2024 lalu, kami sedang melakukan proses investigasi internal secara intensif, dan dalam waktu dekat kami akan segera menyampaikan perkembangan hasil investigasi kami tersebut,"Â ujar manajemen Persib dalam akun Instagram resmi mereka, @persib, pada Sabtu (21/9).
Persib juga menjamin akan menindak tegas apabila ada internal yang bersalah dan terbukti melakukan tindakan tersebut.Â
"Tindakan tegas akan kami ambil apabila ada pihak internal kami yang terbukti melakukan kesalahan,"Â pungkas manajemen Persib.
Situasi ini jelas mengganggu persiapan Persib, yang pada Senin (23/9) esok akan kembali berlaga di kompetisi Liga 1 melawan salah satu rival abadinya, Persija Jakarta.
Salah satu partai yang selalu mengundang perhatian banyak pecinta sepak bola Tanah Air ketika dua tim dengan sejarah panjang di persepakbolaan Indonesia ini bertemu.
Kejadian ini pun kembali memperburuk hubungan antara Bobotoh dengan Persib.
Tahun lalu, Bobotoh sempat memprotes sistem penjualan tiket daring oleh manajemen yang dinilai menyusahkan. Akibatnya, laga kandang Persib sempat minim kehadiran penonton.
Dalam kasus terkini di Persib Bandung, saya pribadi memang tidak mentoleransi tindak perundungan dan penganiayaan yang diduga dilakukan pemain dan ofisial tim kebanggan warga Bandung---dan Jawa Barat---ini. Mengacu pada kata-kata Mahatma Gandhi "Kekerasan adalah senjata orang yang hatinya lemah".
Namun kasus dugaan penganiayaan ini tentu tidak berdiri sendiri, alias tidak ada asap jika tidak ada api.
Saya pun tak sepakat jika kritik yang disampaikan harus dengan kata-kata yang kasar dan kurang pantas. Sebagaimana yang diakui oleh sang korban dugaan penganiayaan bahwa sebelum ia dibawa ke ruang ganti, ia sempat mengeluarkan kata-kata kurang pantas pada pemain Persib yang baru saja menerima kekalahan dari sang lawan.
Pasca dugaan penganiayaan terhadap suporter Persib tersebut, hari ini Elisa Novia, istri mantan pemain Persib dan tim nasional Indonesia Kim Jeffrey Kurniawan, menceritakan apa yang dahulu dirasakan oleh sang suami.
Dalam akun media sosial pribadinya, Elisa mengunggah bagaimana dulu sang suami sempat 'kena mental' ketika masih menjadi anggota skuad Persib Bandung. Kala itu, Kim kerap menjadi sasaran cacian para Bobotoh akibat penampilannya kerap tak sesuai dengan ekspektasi.
Kim---menurut penuturan sang istri--bahkan sempat takut untuk keluar rumah, bahkan untuk sekedar pergi ke gereja.
Bahkan pemain naturalisasi tim nasional Indonesia ini kerap bertanya tanya pada dirinya "Ada apa sama aku. Aku harus apa biar mereka percaya?".
Namun menurut Elisa, Kim tetap menghadapi kelompok suporter yang mencercanya dengan senyuman, seolah tidak terjadi apapun antara dirinya dengan para suporter yang kecewa dengan penampilannya yang kerap dinilai tidak maksimal saat bertanding.
Kini, kisah cacian yang pernah dialami Kim pun telah menjadi bagian dari masa lalunya. Karena pemain berusia 34 tahun itu telah membela panji PSS Sleman.
Konflik dalam hubungan antara suporter dan manajemen dan pemain, memang bukan hal baru di persepakbolaan Indonesia.
Konflik umumnya terjadi ketika suporter tidak puas atau kecewa dengan kebijakan manajemen, ataupun ketika prestasi tim sedang menurun dan punggawa tim khususnya pemain dan pelatih menjadi sasarannya.
Konflik tersebut lazimnya terjadi di klub-klub lawas yang memiliki kelompok suporter dalam jumlah besar.
Mengingat tingginya fanatisme kelompok suporter sepak bola terhadap tim kesayangannya, karena klub sepak bola di Indonesia merupakan salah satu identitas sekaligus kebanggaan bagi daerah yang menjadi 'domisili' klub bersangkutan.
Namun sayangnya, fanatisme yang tinggi tersebut kemudian dalam titik tertentu, berbanding lurus dengan tekanan dari suporter, yang menjadi bahaya laten atas timbulnya konflik antara suporter dengan manajemen dan punggawa utama tim di lapangan.
Dalam beberapa kasus tekanan---bahkan cacian---yang dialami oleh manajemen dan punggawa tim, episode yang berikutnya terjadi umumnya adalah sang pemain menepi dari klub, untuk mengadu nasib di tim yang baru.
Dalam hal ini, bekerja dengan ketenangan tentu menjadi pilihan bagi pemain atau pun pelatih, ketimbang harus tetap berada di tim yang lama dengan menerima hujatan demi hujatan setiap kali tampil di lapangan.
Celakanya, dalam beberapa kasus di persepakbolaan Indonesia, hujatan tersebut tak hanya dialamatkan pada pemain, pelatih, ataupun anggota manajerial. Namun juga dialamatkan pada keluarganya.
Hujatan semacam ini pernah dialamatkan pada pemain Persib lainnya, Rachmat Irianto, ketika ia masih membela Persebaya Surabaya.
Saat itu, banyak warganet menilai Rahmat kerap jadi biang keladi permainan buruk Persebaya jika dirinya menjadi starter. Hal inipun dikait-kaitkan dengan Rahmat yang bisa menjadi pemain skuad utama Persebaya karena dirinya adalah putra asisten pelatih Persebaya, Bejo Sugiantoro.
