Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... Jurnalis - AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Vox Populi Vox Dangdut

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Bogor, dari Tempat Peristirahatan Menjadi Penyangga Ibu Kota

16 September 2023   19:58 Diperbarui: 17 September 2023   08:07 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepadatan lalu lintas di sekitar Pasar Kebon Kembang, Kota Bogor. (Sumber: Kompas.id/Rony Ariyanto Nugroho)

Beberapa bulan usai menikah pada bulan Mei tahun 1974 di Pandaan, sebuah wilayah kecamatan di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, ayah saya melamar pekerjaan di sebuah perusahaan yang berbasis di Jakarta. Singkat cerita, lamarannya diterima dan ini berarti ayah saya harus merantau ke Jakarta bersama sang istri.

Akan tetapi, ayah dan ibu saya hanya tinggal di Jakarta selama beberapa bulan saja. Berikutnya, episode hidup mereka di rumah berpindah ke Bogor, sebuah kota yang berjarak 60 kilometer dari pusat DKI Jakarta.

Alasan mereka memilih tinggal di Bogor saat itu simpel. Ingin bermukim di wilayah yang bebas dari hiruk pikuk keramaian, kemacetan, dan panasnya Jakarta. 

Alasan yang mirip seperti ini pulalah yang dahulu mendorong Gubernur Jenderal Hindia Belanda Gustaaf Willem Baron Van Imhoff, membangun sebuah istana peristirahatan bernama Buitenzorg, yang menjadi cikal bakal nama Bogor.

Kebetulan, setelah merantau ayah saya saat itu ditempatkan berkantor di Cimanggis, yang dahulu masih masuk wilayah Kabupaten Bogor. Dan rumah kontrakannya di Bogor berlokasi tak jauh dari Terminal Bus Jalan Kapten Muslihat, yang sekarang menjadi Alun-alun Kota Bogor.

Jadilah ayah saya pergi pulang kerja naik bus jurusan Jakarta-Bogor yang berangkat dari Terminal Kapten Muslihat dan turun persis di depan kantornya di Cimanggis.

Setelah ayah saya pindah bekerja ke kantor di Jakarta pun, orangtua saya tetap menikmati kehidupan berdomisili di Bogor. Mereka pun tak pernah berniat untuk pindah ke Jakarta untuk bisa lebih dekat dengan tempat bekerja ayah saya.

Beliau sangat menikmati sebagai seorang penglaju, dengan konsekuensi lebih lama waktu di jalan menuju tempat kerja.

Bagi ayah dan ibu saya, tinggal di Kota Bogor dengan suasana yang berbeda dengan Jakarta, menghadirkan kesenangan dan ketenangan tersendiri. Apalagi, Bogor saat itu masih masuk dalam kategori kota berhawa sejuk di Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, pembangunan kawasan ibu kota dan sekitarnya pun terus berjalan -- dalam koridor pemerintahan yang saat itu dinamai Kabinet Pembangunan II -- seiring kian bertambahnya penduduk dan berkembangnya dunia usaha.

Jalan Raya Bogor pun saat itu turut menjadi fokus pembenahan pemerintah pusat, sebagai bagian dari jalan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun