Sejarah peradaban manusia Indonesia tak akan lepas dari bangunan yang disebut dengan punden berundak. Peninggalan budaya zaman batu besar Megalitikum ini, yakni berupa bangunan bertingkat, terdiri atas tumpukan batu.
Sejumlah literatur menyebut, pada zaman dahulu, tingkatan teratas punden berundak-undak adalah tempat yang paling suci dan digunakan sebagai tempat memuja roh pendahulu.
Formasi batu bertumpuk ini pulalah, yang kemudian kerap diklaim sebagai asal-usul arsitekur bangunan sebagian besar candi yang ada di Indonesia, termasuk Candi Borobudur sebagai bangunan candi terbesar di Indonesia.
Kata punden atau pundian berasal dari bahasa Jawa yang berarti objek-objek pemujaan, mirip pengertiannya dengan konsep kabuyutan pada masyarakat Sunda. Punden berundak merupakan hasil penghayatan rasa spiritual masyarakat Nusantara akan lokus spiritual terhadap roh leluhur.
Dalam punden berundak, konsep dasar yang dipegang adalah para leluhur atau pihak yang dipuja berada pada tempat-tempat yang tinggi  setelah para leluhur itu tak lagi hidup di dunia. Karena itulah, lazim kita temui punden berundak berada di dataran tinggi di sejumlah wilayah di Indonesia.
Hal itu pun memperkuat kepercayaan manusia zaman megalitikum, bahwa nenek moyang yang sudah meninggal dunia berada di puncak.
Selain itu, undak-undak juga sebagai lambang atau simbol dari tingkat perjalanan manusia. Dari mulai alam permulaan di paling bawah, hingga ke alam barzah di tingkatan paling atas.
Di Kota Bogor pun terdapat salah satu situs megalitikum punden berundak, yang lokasinya tak jauh dari pusat kota. Karena jaraknya hanya 3 kilometer dari Balai Kota Bogor.
Saya pun tertarik untuk mengunjungi situs yang terletak di Kelurahan Pasir Mulya, Kecamatan Bogor Barat ini.
Lokasi situs ini tak jauh dari Jl Mayjen Ishak Djuarsa, atau dikenal juga dengan nama lamanya Jl Gunung Batu. Kira kira 50 meter sesudah pertigaan Gunung Batu, saya pun memasuki sebuah gang dengan gerbang bertuliskan Situs Punden Berundak.
Seperti lazimnya gang di Indonesia, gang yang bernama Jalan (atau Gang) Wates Dalam ini pun merupakan permukiman padat penduduk. Disebut jalan, tapi lebih mirip sebuah gang, karena ukuran lebarnya tidak memungkinkan untuk dilalui mobil.
Situs Punden Berundak Gunung Batu, selain berada di tengah permukiman, juga dikelilingi berdampingan dengan sebuah kompleks pemakaman. Dan nyaris tak ada penanda batas kawasan situs tersebut, selain tembok dan pagar yang menjadikan situs yang terdiri dari batuan andesit itu seolah menyatu dengan pemakaman.
Meski belum pernah menemukan literatur yang menjelaskan secara rinci, namun cocoklogi saya mengatakan situs ini pula yang menjadi asal-usul nama Gunung Batu di Kota Bogor.
Yang jelas, keberadaan situs Punden Berundak Gunung Batu pun menjadi bukti bahwa kehidupan di wilayah Bogor sudah ada sejak zaman Megalitikum. Seperti halnya situs-situs zaman prasejarah lainnya yang bertebaran di lereng dan kaki Gunung Salak, yang memperkuat hal tersebut.
Semoga pihak-pihak terkait bisa menata situs Punden Berundak Gunung Batu, agar lebih mampu menarik siapapun yang berminat datang ke sini untuk mempelajari peninggalan pra sejarah di tengah kota ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI