Bahkan pemain naturalisasi tim nasional Indonesia ini kerap bertanya tanya pada dirinya "Ada apa sama aku. Aku harus apa biar mereka percaya?".
Namun menurut Elisa, Kim tetap menghadapi kelompok suporter yang mencercanya dengan senyuman, seolah tidak terjadi apapun antara dirinya dengan para suporter yang kecewa dengan penampilannya yang kerap dinilai tidak maksimal saat bertanding.
Kini, kisah cacian yang pernah dialami Kim pun telah menjadi bagian dari masa lalunya. Karena pemain berusia 34 tahun itu telah membela panji PSS Sleman.
Konflik dalam hubungan antara suporter dan manajemen dan pemain, memang bukan hal baru di persepakbolaan Indonesia.
Konflik umumnya terjadi ketika suporter tidak puas atau kecewa dengan kebijakan manajemen, ataupun ketika prestasi tim sedang menurun dan punggawa tim khususnya pemain dan pelatih menjadi sasarannya.
Konflik tersebut lazimnya terjadi di klub-klub lawas yang memiliki kelompok suporter dalam jumlah besar.
Mengingat tingginya fanatisme kelompok suporter sepak bola terhadap tim kesayangannya, karena klub sepak bola di Indonesia merupakan salah satu identitas sekaligus kebanggaan bagi daerah yang menjadi 'domisili' klub bersangkutan.
Namun sayangnya, fanatisme yang tinggi tersebut kemudian dalam titik tertentu, berbanding lurus dengan tekanan dari suporter, yang menjadi bahaya laten atas timbulnya konflik antara suporter dengan manajemen dan punggawa utama tim di lapangan.
Dalam beberapa kasus tekanan---bahkan cacian---yang dialami oleh manajemen dan punggawa tim, episode yang berikutnya terjadi umumnya adalah sang pemain menepi dari klub, untuk mengadu nasib di tim yang baru.
Dalam hal ini, bekerja dengan ketenangan tentu menjadi pilihan bagi pemain atau pun pelatih, ketimbang harus tetap berada di tim yang lama dengan menerima hujatan demi hujatan setiap kali tampil di lapangan.
Celakanya, dalam beberapa kasus di persepakbolaan Indonesia, hujatan tersebut tak hanya dialamatkan pada pemain, pelatih, ataupun anggota manajerial. Namun juga dialamatkan pada keluarganya.