Sejalan dengan perkembangan tersebut, Dono pun menyebut tuntutan masyarakat terhadap pelawan menjadi tinggi. Pelawak dianggap ikut berperan dalam mendidik bangsa.
"Mereka (pelawak) tak hanya harus lucu, melainkan juga mestri cerdas dan kritis terhadap keadaan sosial dan politik di sekitarnya. Pelawak ibarat 'manusia setengah dewa' harus serba bisa. Maka berbanggalah wahai pelawak, anda telah menggantikan peran kaum intelektual," tulis komedian legendaris yang wafat pada 30 Desember 2001 itu.
Apa yang dituliskan Dono soal lawakan intelektual tersebut, boleh jadi memang menggambarkan kelompok Warkop DKI---sebelumnya Warkop Prambors---itu sendiri.
Karena Warkop DKI memang lahir dari komunitas seni mahasiswa di almamater mereka, Universitas Indonesia, dan selalu tampil dengan lawakan intelektual, sesuai dengan sebutan yang kerap disematkan pada kaum mahasiswa, yakini sebagai agent of change.
Sejak munculnya era lawakan yang harus mencerminkan kecerdasan itulah, pentas lawak di era Warkop DKI hingga program lawak masa kini seolah perlu 'meratifikasi' pakem lawakan cerdas, agar bisa memenuhi tuntutan atas kecerdasan pelawak, seperti yang diungkapkan oleh Dono Warkop.
Pun demikian halnya di era tren lawak tunggal, yang kembali muncul saat ini. Setelah sebelumnya era lawak tunggal pernah hadir di masa dekade 1950-an, yang memunculkan sejumlah nama seperti Bing Slamet, Eddy Sud, S Bagyo, dan lain-lain.
Tuntutan kelucuan sekaligus aktualitas dalam materi lawak tunggal yang kini lazim disebut stand up comedy, seolah sudah menjadi tuntutan bagi sang komedian yang terjun dalam ranah stand up comedy.
Karena itu, dalam stand up comedy terdapat prinsip "Don't try to be funny, but tell something funny". Artinya, seorang komika (sebutan untuk seniman stand up comedy) jangan hanya berorientasi pada kelucuan, namun fokus pada seni tutur nan jenaka, dan menjadi nilai lebih jika mampu menghadirkan tutur jenaka nan cerdas.
Bahkan terkadang dalam stand up comedy, peristiwa biasa yang terjadi sehari-hari bisa diolah oleh para komika menjadi sebuah sajian yang mampu menggelakkan tawa.
Selain menambah khasanah dalam dunia komedi, nyatanya stand up comedy justru menambah tingkat kesulitan komedi itu sendiri.
Karena dalam penampilannya, komika umumnya tak perlu menggunakan kostum tertentu untuk sebagai bagian dari penampilannya. Karena memang stand up comedy pada dasarnya lebih merupakan seni bertutur--ketimbang penampilan fisik--yang menghasilkan kelucuan.