Usai konser Blackpink, Ketua Umum PSSI Erick Thohir menemukan rumput Stadion Utama GBK dalam keadaan tak optimal, usai penyelenggaran tiga kegiatan yang berturutan tersebut. Wajar, karena standar FIFA Â menyebut masa jeda pemakaian lapangan minimal dua pekan per kegiatan.
Pihak kontraktor persiapan lapangan di enam kota penyelenggara Piala Dunia U-20 saat mendampingi Erick Thohir selaku ketua umum PSSI cum ketua panitia penyelenggara Piala Dunia U-20 usai meninjau kondisi lapangan Stadion Utama GBK yang terdampak kegiatan sempat menyatakan, secara keseluruhan, kondisi SU GBK menjadi yang paling bagus di antara semua arena yang disiapkan. Sebab stadion yang dibangun di era Presiden Soekarno itu memiliki seluruh peralatan pendukung dan manajemen yang bagus dalam perawatan.
Nah, ini menarik. Jika kondisi Stadion Utama GBK dinyatakan menjadi yang paling bagus di antara semua venue penyelenggara, bagaimana dengan venue penyelenggara Piala Dunia U-20 Indonesia yang lainnya. Entahlah, karena selama ini pun kita tak pernah mendapat informasi yang gamblang dan pasti soal kondisi terkininya.
Saya mensinyalir, kondisi terkini stadion penyelenggara juga masuk dalam pertimbangan FIFA dalam membatalkan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia pada tahun ini. Sebelumnya, Erick Thohir pada pertengahan Maret lalu menyatakan akan meninjau langsung proses renovasi infrastruktur, memastikan penyelesaian pekerjaan yang tertunda, serta membereskan aneka pekerjaan rumah lainnya sebelum Piala Dunia U-20 (saat itu) direncanakan dihelat pada 20 Mei hingga 11 Juni 2023.
Pernyataan tersebut menyuratkan masih terdapat kekurangan dalam penyiapan infrastruktur penyelenggaraan Piala Dunia U-20 Indonesia. Sementara waktu penyelenggaraan kian dekat sebelum akhirnya diputuskan untuk batal digelar.
Dengan segala kekurangannya dan bias kepentingannya, ataupun standar gandanya selama ini, saya bisa mengatakan organisasi sekelas FIFA tentu tak akan gegabah dalam memutuskan pembatalan penyelenggaran Piala Dunia U-20 di Indonesia. Dan frasa 'keadaan saat ini' sebagai alasan pembatalan tersebut tentu bisa dijabarkan dalam hal-hal lain di luar penolakan sebagian kalangan terhadap kehadiran timnas Israel.
Jika merunut pada pernyataan Erick Thohir yang saya kutip di atas, ya bisa jadi sampai dengan akhir Maret 2023 lalu, atau menjelang pernyataan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah ajang dua tahunan ini karena FIFA melihat masih ada ketidaksiapan dalam hal sarana dan prasarana penunjang penyelenggaraannya.
Ibarat kisah legenda Roro Jonggrang, Indonesia dinilai FIFA telah gagal membangun dan merapikan 1.000 candi yang diminta.
Pertanyaannya kemudian, mengapa hingga dua bulan menjelang pelaksanaan Piala Dunia U-20 yang sedianya digelar pada bulan Mei mendatang, infrastruktur masih juga belum siap? Entahlah.
Yang jelas Erick Thohir dan jajarannya-lah yang  ketiban sampur atas belum siapnya Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Piala Dunia U-20 pada tahun ini. Dan akibat ketidaksiapan tersebut, Indonesia saat ini bersiap menghadapi sanksi yang (kemungkinan, sekali lagi, baru kemungkinan) akan dijatuhkan oleh FIFA.
Tapi tunggu, bukankah Indonesia sudah mendapat 'sanksi' atas ketidaksiapan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 dengan adanya pembatalan status sebagai tuan rumah. Lalu sanksi apa lagi yang akan dijatuhkan?