Minimnya realisasi tersebut, ujar Moeldoko, akan menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah terkait program subsidi motor listrik tersebut.
Di sisi lain, Sekretaris Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Yan Sibarang Tandiele seperti dikutip Bisnis.com menyatakan minimnya realisasi pembelian motor listrik melalui subsidi, bukanlah diakibatkan masalah dalam Sisapira.
Yan mengklaim, Sisapira tidak memiliki kendala operasional, bahkan mampu memberi informasi yang akurat karena terintegrasi dengan kementerian/lembaga terkait.
Namun Yan juga mengakui masih minimnya realisasi penjualan motor listrik, termasuk pembelian lewat skema subsidi melalui Sisapira, karena motor listrik ini masih merupakan 'barang yang baru' untuk masyarakat.
Artinya, dari kesiapan layanan penjualan, purna jual, hingga jaringan ekosistem pendukung motor listrik seperti SPKLU, menjadi pertimbangan masyarakat untuk membeli kendaraan listrik.
Baiklah, semoga faktor 'barang baru' yang menjadi penyebab masih minimnya minat masyarakat terhadap motor listrik ini menjadi salah satu poin untuk bahan evaluasi pemerintah terhadap penjualan motor listrik.
Itu jika pemerintah masih tetap menargetkan motor listrik menjadi pilihan masyarakat dalam mendukung pengembangan energi ramah lingkungan serta mencapai proyeksi 2 juta unit motor listrik akan mengaspal di Indonesia pada 2025 mendatang.
Yang juga perlu menjadi bahan evaluasi adalah mengapa minat masyarakat menengah ke bawah---yang menjadi sasaran pemberian subsidi melalui Sisapira---belum memiliki minat yang signifikan. Atau bisa jadi malah semestinya insentif pembelian tidak ditujukan pada kalangan menengah ke bawah, dengan asumsi harga motor listrik yang sudah dikenakan subsidi pun mayoritas masih di atas Rp10 juta, sehingga masih dirasa belum terjangkau, khususnya oleh kalangan bawah.
Nah, faktor 'barang baru' dan persyaratan subsidi tadi juga pada akhirnya akan menentukan preferensi masyarakat yang masih akan lebih memilih untuk membeli motor berbahan bakar minyak daripada berbahan bakar listrik, setidaknya untuk saat ini.
Apalagi, motor listrik masih memiliki keterbatasan sehingga menjadikannya masih kalah bersaing dengan motor konvesional yang menggunakan BBM. Situs Carmudi meriset, motor listrik masih memiliki sejumlah kekurangan, antara lain:
- Pilihan produk terbatas
- Jarak tempuh tidak sejauh motor konvensional
- Durasi pengisian baterai yang lama
- Harga baterai masih mahal
Data Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia(Aismoli) yang dikutip Kompas.id menyebut, penjualan motor listrik dari tahun 2019-2022 baru menyentuh angka 30.837 unit, tentunya masih sangat timpang jika dibandingkan penjualan motor nasional secara keseluruhan.