Pernah suatu ketika, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno datang ke kantor saya, untuk bertemu dengan pimpinan saya. Yang saya perhatikan, pria yang akrab disapa Sandi ini datang dengan menggunakan kendaraan yang bagi saya tak biasa untuk ukuran seorang menteri, yakni Toyota Innova Venturer.
Subyektifitas saya mengatakan, untuk ukuran seseorang dengan harta kekayaan---yang dilaporkan dalam LHKPN dan dirilis di laman KPK---senilai Rp10,09 triliun pada 2022, kendaraan Toyota Innova Venturer seharga kisaran Rp495 juta -- Rp525 juta itu tentu bisa dibilang kendaraan yang sederhana.
Ternyata tak hanya saat melakukan kunjungan ke kantor saya saja, Sandi menggunakan mobil Toyota Innova Venturer. Dalam beberapa warta, saya membaca menteri yang menggantikan Wishnutama di Kabinet Indonesia Maju itu juga lazim menggunakan kendaraan penerus Toyota Kijang itu dalam beberapa kegiatan kerjanya, tentu saja dengan nomor polisi RI-46 yang melekat pada jabatannya sebagai menparekraf.
Saat di kemudian hari Sandiaga kembali berkunjung ke kantor saya untuk bertemu bos saya, bukan lagi Innova Venturer yang digunakannya, tetapi Hyundai Ioniq 5. Tapi itu mungkin ia menggunakan kendaraan elektrik tersebut karena sudah ada anjuran penggunaan mobil listrik untuk kendaraan dinas di instansi pemerintahan.
Mengapa subyektifitas saya mengatakan kendaraan Toyota Innova Venturer dan juga Hyundai Ioniq menjadi sederhana bagi Sandiaga Uno yang notabene menempati urutan pertama pejabat negara terkaya di Indonesia berdasarkan LHKPN Tahun 2002 itu? Ya tentu karena saya, ataupun kita semua, biasanya melihat orang-orang yang berharta ratusan miliar bahkan triliunan, akan cenderung menggunakan mobil premium (baca: mewah), termasuk dalam aktivitas sehari-hari.
Mundur ke belakang, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saya mengikuti kunjungan kerja seorang menteri yang menggunakan mobil Range Rover untuk menuju lokasi kunjungannya tersebut di Karawang, Jawa Barat.
Salah seorang rekan saya yang ikut bersama saya saat itu pun nyeletuk "Kalau menteri udah pake Range Rover, pasti dia orang kaya banget,". Maka dari itu, di kemudian hari ketika saya kembali melihat sosok menteri yang termasuk 'orang kaya banget' namun menggunakan mobil dengan harga di bawah Rp550 juta, maka saya mengatakan itu adalh sebuah anomali.
Bicara soal mobil dinas, sebenarnya menteri-menteri di Kabinet Indonesia Maju sudah mendapat jatah mobil dinas merek Toyota Crown 2.5 HV G-Executive, seharga Rp1,5 miliar. Namun sejak lama memang ada beberapa menteri yang alih-alih menggunakan mobil dinas, namun lebih memilih menggunakan mobil pribadinya sebagai kendaraan menuju dan dari tempat tugasnya.
Selain Sandiaga Uno, saya dulu juga pernah melihat menteri perindustrian era Presiden SBY, yakni Fahmi Idris, kerap menggunakan Toyota Kijang Innova pribadinya sebagai kendaraan dinas. Setahu saya, memang tidak ada aturan khusus yang mewajibkan pejabat termasuk menteri untuk selalu menggunakan mobil jatah dari negara sebagai kendaraan dinasnya.
Nah, ketika Sandi menggunakan mobil Innova-nya sebagai kendaraan dinas sehari-harinya sebagai menteri, saya teringat ketika ia dilantik menjadi wakil gubernur DKI Jakarta pada 17 Oktober 2017 lalu. Saat itu ia pun menggunakan kendaraan Toyota Innova untuk datang ke lokasi pelantikan. Walaupun pada saat itu, ia menggunakan Innova milik sang gubernur Anies Baswedan karena mereka berdua semobi.
"Saya menggarisbawahi, kendaraan itu alat transportasi, bukan alat pembentukan persepsi," ujar Sandi usai dilantik menjadi DKI-2 saat itu.
Pria kelahiran Riau itu tak ingin kendaraan dinas justru dijadikan alat untuk memberi persepsi tersendiri. Misalnya agar terlihat sebagai pejabat atau terlihat mahal. Dan hal itu tetap kerap ia praktikkan saat kini ditunjuk sebagai pembantu presiden.
