Tapi dispensasi tersebut berlaku karena adanya periode libur Lebaran. Sementara di hari biasa, jika terlambat memperpanjang SIM tetap akan dikenakan prosedur pembuatan SIM baru.
Nah pertanyaan di benak saya sampai saat ini, mengapa jika SIM telah habis masa berlakunya meski hanya sehari, maka pemegang SIM tetap harus melewati prosedur layaknya membuat SIM baru? Bukankah dengan kepemilikan SIM lama menunjukkan bahwa dahulu si pemegang ini pernah melewati tahapan pembuatan SIM baru?
Pernah suatu ketika, saya curhat pada rekan saya di kantor soal SIM A saya yang belum saya perpanjang---lebih tepatnya belum saya bikin yang baru---karena saya lupa tanggal habis masa berlakunya. Teman saya pun menyarankan supaya menghubungi rekannya yang bisa membantu pembuatan SIM tanpa kita harus datang untuk mengikuti tes.
Ya, kita memang tidak bisa menutup mata bahwa praktik jasa pembuatan atau perpanjangan SIM melalui 'perantara' memang masih lazim dijumpai di Indonesia.
Saya tak ingin lebih jauh membahas soal bagaimana praktik seperti ini dikerjakan, dan mengapa praktik ini bisa terjadi. Namun mungkin diantara anda pernah menemukan atau menerima tawaran pihak yang bisa menjadi perantara pembuatan SIM tersebut, baik melalui medsos, iklan, maupun tawaran langsung dari seseorang.
Polri pun sebenarnya tak tinggal diam dalam mempersempit ruang gerak calo SIM tersebut.
Teranyar, pada 2023 ini Korlantas Polri akan menggunakan teknologi face recognition dalam pembuatan SIM. Dengan penggunaan teknologi ini, maka pemohon SIM harus memindai wajahnya dalam prosedur penerbitan SIM. Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus mengatakan, penggunaan teknologi pindai wajah tersebut salah tujuan utamanya yakni untuk memberantas praktik percaloan dalam pembuatan SIM.
Kembali ke soal masa berlaku SIM selama 5 tahun dan konsekuensinya jika habis masa berlakunya. Baru-baru ini seorang advokat bernama Arifin Purwanto mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi agar SIM bisa berlaku seumur hidup.
Kalau bicara soal usulan SIM seumur hidup, saya termasuk yang kurang sependapat. Idealnya, dalam kepemilikan SIM memang harus dilakukan pengetesan ulang dalam periode tertentu.
Hemat saya, pengetesan memang perlu dilakukan untuk pemeriksaan kemampuan berlalu lintas seseorang. Pemeriksaan ini untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan masih layak ataukah tidak layak menjadi pemegang SIM golongan tertentu.
Semisal, ada seseorang yang sudah memiliki SIM, lalu kemudian ia mengalami peristiwa yang mengakibatkan kejiwaannya terganggu sehingga tidak bisa mengendarai kendaraan dengan baik. Tentu ia tidak akan bisa memperpanjang kembali setelah masa berlaku SIM-nya habis.