Meskipun pandemi sempat melanda dan berdampak pada perekonomian, nyatanya filantropisme di Indonesia masih tetap tinggi. Justru di tengah pandemi, kegiatan filantropis tetap tinggi untuk membantu warga yang terkena dampak parah pendemi Covid-19.
Pun demikian halnya pasca sektor filantropi di Indonesia sempat diguncang oleh skandal lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada tahun 2022 lalu. Skandal penyelewengan dana sumbangan sosial masyarakat, menjadikan dua mantan petinggi  ACT, Ahyudin dan Ibnu Khajar, saat itu menjadi pesakitan, karena terbukti melakukan penggelapan dana bantuan untuk korban musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT-610  Â
Skandal ACT inipun saat itu sempat mendorong beredarnya isu-isu miring soal lembaga filantropi di Indonesia, yang dikhawatirkan juga melakukan penyelewengan dana seperti yang dilakukan oleh para mantan petinggi ACT tersebut.
Namun isu-isu miring itu pun hanya menjadi 'hangat-hangat bubur ayam', alias hilang dengan sendirinya seiring kian meredanya gaung pemberitaan soal skandal ACT. Â
Dana-dana sumbangan dari masyarakat pun tetap mengalir deras ke sejumlah lembaga amal lainnya. Seolah tak terpengaruh oleh skandal ACT.
Baiklah, predikat Indonesia yang menjadi negara paling dermawan di Indonesia ini pun, sejenak mengingatkan saya pada pengalaman saat berjalan di trotoar pinggir jalanan Ibu Kota Jakarta. Â
Tidak sekali dua kali ketika saya sedang berjalan di trotoar, dicegat oleh orang-orang yang menggunakan rompi lembaga dunia. Mereka menyapa dengan "Halo kak, bisa minta waktunya sebentar?"
Anda yang pernah dicegat seperti saya, pasti masih ingat rompi organisasi apa yang mereka kenakan.
Dan saya, hampir tak pernah melayani permintaan mereka untuk berhenti sejenak dan mendengarkan apa yang disampaikan. Ya karena posisinya selalu saya sedang buru-buru mau pulang kantor menuju stasiun KRL untuk pulang.
Tapi sekali waktu pernah karena rasa penasaran, saya akhirnya mengikuti permintaan mereka untuk 'minta waktu sebentar' itu. Â
Singkat cerita, dengan penjelasan a la sales, mereka mengaku ditugaskan oleh lembaga dunia untuk penggalangan dana. Jika saya bersedia untuk bergabung dalam penggalangan dana, maka mereka meminta nomor rekening atau nomor kartu kredit, untuk pemotongan dana dari rekening saya.