PSSI memang bukan perusahaan terbuka. Namun karena ia menerima dana dari FIFA, AFC, dan juga dari pemerintah, maka transparansi keuangan menjadi penting atas nama pertanggungjawaban penggunaan dana yang sudah diberikan.
Kompas.id mengungkap, selama ini PSSI belum pernah menyampaikan laporan keuangan tahunan, meski selalu menerima dana bantuan dalam jumlah besar. Misalnya dana FIFA Forward 2.0 periode 2019--2021 yang mencapai US$3 juta yang tak jelas hasilnya.
Sebagai gambaran, Asosiasi Sepak Bola Thailand (FAT) yang juga menerima dana bantuan FIFA Forward 2.0 dengan jumlah kurang lebih sama dengan Indonesia, memanfaatkan dana tersebut antara lain untuk membangun kantor sekretariat FAT dan operator liga, sarana pelatnas, serta ruang asisten wasit untuk VAR.
Pun demikian dengan AFC yang memberi dana US$150 ribu dolar kepada seluruh anggotanya, termasuk kepada Indonesia untuk pengembangan kompetisi putra dan putri.Â
Pemberian dana tersebut pun jelas menjadi alasan kuat bagi PSSI, termasuk juga LIB, untuk diaudit keuangannya sebagai bentuk pertanggungjawaban atas dana yang telah diberikan FIFA maupun AFC.
Pada perkembangan rencana audit keuangan PSSI, pada Selasa 9 Mei 2023 anggota Komite Eksekutif PSSI Arya M Sinulingga mengungkap:
"Dari internal review kami, di periode 2017-2019, tidak tercatat sama sekali pembukuannya, sehingga PSSI harus menggunakan jasa IT untuk mendapatkan data-data dari e-mail bagian keuangan di periode tersebut. Ada beberapa data fisik, namun tidak jelas. Misalnya, ada pengeluaran cek, namun tidak ada perinciannya," ujar dia.
Kemudian pada periode 2019--2023, laporan keuangan sudah mulai tertata dan ada perbaikan dalam urusan transaksional dan prosedur pengeluaran dana. Namun akuntansi yang digunakan masih belum menggunakan sistem akuntansi apapun.
Dengan catatan negatif tersebut, tentulah kejelasan dan ketegasan dalam mengurai masalah keuangan di PSSI saat ini sangat dinanti publik sepak bola Indonesia. Hal itu karena transparansi keuangan erat kaitannya dengan pembenahan di federasi olah raga terpopuler se-Indonesia ini.
Ingat, sepak bola Indonesia pernah punya catatan kelam soal laporan keuangan yang tidak transparan, bahkan hingga berbuntut pada perpecahan PSSI menjadi dua kubu. Tepatnya pada masa kepemimpinan Djohar Arifin Husein pada 2011 silam.
Adanya dualisme tersebut membawa PSSI berada dalam periode terburuk, dan berimbas pula pada dualisme kompetisi sepak bola kasta tertinggi di Tanah Air. Buntutnya, tim nasional Indonesia pun terimbas dari dualisme kompetisi dan menelan kekalahan terbesar dalam sejarah yakni 10-0 dari tuan rumah Bahrain.