demikian keterangan dalam laporan kepada pihak kepolisian yang diteken Abdul Wahid.
Keributan ini lantas mengingatkan saya pada saat pelajaran sejarah di sekolah dahulu. Salah satu penjelasan yang saya ingat dari bapak guru sejarah yakni tentang runtuhnya Kerajaan Majapahit akibat Perang Paregreg.
Perang ini bermula dari wafatnya Mahapatih Gadjah Mada dan kemudian Raja Hayam Wuruk, yang menandai berakhirnya kejayaan Kerajaan Majapahit. Usai wafatnya duet petinggi paling tersohor itu, perang saudara antar kerajaan-kerajaan kecil di bawah Majapahit pun terjadi, dan menjadi awal kehancuran kerajaan yang pernah menguasai hampir seluruh bagian yang kini bernama Indonesia ini.
Kehancuran akibat perang saudara tak hanya dialami Kerajaan Majapahit. Perang saudara antar saudara sepupu yakni Sunan Prawoto dan Aria Penangsang, menjadi penyebab runtuhnya Kerajaan Demak.
Kerajaan Banten pun hancur akibat perang sosok sedarah. Sultan Haji berupaya merebut kekuasaan dari tangan ayahnya sendiri, yakni Sultan Ageng Tirtayasa. Pemerintah kolonial pun ikut memancing ikan di air keruh dalam peperangan ini dengan memberikan dukungan pada Sultan Haji, sehingga Sultan Ageng terpaksa tersingkir dari istananya.
"Nah, inilah salah satu penyebab yang dilihat oleh penjajah untuk memberlakukan politik devide et impera, politik adu domba. Karena pada dasarnya, orang Indonesia saat itu suka sibut sendiri, antar saudara. Sehingga dimanfaatkan untuk diadu domba," ujar guru sejarah saya saat itu.
Dan ketika saya menyaksikan teman-teman saya satu sekolah diserang oleh pelajar dari sekolah lain, barulah saya sepenuhnya sadar apa yang dikatakan oleh guru sejarah saya dahulu soal perang saudara.
Bedanya, pada zaman kerajaan belum ada media sosial.
Dewasa ini, media sosial bisa membantu menyelesaikan permasalahan, namun di sisi lain media sosial bisa juga menjadi sumber permasalahan. Media sosial pun bisa menjadi sumber keributan antar saudara, dan banyak pula kasus tawuran yang berawal dari unggahan dan provokasi di media sosial.
Lalu saat ini, Polri sudah membentuk polisi virtual alias Virtual Police, untuk membendung unggahan-unggahan yang tak bijak dan berpotensi merusak persatuan serta kesatuan bangsa di media sosial. Upaya itu bertujuan memonitor, mengedukasi, memberi peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana karena tak bijak bermedia sosial.
Dengan sudah adanya Virtual Police tersebut, maka kata-kata bernada kebencian dan ancaman yang diunggah oleh Andi Pangerang Hasanuddin tersebut, akan sulit lolos dari jeratan hukum. Meskipun kita masih belum tahu bagaimana tindakan polisi selanjutnya terhadap anggota BRIN tersebut.