Karena sehari sebelum Azrul menyatakan mundur, Persebaya dikalahkan klub 'kemarin sore' RANS Nusantara FC dengan skor 1-2, yang berujung pitch invasion suporter dan berimbas hancurnya sejumlah sarana di Stadion Gelora Delta Sidoarjo yang menjadi venue pertandingan antara klub legendaris dan klub 'kemarin sore' itu.
Saya pun mencoba mengkaitkan kalimat terakhir Azrul itu dengan kiprah Bhayangkara Presisi Indonesia FC pada musim ini. Dimana sampai dengan pekan ke-19, klub milik Polri itu masih berada di dasar klasemen.
Dan meski menjadi juru kunci, namun klub yang hampir selalu berpindah markas di setiap musim kompetisi ini cenderung selow, meski pada putaran kedua Liga 1 ini, Bhayangkara Presisi Indonesia FC langsung jor-joran mendatangkan pemain dan pelatih baru, baik yang didatangkan memalui metode transfer maupun peminjaman. Â
Termasuk menarik kembali I Putu Gede Juni Antara dari Persib dengan memakai surat perintah kepada anggota Polri. Hal yang tak lazim ditemukan dalam konteks olah raga profesional.
Dan meski mencatatkan prestasi yang buruk musim ini, nyaris tak ada aksi protes sama sekali dari pendukung Bhayangkara FC, terkait posisinya yang berada di dasar jurang. Lha mau ada unjuk rasa suporter bagaimana? Wong basis pendukung yang kuat saja mereka tak punya.
Tentu akan beda cerita kalau yang di dasar klasemen itu adalah Persebaya, Persija, atau Persib misalnya . Waah, bisa-bisa akan ada aksi demonstrasi 'berjilid-jilid' oleh suporter, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Demikianlah fenomena suporter di Indonesia. Di satu sisi ia menjadi pendukung klub. Namun ironisnya di sisi lain malah berpotensi membebani klub. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H