Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... Jurnalis - AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Vox Populi Vox Dangdut

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Teman Sewaan, Ketika Kebutuhan Difasilitasi oleh Kepraktisan

5 Mei 2023   20:25 Diperbarui: 10 Mei 2023   20:27 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kopi darat. (Sumber: freepik.com)

"Gue udah pernah dengerin cerita orang yang depresi gara-gara body shaming dan dibikin nggak enak sama teman-teman di pekerjaannya, lalu bingung mau curhat ke siapa. Gue juga udah pernah dengerin curhat cewek yang hamil di luar nikah sementara dia malu sama keluarganya, karena bokapnya mau ikut pemilihan jadi pemimpin daerah. Takutnya yang pernah dia lakuin sama cowoknya malah jadi aib buat keluarganya,"

Demikian dikisahkan oleh Renata---bukan nama sebenarnya---kepada saya belum lama ini. Gadis berusia 30 tahun ini sedang menceritakan berbagai macam orang yang memintanya sebagai tempat curhat.

Namun dari mendengar curhat orang lain itu, Renata justru bisa menghasilkan cuan yang menurutnya lumayan. 

Tapi, Renata bukanlah seorang psikolog atau menjalani profesi tertentu yang dibayar karena keahliannya dalam memberi saran atau solusi bagi yang konsultasi (baca: curhat) kepadanya.

Yang dia lakukan itu, hanyalah bagian dari kisah dalam pekerjaan sampingannya sebagai talent di sebuah aplikasi layanan teman berbayar. 

Dan ia pun mengaku masih senang menjalani pekerjaan sampingannya ini, karena ia pun mengaku dirinya pun termasuk sosok yang senang mendengarkan curhat orang lain, dan kerap dijadikan 'tempat sampah' oleh kawan-kawan di tempat ia menjalankan profesi utamanya sebagai teknisi di bidang teknologi informasi.

Tak hanya melayani kebutuhan curhat, gadis yang berdomisili di Jakarta ini juga pernah diminta seseorang klien untuk menemaninya menonton sebuah konser musik. 

Usut punya usut, sang klien meminta Renata untuk menghadiri konser hanya untuk 'memanas-manasi' mantan kekasihnya yang menjadi event organizer konser itu.

Untuk itu, si klien mengajaknya agar seolah-olah terlihat sudah move on dari kekasih lamanya dan telah mendapat 'gandengan' baru.

Perempuan berwajah manis ini pun berkisah pernah juga ada klien lain yang mengajaknya menemani untuk datang ke resepsi pernikahan, juga dengan motivasi memanas-manasi mantan kekasihnya yang juga hadir ke resepsi yang sama.

Meski demikian, Renata menegaskan dirinya sebenarnya sudah punya kekasih. Dan sang kekasih justru mendukung penuh kegiatan side job-nya ini. 

"Malah kadang-kadang cowok gue yang nganterin buat ketemu sama orang yang mau gue temenin kondangan. Terus abis itu, dia jemput kalau gue udah selesai ketemu klien," ujarnya sambil tersenyum.

Saya pun bertanya apakah pernah ada klien lelaki yang mem-booking minta ditemani lalu tiba-tiba ada perasaan suka dari si lelaki itu saat berjumpa dengan Renata. Dia pun menjawab hal itu pernah terjadi.

Perempuan berambut sebahu ini berkisah, pernah suatu saat dia kopi darat dengan lelaki yang mem-booking melalui aplikasi. Namun saat baru bertemu, dia membaca gelagatnya si lekaki ini sudah langsung ingin menjadikannya kekasih. Dan ketika ia menegaskan sudah punya kekasih, si lelaki ini langsung ngeloyor pergi.

"Biasanya yang seperti itu menganggap layanan teman sewaan ini sama seperti aplikasi pencarian jodoh seperti Tinder atau Bumble, padahal aplikasi teman sewaan jelas berbeda," ujar Renata.

Ya, bisnis teman atau bahkan kekasih berbayar, saat ini masih banyak dibicarakan. Karena bisa dibilang bisnis yang menghasilkan cuan dari 'pertemanan dadakan' ini menjadi sebuah tren baru di kalangan masyarakat. Bisnis ini pun memanfaatkan kian masifnya ekosistem digital yang menawarkan kepraktisan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.

Sebelum akhirnya hadir di Indonesia, layanan teman sewaan telah muncul di sejumlah negara maju, seperti di Jepang. 

Selain untuk menemani dalam acara formal atau pun non-formal, penyewaan teman melalui aplikasi yang marak di Jepang, juga berlaku buat pergi liburan. Sehingga pada saat mengabadikan foto, seseorang tidak lagi sendiri, tapi bersama 'teman-teman'. Foto ini kemudian dapat dibagi ke media sosial.

Di Negeri Sakura, ini lazim disebut rental kareshi. Laki-laki atau perempuan dibayar oleh pihak penyewa untuk menemaninya berkencan, jalan-jalan, atau menghabiskan waktu dengan aktivitas bersama.

Konsepnya kurang lebih sama dengan praktik sewa-menyewa pada umumnya. Yakni salah satu pihak membayar kepada pihak lain untuk bisa menggunakan objek penyewaan dalam jangka waktu tertentu.

Demikian halnya dengan Renata. Ia mengaku dibebaskan untuk memasang tarif tertentu oleh pengelola aplikasi bagi yang ingin menggunakan jasanya untuk ditemani. Ia pun membedakan tarif untuk ditemani makan, berbelanja, jalan-jalan, atau bahkan berolahraga bersama.

Adapun jasa teman sewaan ini jelas berbeda dengan jasa pacar sewaan. Jika dalam kopi darat yang dilakukan bersama pacar sewaan sang klien boleh saling melakukan tindakan yang mengarah pada keintiman dengan talent dalam batas-batas tertentu termasuk dalam bentuk kontak fisik seperti memegang tangan atau merangkul, di aplikasi teman sewaan hal itu tidak dibolehkan. 

Karena hubungan antara talent dan klien dalam hal ini adalah pertemanan bukan pacaran yang "mentoleransi" sentuhan fisik.

Nah, kesamaan antara teman sewaan dan pacar sewaan, Yakni kebutuhan akan perhatian dari orang-orang di luar keluarga. Dan aplikasi teman dan pacar sewaan ini menjadi sebuah fasilitas yang memberikan kemudahan dan kepraktisan untuk mendapatkan itu semua.

Sebelum berkembanganya bisnis daring, untuk mendapat teman tentu kita harus keluar dari rumah dan tidak semua orang yang ditemui di luar rumah bisa dijadikan teman. 

Namun bayangkan, dalam perkembangannya, hanya dengan menggunakan aplikasi di ponsel---yang tentunya bisa dilakukan dari rumah---kita bisa menemukan dan mendapatkan seseorang yang tidak kita kenal, namun bisa menemani kita berkegiatan, mulai dari jalan-jalan, makan, hingga berbelanja bersama.

Akan tentu saja ada harga yang harus dibayar dari kemudahan yang ingin didapatkan tersebut. Inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengembangkan aplikasi penyewaan teman dan pacar sewaan tersebut.

Nah, karena hubungan pertemanan dalam jasa sewa menyewa teman itu hanya berdasarkan kesepakatan yang dibatasi oleh harga, makanya hubungan pertemanan itu pun akan 'berakhir' jika jangka waktu sewa sudah selesai.

Peneliti ilmu saraf penulis 'Loneliness: Human Nature and the Need for Social Interaction', John T. Cacioppo menilai, jasa sewa teman mungkin bisa menjadi solusi praktis yang sesaat, karena membantu orang bertatap muka dan berinteraksi langsung dengan orang lain secara periodik.

 Tetapi, jika digunakan sebagai pengganti hubungan yang bermakna dan lebih langgeng, jelas tidak bisa.

Jika anda ingin memiliki teman dalam arti sebenarnya dan hubungan pertemannnya lebih nyata, mungkin memang anda harus mendapatkannya dengan cara keluar dahulu dari rumah. Bukan melalui jalur dunia maya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun