Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... Jurnalis - AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Vox Populi Vox Dangdut

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Ketika Taylor Swift Bikin Kepala Pemerintahan Beradu Argumen

9 Maret 2024   15:58 Diperbarui: 9 Maret 2024   15:59 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konser Taylor Swift di Singapura berujung geger. Yang geger pun bukan sekedar rakyat biasa, tetapi dua kepala pemerintahan negara di Asia Tenggara, yakni Perdana Menteri Thailand Sretta Thavisin dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

Sebelumnya, pada tahun lalu, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau juga 'FOMO' dengan rangkaian konser Taylor Swift yang bertajuk The Eras Tour, yang tidak menyertakan Kanada sebagai salah satu lokasi tur konser The Eras Tour.

Trudeau pun 'mencolek' sang diva dalam sebuah komentar unggahan jadwal tambahan konser, di media sosial X.

"Saya tahu tempat di Kanada yang akan suka menyambutmu. Jadi jangan membuat musim panas ini terasa menyakitkan. Kami berharap bisa segera bertemu denganmu," tulis Trudeau.

Ternyata, 'colekan' sang perdana menteri pun membuahkan hasil. Pada Agustus tahun lalu, Mbak Taylor mengumumkan akan menggelar konser di Toronto, Kanada, pada tahun ini. Jadwal itu pun mengubah rencana yang semula akan menjadikan London sebagai lokasi penutup konser The Eras Tour, menjadi Toronto.

Kembali ke soal kehebohan pemimpin negara ASEAN gara-gara konser Taylor Swift di Asia Tenggara.

PM Thailand Sretta Thavisin kesal karena Singapura menjadi satu-satunya negara yang menjadi lokasi konser Taylor Swift di Asia Tenggara. Thavisin pun sempat menyindir Singapura melakukan perjanjian bawah tangan dengan Swift.

Lee Hsien Loong pun bereaksi dengan tuduhan Thavisin tersebut. Menurut Lee, kesepakatan yang dibuat Singapura dan pihak Taylor Swift hanyalah perjanjian eksklusivitas biasa. Lee menegaskan pagelaran konser Taylor di Singapura tidak untuk merugikan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Meski demikian, pihak Singapura mengakui dalam kontrak konser Taylor Swift di negaranya, terdapat klausul yang menyatakan Swift tidak akan tampil di negara lain yang masuk kawasan ASEAN.

Nah,ketika membaca dan menyaksikan pemberitaan soal berbalas pernyataan antara Sretta Thavisin dan Lee Hsien Loong itu, yang pertama terlintas di pikiran saya adalah sebegitu besar pengaruhnya seorang Taylor Swift.

Sehingga soal penyelenggaraan konser penyanyi asal Amerika Serikat ini saja telah memicu adu argumen dua kepala pemerintahan negara Asia Tenggara, yang selama ini dikenal dengan animo masyarakatnya dalam menyaksikan konser bintang kelas dunia.  

Di Indonesia sendiri, bukanlah pemimpin pemerintahan yang bereaksi atas konser Taylor Swift di Singapura. Tetapi pernyataan datang dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno.

Menurut politisi PPP ini, keberadaan Taylor Swift---yang konsernya selalu dibanjiri penonton--semestinya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia, agar bisa memanfaatkan keberadaan Taylor Swift untuk menciptakan Swiftnomics, alias dampak ekonomi dari kehadiran Taylor Swift.

Di negara lain, Swiftnomics disebut telah berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat pada kuartal III 2023 lalu.

Bloomberg Economics memperkirakan, para Swifties dan penggemar musisi kondang lainnya, Beyonce, berkontribusi sebesar US$5,4 miliar---atau setara sekitar Rp84,5 triliun--terhadap PDB AS kuartal III 2023. Proyeksi tersebut dengan asumsi tiap Swiftie menghabiskan dana setidaknya US$1.500 untuk datang ke konser Taylor Swift, termasuk untuk tiket konser, transportasi, penginapan, serta makan dan minum.

Lantas mengapa Taylor Swift alih-alih tampil di Indonesia tetapi justru menggelar konser di negara kecil Singapura? Meskipun secara sepintas Swifties di Indonesia tentu lebih banyak jumlahnya ketimbang Singapura.

Efisiensi boleh jadi merupakan alasan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal itu didukung dengan posisi geografis Singapura yang berada di tengah negara-negara ASEAN lainnya.

Ya, posisi Singapura sebagai negara pulau kecil di antara jalur perdagangan strategis, sejak lama menjadikan negeri tetangga Indonesia ini memegang peranan penting dalam jalur perdagangan global, termasuk ketika penggunaan moda transportasi maritim kini sebagian tealh beraling menggunakan moda transportasi dirgantara.

Layaknya efek domino, pemerintah Singapura pun memanfaatkan dengan baik keunggulan tersebut untuk membangun dan mengembangkan infrastruktur pendukung perekonomian negaranya. Bandara Changi pun kini menjadi salah satu bandara tersibuk, dengan penerbangan internasional terbanyak.

Kondisi menguntungkan tersebut juga ditambah banyak Swifties dari negara-negara tetangga Singapura yang merasa bukan masalah jika mereka harus datang ke Singapura untuk menyaksikan idolanya tampil di Negeri Singa itu. Ibarat pepatah Sekali Mendayung Dua Tiga Pulau Terlampaui, Sekali ke Singapura nonton konser dan berwisata pun terlaksana.

Bahkan ada kolega saya yang sudah sejak lama merencanakan dan membeli tiket untuk pergi ke Singapura menyaksikan konser pelantun Cruel Summer itu. Tak peduli ketika ternyata jadwal konser tersebut bentrok dengan acara dadakan dari kantor, si kolega ini tetap memilih untuk menghadiri konser Swift di Singapura alih-alih mengikuti acara kantor.

Yang menarik, usai pernyatan peluang menghadirkan Taylor Swift di Indonesia yang diapungkan oleh Menparekraf Sandiaga Uno, ketidakmampuan Indonesia mendatangkan Taylor Swift untuk menggelar konser di Tanah  saat ini mendapat autokritik dari Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Dalam akun media sosialnya, Jumat lalu, Luhut menyebut Indonesia "kurang cerdas" dalam upaya menghadirkan Taylor Swift. Namun pensiunan perwira tinggi TNI AD ini juga menegaskan, Indonesia harus mampu dan kuat untuk bersaing dengan negara lain, untuk mampu medatangkan pesohor kelas dunia agar bisa tampil di Tanah Air.

Luhut bahkan mengaku siap membantu jika ada promotor yang mendapatkan kesulitan dalam misi menggelar konser penyanyi level dunia.

"Kalau orang bisa mem-booked (artis luar negeri), ya kita booked aja. Mesti bayar, ya kita bayar. Itu kan persaingan, nggak ada yang salah itu. Ayo kalian bawa aja. Kalau ada masalah, beri tahu saya," ucap Luhut.

Nah, dengan sejumlah keunggulan yang dimiliki Singapura untuk mendatangkan Taylor Swift yang disebutkan tadi. Mampukah Indonesia untuk menjadi lokasi langganan para penyanyi kelas dunia untuk menggelar konser?

Tentu saja bisa. Tak ada yang tak mungkin.

Yang penting, para stakeholder terkait penyelenggaraan konser harus kompak dan konsisten dalam upaya menghadirkan para pesohor itu.

Dalam hal ini, para petinggi negeri ini juga bisa bantu colekin sang selebritis, seperti yang dilakukan oleh PM Kanada Justin Trudeau. "Mbak Taylor, bisa kali konser di Indonesia?"

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun