Adapun salah satu tersangka berinsial O, merupakan residivis atas kasus yang sama. Boleh jadi, ini menunjukkan bahwa pemaksaan pengelolaan parkir oleh ormas, bukanlah hal yang pertama kali terjadi di Medan, dan juga di kota-kota lain di Indonesia
Sejumlah media arus utama, pernah membahas soal pengelolaan parkir oleh ormas di gerai-gerai minimarket waralaba. Pembahasan seperti ini menjadi menarik, mengingat manajemen perusahaan pengelola gerai minimarket itu sebenarnya menerapkan kebijakan parkir gratis kepada pelanggannya.
Seperti diwartakan Kompas.com ada 17 Desember 2021, salah seorang pengunjung gerai Alfamart di wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat, membayar uang parkir sebesar Rp2.000 dengan pecahan uang logam Rp.200. Tak terima dibayar dengan uang receh, si tukang parkir memaki si pengunjung yang notabene seorang perempuan, dengan kata-kata kasar dan kurang pantas.
Si tukang parkir (liar) inipun diamankan polisi. Dan dalam pemeriksaan, ia mengaku uang hasil parkir yang dikumpulkannya secara rutin disetorkan pula kepada ormas di wilayah setempat.
Budi Santoso, Regional Corporate Communication Manager PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk pada saat itu menyebut, sebenarnya gerai minimarket yang dikelolanya, yakni Alfamart dan Alfamidi, sebenarnya biaya parkir untuk pelanggan.
Namun Budi pun mengakui sulit untuk merealisasikan sepenuhnya kebijakan parkir gratis itu. Karena juru parkir liar yang berada di luar kontrol perusahaannya. Ia pun membenarkan bahwa pengelola parkir yang selama ini mengutip uang parkir di gerai Alfamart dan Alfamidi, berasal dari masyarakat atau ormas setempat.
Saya berprasangka baik, manajemen tempat usaha sebenarnya juga tak ingin kenyamanan dan kepuasan pelanggan sedikit terganggu dengan keberadaan tukang parkir representatif ormas setempat. Namun tentu mengusir tukang parkir utusan ormas ini tak semudah membalikkan telapak tangan.
Dalam kasus di medan yang saya sebutkan tadi, Manajer Legal Mie Gacoan Region III Romy Tampubolon, seperti dikutip Detik.com mengaku resah dan prihatin dengan pemaksaan ormas setempat untuk mengelola parkir di unit usaha perusahaannya itu. Â
Ia pun mengaku sempat diadakan mediasi antara pihak Mie Gacoan, pemerintah, TNI, Polri dan ormas. Namun Ronny mengeluhkan oknum ormas setempat tetap ngotot ingin mengelola parkir dengan alasan anggotanya perlu makan.
Baiklah, mungkin Anda pun berpendapat ormas tersebut sebenarnya meresahkan warga dan pelaku usaha, dengan pemaksaan atas lahan parkir itu. Mungkin Anda pun berpikir ormas seperti itu harusnya dibubarkan saja ketimbang terus-menerus meresahkan.
Akan tetapi, saya jadi teringat dengan kelakar salah seorang kawan saya:
"Ya bagaimana mau dibubarkan? Lha wong pentolan ormas itu sekarang jadi pimpinan lembaga tinggi negara," ujar kawan saya beretorika. Â