Namun saya pun setuju dengan Arifin yang mengkritisi konsekuensi keterlambatan perpanjangan SIM yakni harus membuat SIM baru. Ya, kesependapatan saya ini karena pernah mengalami kealpaan dalam perpanjangan masa berlaku SIM.
Tapi kalau berbicara soal pembuatan SIM baru, kita tak bisa memungkiri opini yang sudah ada sejak lama di masyarakat soal rumit dan ketatnya proses pembuatan SIM baru di Indonesia, meski kita tentu sama-sama sepakat kerumitan tersebut berpangkal dari semangat menghadirkan kompetensi yang layak bagi pemegang SIM.
Kecakapan dalam mengemudi bagi pemegang SIM tentu merupakan hal mutlak yang tak bisa ditawar. Dalam hal ini, orang yang sudah memiliki SIM saja ada kalanya menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas yang bahkan mengakibatkan hilangnya nyawa.
Karena itulah, ke depannya tentu penting bagi Polri untuk mempertimbangkan sistem yang dirancang dan bisa disempurnakan secara berkala untuk mendapatkan kompetensi yang layak bagi calon pemegang SIM baru. Tentunya pengetesan yang dilakukan harus benar-benar relevan dan efektif untuk menilai kemampuan calon pengemudi pemegang SIM.
Kalau memang Polri ingin sejalan dengan penutupan ruang gerak calo pembuatan SIM, tentu juga harus dilakukan penyempurnaan sistem pencegahan percaloan pembuatan SIM secara berkala dan efektif.
Terakhir, saya (lagi-lagi secara subjektif pribadi) berharap aturan yang mewajibkan pemegang SIM yang terlambat memperpanjang masa berlaku untuk mengikuti prosedur pembuatan SIM baru, bisa dipertimbangkan untuk dihapuskan. Karena saya tidak melihat ada relevansi antara keterlambatan mengajukan perpanjangan masa berlaku SIM dengan kemampuan mengemudi secara umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H