Pertanyaannya kemudian, mengapa operator liga tidak konsisten soal pemberian bonus uang kepada juara liga? Pertanyaan ini mungkin baru akan terjawab pasca pertemuan PSSI dan LIB seperti pernyataan Erick Thohir yang saya kutip di atas.
Jika langkah tidak memberikan bonus juara yang dilakukan oleh manajemen LIB merupakan keputusan yang terjadi sejak beberapa tahun lalu, maka Erick tentu juga harus meminta keterangan pada manajemen LIB sebelum era direktur utama Ferry Paulus.
Ya, karena manajemen LIB yang dipimpin Ferry Paulus musim ini notabene adalah manajemen yang juga belum setahun menjalankan operasional terbentuk usai dirut sebelumnya Akhmad Hadian Lukita dinyatakan sebagai salah satu tersangka Tragedi Kanjuruhan.
Nah, lantas uang bonus yang menurut Erick Thohir sudah diserahkan LIB kepada PSSI sebenarnya untuk siapakah? Lalu tersangkut di manakah uang itu? Atau bahkan sudah menguapkah uang itu?
Entahlah. Mari kita sama-sama menanti keseriusan pihak-pihak yang terkait untuk melaksanakan audit keuangan PSSI dan LIB, termasuk soal bonus uang ini.
Memang seyogianya bonus uang memang layak menjadi salah satu wujud apresiasi dari federasi maupun dari operator liga, yang harusnya diberikan pada tim yang meraih kampiun.
Apresiasi tersebut menjadi pembeda bagi tim yang sudah berupaya sedemikian rupa untuk menjadi yang terbaik di dalam kompetisi tersebut.
Karena itu, pernyataan dari LIB selaku operator Liga 1 bahwa PSM selaku juara liga meski tak mendapat uang hadiah juara namun telah mendapatkan uang kontribusi dari LIB, jelas sebuah pernyataan yang salah kaprah. Karena (jika benar yang dikatakan Ferry Paulus) uang kontribusi yang didapat PSM itu adalah uang kontribusi untuk seluruh peserta BRI Liga 1, maka PSM---dan juara-juara Liga 1 sebelumnya yang tak mendapat uang bonus yakni Persija dan Bali United---selayaknya mendapat bonus uang menjadi hal yang wajib diberikan.
Analogi sederhana, saya selaku orang tua memberi dana operasional rutin kepada anak saya untuk biaya SPP, uang jajan, transportasi ke sekolah, membeli mainan, dan lain-lain. Lalu ketika anak saya meraih juara 1 di kelasnya, tentu jika saya ingin memberi hadiah khusus padanya, harus menggunakan dana di luar uang saku yang rutin saya berikan padanya.
Anak saya memang tidak pernah meminta bonus atas sejumlah keberhasilannya di sekolah, namun sebagai orang tua, saya merasa perlu untuk memberi penghargaan atas kelebihan yang dia berikan, yang membuatnya lebih berprestasi ketimbang teman-temannya.
Karena dengan prestasi itulah, dia menjadi beda dengan teman-temannya yang kurang berprestasi. Karena itu, uang atau hadiah yang saya berikan pun harus berbeda dengan uang sakunya yang rutin saya berikan.