Ya, di Indonesia mobil yang dimiliki dan digunakan seseorang memang sejak lama kerap menjadi simbol status sosial, jabatan, serta kekayaan si pemiliknya.
Adagium mobil sebagai simbol penunjuk kekayaan itulah yang membuat saya menilai wajar saat sejumlah warga sebuah desa di Tuban, Jawa Timur pada awal 2021 lalu mendadak menjadi miliuner pasca mendapat uang ganti rugi proyek kilang minyak, lantas menggunakan sebagian uang yang didapat untuk membeli mobil. Meski nyatanya ada juga diantara warga yang membeli mobil tersebut bahkan belum mahir menyetir.
Mobil sebagai simbol kekayaan saat ini pun nyatanya bisa menjadi pintu pembuka dugaan tindak kejahatan. Seperti yang terjadi pada mantan pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo.
Mobil merek Jeep Rubicon yang kini tengah disita oleh polisi sebagai barang bukti kasus penganiayaan berat anak Rafael, Mario Dandy terhadap David Ozora, kepemilikannya mengarah pada tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Rafael. Dengan demikian, mobil berwarna hitam dengan STNK bukan atas nama Rafael maupun Dandy itu, pada akhirnya telah membawa sepasang anak dan ayah tersebut menjadi pesakitan.
Soal mobil (mewah) yang dianggap sebagai simbol status dan kekayaan seseorang ini, memang bukan hal baru, karena Warkop DKI pun pernah mengangkat fenomena ini dalam film Gengsi Dong, yakni dalam adegan Sanwani (Kasino Warkop) meminta Slamet (Dono Warkop) untuk membeli mobil supaya bisa menunjukkan strata sosial Slamet sebagai anak petani terkaya di kampungnya, sementara di Jakarta belum bisa disebut orang kaya jika belum punya mobil.
Akibat termakan provokasi Sanwani, Slamet pun bahkan meminta tambahan uang pada sang ayah (Pandji Anom) di kampung, untuk membeli mobil. Meski akhirnya karena minim referensi soal jenis-jenis mobil, Slamet malah membeli mobil yang modelnya justru bikin tertawa. Yang penting bagi Slamet, ia sudah memiliki mobil sebagai 'bukti sah' bahwa dia adalah anak orang kaya dan agar tidak terus-menerus dihina oleh Paijo (Indro Warkop) yang merupakan anak pengusaha minyak.
Karena itulah, ketika heboh Mario Dandy yang flexing dengan mobil Rubicon dan kemudian terungkap ayahnya adalah pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu yang melakukan penyimpangan dalam profesinya, dialog celetukan Sanwani pun banyak dikutip kembali
"Udah nggak usah lu pikirin, memang begitu anak orang kaya, lagunya suka tengil, kayak duit bapaknya halal aja!"
Kata-kata yang dalam film Gengsi Dong dimaksudkan untuk menghibur hati Slamet yang selalu diledek oleh Paijo karena perilaku Slamet yang sering norak dan kampungan pun, kembali terungkit. Celetukan khas Kasino tadi seolah menua dengan apik dan everlasting bagaikan anggur, yang tak lekang oleh waktu. Dialog dalam film yang diproduksi tahun 1980 itu pun populer kembali setelah 43 tahun.
Dan bukan dalam kasus Mario Dandy saja kita membaca dan melihat kabar kasus arogansi atau aksi sok jago orang-orang berduit dan menggunakan mobil. Tahun 2021 lalu, ada seorang pengendara Toyota Fortuner terekam kamera warga sedang marah-marah, justru seusai menabrak sepeda motor di Duren Sawit. Alih-alih menolong korbang, sang pengendara Fortuner justru pergi sembari memamerkan pistol yang dipegang. Lalu ada pula pengendara Fortuner yang memepet sebuah mobil Toyota Avanza di Jalan Tol Jagorawi sambil menodongkan pistol.
Kemudian pada Februari 2023 lalu viral sebuah Honda Brio yang ternyata sebuah mobil taksi daring ditabrak Fortuner yang melawan arah. Sayangnya kasus ini berakhir dengan perdamaian. Â
Nah, dari kata-kata Sandiaga Uno, dan Sanwani dalam film Gengsi Dong di atas, tentu kita bisa menarik kesimpulan, bahwa sebuah kendaraan (mobil), "khittah"nya adalah sebagai sarana transportasi, alih-alih sarana adu gengsi apalagi untuk menunjukkan arogansi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H