Hingga akhirnya Rachmat pun terpaksa menepi dari Persebaya, tim yang menjadi citanya-citanya untuk dibela sejak kecil, dan berlabuh di Persib Bandung pada tahun 2022 silam.
Di klub berkostum utama biru-biru inilah, karir Rachmat kian bersinar dan pada akhirnya turut mengantarkan Persib menjadi juara BRI Liga 1 musim 2023-2024 silam.
"Jadi saya keluar dari Persebaya, saya coba menghilangkan omongan orang-orang bahwa saya bisa bermain tanpa adanya bapak. Saya bisa berdiri sendiri dengan nama saya, Rachmat Irianto,"Â jelasnya usai menjuarai kasta tertinggi Liga Indonesia tahun ini.
Apa yang dahulu terjadi pada Rachmat Irianto dan kini diduga dilakukan oleh oknum suporter Persib Bandung yang mengeluarkan kata-kata kasar usai Persib kalah di kandang, telah dijelaskan Stewart McGil dan Vincent Raison dalam The Roaring Red Front: The World's Top Left-Wing Football Clubs;
"The sheer importance of three 'massive' points overriding basic human decency." (Pentingnya tiga poin (kemenangan) dalam pertandingan mengesampingkan nilai-nilai dasar sopan santun manusia).
Memang sangat disayangkan, ketika kekalahan yang dialami oleh sebuah tim, menjadi sebuah "legitimasi" bagi suporter untuk bebas menghujat dan mencaci tim kesayangannya, atas nama kekalahan sebagai sebuah dosa tak termaafkan.
Mundur jauh ke belakang, hujatan suporter terhadap klub besar di Indonesia yang berujung baku pukul, pernah terjadi dalam sebuah pertandingan antara Persebaya Surabaya dengan PS Angkasa di lapangan latihan Persebaya saat itu, Lapangan Karanggayam.
Jawa Pos kala itu menggambarkan, pertandingan yang hanya berlabel latih tanding tersebut disaksikan sekitar 100 suporter yang alih-alih menyuarakan dukungan justru mengolok-olok pemain klub berjuluk Bajol Ijo tersebut dengan kata-kata kotor.
"Puncaknya, sesaat setelah pertandingan uji coba berakhir, beberapa pemain Persebaya dan penonton tiba-tiba terlibat adu jotos. Saat itu, salah satu pemain Persebaya, Khairil Anwar Ohorella tidak langsung keluar lapangan. Dia mendekat ke tribun penonton sebelah barat, Pace lalu memperingatkan penonton agar tidak mengucapkan kata-kata kotor lagi", tulis Jawa Pos.
Fun fact-nya, di musim kompetisi Liga Indonesia di tahun itu, Persebaya akhirnya keluar sebagai juara.
Tindakan negatif suporter Persebaya yang memicu kemarahan anggota tim, juga pernah terjadi pada musim kompetisi 2022.
Kala itu, Bonek, sebutan suporter Persebaya, mengamuk dan merusak fasilitas di Stadion Gelora Delta Sidoarjo usai kekalahan Persebaya dari tim 'kemarin sore' Rans Nusantara dengan skor 1-2.
Usai tindakan anarkis tersebut, Presiden Persebaya kala itu, Azrul Ananda, menyatakan pengunduran dirinya sebagai pucuk pimpinan di klub kebanggaan Arek-arek Suroboyo itu.
Meski tak secara langsung mengaitkan pengunduran dirinya dengan kekalahan Persebaya yang berlanjut dengan tindak anarkis suporter, namun dari kacamata awam pun rasanya tak sulit untuk menilai bahwa tindakan brutal Bonek itu telah membuat geram dan kecewa Azrul Ananda---putra mantan Manajer Persebaya dan Menteri BUMN Dahlan Iskan---sehingga ia memutuskan untuk mundur dari jabatannya.
Ia hanya mengatakan "Mungkin kepemimpinan saya belum sesuai dengan ekspektasi teman-teman (Bonek)" saat menyatakan pengunduran dirinya, sehari setelah Persebaya dihantam Rans United.
Masih dalam momen pengunduran dirinya, Azrul pun mengungkapkan sindiran dan kekecewaannya, atas tindakan suporter yang kerap melakukan hal-hal negatif jika tim kesayangannya menuai hasil minor:
"Jangan-jangan semakin sulit bagi klub-klub yang punya sejarah panjang, yang punya basis suporter besar, untuk berkembang karena terbebani oleh suporternya dan masa lalunya. Sehingga kelak klub-klub yang justru eksis di Indonesia ini adalah justru klub-klub yang tidak punya basis, yang tidak punya kota (homebase). Dan karena dia tak punya tanggungan dan lain lain, dia bisa memulai dan menjalaninya dengan lebih tenang dan lebih maju."
Apa yang terjadi usai pertandingan Persib vs Port FC di ajang Asian Champions League Two pada pekan lalu, yakni hujatan kata-kata kasar terhadap punggawa Persib Bandung dengan kata-kata kasar, jika memang benar terjadi, seolah membenarkan curhat Azrul Ananda tersebut.
Jika memang fenomena ini masih berlanjut, jelas persepakbolaan Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Entah sampai kapan.
Yang jelas, saat ini komitmen Persib dan pihak-pihak terkait untuk menjelaskan secara gamblang tentang kejadian di lorong dan ruang ganti usai pertandingan melawan Asnawi Bahar dan kawan kawan, sangatlah dinanti. Agar peristiwa ini tidak terus menerus 'gentayangan' sebagai isu liar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H